Senin, 01 Juli 2013

Perjalanan Sukses Wirausaha Bisnis Kuliner, seorang Istri yang Hobi Masak Makanan - Abon Lele SEKAR MUTIARA -

 Perjalanan Sukses Wirausaha Bisnis Kuliner, seorang Istri yang Hobi Masak Makanan - Abon Lele SEKAR MUTIARA -
Usaha camilan dari ikan lele yang dirintis Nurul Hidayati berawal dari kepiawaiannya memasak. Lucunya, wanita yang akrab disapa Nurul ini mengaku baru bisa memasak setelah menikah. Menurutnya, memasak adalah tuntutan profesi ibu rumah tangga. “Karena sudah menjadi rutinitas, saya jadi gemar mencoba berbagai resep, mulai dari masakan nusantara sampai aneka kue,” ujar Nurul.

Awalnya, wanita yang juga berprofesi sebagai guru honorer di Sekolah Dasar SDN Randu Pandangan, Kecamatan Menganti, Gresik , Jawa Timur ini sempat berjualan kue kering. Usaha kue kering ini cukup diminati teman dan kerabat Nurul di Gresik. Penjualan semakin meningkat setiap menjelang hari raya, seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.

Seiring waktu Nurul berpikir untuk mempunyai usaha yang serius dan lebih besar lagi. Tahun 2004 silam, ia beralih menjual produk makanan olahan berupa abon ikan patin. Nurul sengaja memilih makanan pendamping nasi karena diyakini diminati orang setiap saat, bukan di musim tertentu saja. Abon ikan patin yang dijualnya bukan dibeli dari pihak lain, melainkan hasil kreasinya sendiri. Awalnya dia iseng meminta teman-teman untuk mencicipi abon ikan patin tersebut. Tak disangka, mereka ketagihan dan langsung memesan.

Melihat tingginya minat, Nurul pun kemudian membisniskan abon buatnnya. Produk itu dijual secara sederhana, hanya dengan kemasan plastik biasa dan hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Namun, mengingat persediaan ikan patin terbatas dan harganya cukup mahal, Nurul sempat kesulitan dalam urusan modal dan harga jual. Ia akhirnya mencari caralainagar tetap bisa menciptakan abon ikan yang harganya terjangkau namun rasanya tak kalah enak dengan abon dari ikan patin.

“Saya sempat mengalami harga ikan patin melonjak tinggi. Saya harus memutar otak untuk mencari gantinya. Lalu atas saran Sofyan,sepupu sekaligus patner usaha saat ini,saya mencoba membuat dari ikan lele yang persediaannya lebih berlimpah,” ujar wanita kelahiran Gresik, 26 September 1976 ini.


TERUS MENINGKAT

Tahun 2010, sambil tetap bekerja sebagai guru, Nurul menekuni usaha abon ikan lele yang diberi label Sekar Mutiara. Di awal, ia menggelontorkan modal sebanyak Rp5 juta yang dipakai untuk membelimembeli peralatan.Pemasarannya pun ditingkatkan dengan menggunakan sistem online dan lewat pameran.

Ternyata abon ikan lele pun menuai respons positif Pendapatan dari penjualan abon lele yang awalnya hanya Rp600ribu perbulan terus meningkat. Nurul lantas berniat serius untuk memproduksi lebih banyak lagi produk olahan lele.

Untuk meningkatkan pendapatan, Nurul tak berhenti melakukan inovasi. Setelah meluncurkan rasa orisinal, ia membuat abon lele dengan aneka varian, seperti rasa pedas dan bawang. Lalu ia juga memproduksi kerupuk ikan lele (rasa pedas dan orisinal), kerupuk rambak lele, keripik sirip lele crispy, dan keripik baby lele crispy. Ternyata variasi olahan lele kreasinya laris manis di pasaran. “Diversifikasiproduk sangat diperlukan karena selera konsumen berbeda-beda. Misalnya, abon lele orisinal sangat diminati konsumen di kota Surabaya, tapi di daerah Bali justru abon lele pedas yang banyak diminta k,” ujar ibu dari Asysyabiyah Shahih Naura Fumi (1,5 bulan)ini.

Inovasi yang tetap mengandalkan bahan baku lele merupakan bagian dari strategi Nurul dalam meningkatkan penjualan. Selain itu, ia juga ingin memanfaatkan ikan lele seutuhnya agar tidak terbuang sia-sia. Misalnya, kulit ikan lele dimanfaatkan untuk membuat rambak lele, sementara sirip ikan lele dapat menghasilkan produk Baby Lele Crispy. Saat ini Nurul tengah mempelajari bagaimana memanfaatkan tulang ikan lele agar tidak terbuang begitu saja.

Hadapi Persaingan Dengan Produk Bermutu

Selain jenis-jenisnya, Nurul juga melakukan inovasi dalam kemasan. Dari yang sederhana dibuat menjadi lebih modern dengan plastik aluminium kedap udara dan antibakteri. Dengan begitu makanan di dalam kemasan akan bertahan lebih lama tanpa mengurangi cita rasanya. Kemasan modern juga membuat Nurul lebih percaya diri dalam bersaing karena yakin produk olahan lelenya tidak kalah apik dibanding produk-produk lain di pasar swalayan.

Segala inovasi dan terobosan yang dilakukan Nurul ternyata merupakan hasil dari ketekunannya mengikuti berbagai pelatihan dan seminar UKM (Usaha Kecil Menengah). Salah satunya adalah pelatihan yang diadakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur. “ Selain pelatihan dan seminar, saya juga rajin mengikuti pameran. Dari pameran inilah saya dapat membaca selera konsumen dan berinteraksi langsung dengan mereka,” ujar sarjana Sastra Jepang Universitas 17 Agustus Surabaya ini.

Selainmendongkrak penjualan, ajang pameran juga membuat produk olahan lelemakin dikenal masyarakat. Dari pameran juga Nurul mendapat konsumen yang tertarik memasarkan produknya ke berbagai daerah di tanah air, bahkan luar negeri. “Respons itu memang tidak langsung datang saat pameran berlangsung, tapi di hari-hari setelahnya. Biasanya ada saja pembeli dari berbagai daerah yang meneleponnya untuk memesan produk Sekar Mutiara,” tukas Nurul.

Untuk menjaga kepercayaan konsumen, Nurul selalu menjaga kualitas produk. Ia sadar dirinya bukan pemain tunggal di bisnis tersebut. Meski banyak kompetitor, Nurul tak gentar. Ia menganggap kompetitor sebagai tantangan dalam mempertahankan usaha yang dijalankan. Karena itu, istri Roni Ristiyanto ini selalu menomorsatukan kualitas, selain terus memaksimalkan sistem pemasaran. Menurutnya, saat ini konsumen sudah pintar menilai. Jika produk yang dijual tidak mempunyai mutu baik, otomatis bisnis yang dijalankan akan mati.

Dua Kuintal Lele Setiap Minggu

Berbicara tentang kualitas, Nurul menuturkan keistimewaan produk olahan lelenya terletak pada rasanya yang khas dan proses pengolahannya yang sehat. Proses pengeringan menggunakan oven, bukan digoreng dengan minyak. Semua proses produksi dilakukan secara higienis. Ia juga tidak menambahkan MSG, serta bahan kimia pada produk Sekar Mutiara ini. “Produk yang saya buat sama sekali tidak berminyak, karena dimatangkandengan oven. Sehat dan aman dikonsumsi bagi siapa saja,” ujarnya berpromosi.

Setiap minggunya , dua kuintal ikan lele dibutuhkanuntuk memenuhi kebutuhan produksi camilan lele ini. Untuk abon lele sendiri, proses produksinya masih dilakukan secara sederhana.Daging lele dipisahkan terlebih dahulu dari kulit dan siripnya. Kemudian daging lele tersebut dikukus dan diracik dengan aneka bumbu, lalu dikeringkan dengan cara dioven hingga menjadi abon.

Ikan lele yang digunakan Nurul tidak memiliki kriteria khusus. Ia menggunakan leleyang besarnya minimal satu kilogram perekor. Ikan lele sebagai bahan utama usahacamilanini didapat dari peternak di daerah Gresik. Selain mudah didapat, pembelian lele pada peternak lele ini juga sekaligus menyelamatkan kegelisahan para peternak lele terhadap hasil tambaknya.

Lele berukuran satu kilogram yang berbadan besar dan panjang seperti yang dimanfaatkan Nurul tidak pernah laku di kalangan pengusaha pecel lele. Para pedagang pecel lele biasanya hanya membeli lele berukuran kecil. “Sementara banyak lele yang berukuran besar dengan panjang 75 cm. Makanya saya manfaatkan saja ukuran ikan lele yang memang tidak laku dipasaranitu,” tutur Nurul.

Selain soal produksi dan teknis, ada tantangan lain yang harus dihadapi Nurul. Ia mengalami dilema antara kesibukannya mengurus usaha dengan kegiatan mengajar. Di satu sisi, Nurul sangat mencintai profesinya sebagai pendidik, tapi di sisi lain, ia mengaku berat membagi konsentrasi antara dua pekerjaan. Apalagi sang ibunda sempat tidak mendukung langkah Nurul saat menjalankan usaha itu.

Ibunda Nurul yang juga berprofesi sebagai seorang kepala sekolah sangat menginginkan Nurul menjalani profesi yang sama. “Ibu menyayangkan jika saya keluar dari pekerjaan sebagai guru, dan memilih usaha lain. Ibu benar-benar menginginkan saya meneruskan perjuangannya untuk mendidik anak-anak di sekolah,” ujar Nurul. Tak mau langsung menyerah, ia mencoba berbagai cara agar tetap bisa menjalani dua profesi itu.

Salah satu langkah yang ditempuh Nurul adalah berbagi tugas dengan adiknya, Arief Wahyu Prasetyo. Kegiatan pemasaran ditangani oleh sepupunya , Sofyan. “Sepulang mengajar, saya mengontrol, sambil membantu produksi dan marketing juga. Pokoknya semaksimal mungkin saya menbagi waktu agar semua bisa berjalan. Saya berusaha untuk tidakmengecewakan Ibu dan tetap akan meneruskan perjuangannya sebagai seorang guru,” tegas Nurul.

Sampai saat ini usaha Nurul menyeimbangkan antara dua profesi berjalan lancar. Terbukti, sambil tetap mengajar ia bisa menghasilkan omzet yang mencapai Rp25 – 35 juta per bulan. “Yang paling penting, jangan cepat menyerah. Jika ada keinginan atau kemauan tertentu, segera wujudkan,” pesan Nurul.

Kunci Sukes Nurul Hidayati:
Jujur.
Senang berbagi.
Yakin dalam berdoa.











ref

Tidak ada komentar:

Posting Komentar