Rabu, 24 Oktober 2012

Bermodal kurang dari 10 jt, Kaos Anak LARE LARE SOLO kini Beromset Puluhan Juta Per Bulan

Peluang Usaha Kaos Anak mulai makin banyak diminati, karena makin banyak ibu ibu yang ingin membeli kaos dengan motif unik. hal ini ditangkap oleh Ary dengan mendesain kaos anak Lare-Lare

Saya memulai bisnis ini karena Gendhis tak suka memakai baju-baju anak yang modis. Dia hanya suka pakai kaus dan celana saja,” kata Ary. Gendhis (4,5) adalah putri sulungnya. Ary pun terpikir membuat kaus lucu dan modis. Niat itu makin subur karena saat itu Ary sedang tidak bekerja. Mantan wartawati majalah wanita ini pindah dari Jakarta ke Solo mengikuti suaminya yang pindah kerja. “Saya kebagian mencari ide kreatif, suami yang menerjemahkan ke desain karena dia bisa menggambar dan menyablon,” kata Ary.

Nama larelare dipilih, karena lare (Jawa) artinya anak-anak. Setelah memiliki berbagai desain, barulah Ary mulai menyablon, yang dikerjakan oleh suaminya. Untuk kausnya, ia membeli kaus jadi berbahan katun combed karena ia belum bisa menjahit sendiri.

Dengan modal awal kurang dari Rp10 juta (sebagian besar habis untuk beli kaus jadi), Ary memulai bisnisnya sejak Februari 2008. Untuk pemasaran, ia memilih media online karena ketika masih bekerja ia memegang rubrik parenting sehingga ia aktif di berbagai milis (terutama milis para ibu). Karena itu, ia paham sekali kekuatan media online, yaitu kecepatan, daya jangkau, dan harga yang murah.

“Ketika pindah ke Solo, saya jadi kurang gaul di internet. Jadi, ketika aktif lagi, saya baru tahu kalau kaus lucu anak itu tengah populer di Jakarta,” katanya. Ary mulai posting produknya di berbagai milis itu. “Karena setiap milis ada jadwal jualan, saya harus tahu di milis A hari apa bisa jualan, di milis B hari apa, dan seterusnya.” Betapa kagetnya Ary, ternyata produk larelare-solo yang dijual Rp35.000-Rp43.000 (di Solo) dan Rp40.000-Rp85.000 (luar Solo) ini mendapat sambutan meriah.


Tulisan ‘Alumni Akademi A.S.I Eksklusif’ itu tercetak dengan tinta hitam di atas sepotong kaus mungil warna kuning terang. Di atas tulisan, ada gambar wajah bayi montok bermata bulat yang mengenakan toga. Taruhan, deh, ibu-ibu pasti akan tergoda untuk segera mendandani pangeran atau putri kecil di rumah dengan kaus imut itu.

Itulah salah satu produk unggulan kaus anak merek larelare-solo. Dan, kalau Anda ngintip alamat maya larelare-solo , bersiaplah untuk terpekik gemas oleh aneka kaus anak lucu yang ada di sana. Misalnya: ‘Dilarang Ngempeng’ (dengan gambar bayi dalam lingkaran yang mulutnya ngemut empeng), ‘Asiholic-pecandu berat air susu ibu’, ‘Bayi Organik’, ‘Peserta Mata Kuliah Toilet Training’, dan masih banyak lagi.


Daya jelajah internet yang luar biasa, selain kebanjiran pemesan, Ary banyak mendapat telepon dari para blogger yang ingin menjadi agennya. Sekarang ini ia punya 10 agen, yang tersebar di berbagai pulau, bahkan sampai Malaysia. “Meski belum semua pernah tatap muka dengan saya, para blogger yang jadi agen saya itu jujur, kok,” katanya. Ia juga melayani pemesanan, yang biasanya langsung dilakukan lewat telepon atau SMS. “Orang kita itu tidak terbiasa pesan lewat internet, jadi online itu hanya menjadi katalog saja.”

Berkah juga datang ketika sedang ikut bazar di sekolah Gendhis, ia ditawari salah satu mal di Solo untuk membuka outlet di sana. “Mungkin, karena produk baru di Solo, dalam 10 hari pertama kami bisa mendapatkan Rp7 juta,” ujarnya. Karena itu, hanya perlu waktu dua bulan saja, Ary sudah bisa membeli 5 mesin jahit.

“Dengan membuat sendiri kaus, harga kami jadi tak terlalu mahal dan margin keuntungan pun bisa bertambah.” Pekerjaan yang dulu ia lakukan hanya berdua suami, kini sudah ditangani 12 karyawan, baik di produksi maupun di pemasaran. Omsetnya pun kini telah mencapai Rp35 juta-Rp50 juta per bulan.


Selain desain yang kreatif (terutama dalam permainan kata), warna yang ditawarkan larelare-solo juga beragam. Warna ‘wajib’ untuk bayi, seperti baby pink dan baby blue, pasti ada. Tetapi, si kecil juga makin kinclong dengan warna merah, fuji green, lime green, kuning, ungu, dan warna standar, yaitu hitam dan putih. Tak heran bila hanya dalam waktu setahun, larelare-solo menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi pasangan Wilas Ary (29) dan Setyo Tohari (34).


 Mengapa produknya cepat diterima pasar? Selain karena tengah booming, larelare-solo memang memberikan banyak kelebihan. Desain dan warna itu sudah pasti, tetapi Ary sengaja memilih katun combed yang berharga paling mahal untuk kenyamanan si pemakai. Ia juga memanjakan pelanggan dengan layanan personal, misalnya permintaan desain tertentu dengan warna tertentu, atau dengan panjang lengan kaus yang diinginkan.

“Tetapi, kami tetap punya idealisme, yaitu tidak membajak gambar karakter yang sudah ada patennya atau membuat desain yang bertentangan dengan misi edukasi, seperti pemberian ASI atau lainnya,” kata Ary.

Karena 70 persen produknya dipasarkan di internet, Ary mengakui bahwa bisnisnya masih punya kekurangan. “Kami belum punya tenaga khusus untuk menangani media online, karena itu banyak produk terbaru yang belum sempat di-upload,” katanya. Padahal, ia sudah membeli alamat dotcom (.com), yang hingga kini belum sempat ia isi. Selain itu, dia juga mesti memutar otak untuk meluaskan jenis produk agar konsumen tak lekas bosan.












Jumat, 12 Oktober 2012

Dirintis Mahasiswa, BAKSO KEPALA SAPI beromset Rp.1,1 Miliar/thn


Hampir Semua orang pasti kenal bakso. Hampir di setiap kawasan, selalu saja ada dagangan bakso yang menjadi favorit. Bakso, entah bakso apa saja, sepertinya memiliki penggemar sendiri dan membuahkan suplai yang tinggi pula. Dengan kata lain, berbisnis bakso seolah tidak terlalu menjanjikan; karena terlalu mengikuti arus, atau karena tidak ada lagi keunikan yang bisa menjadikan keunggulan.

Buat sebagian orang – terutama anak muda – bakso hanyalah sekedar makanan pengisi perut yang kelasnya tidak akan pernah naik alias selalu merakyat. Oleh karenanya, jarang ada pemuda atau pemudi yang mau menggantunkan nafkah dari usaha menjual bakso. Namun, di tangan Anggara, bakso tampil lebih modern, lebih enak, dan tentu saja..mendatangkan emas!


Kesukaan orang Indonesia terhadap, bakso ditangkap Anggara Kasih Nugroho Jati (24) sebagai peluang. Berbeda dengan penjual bakso yang banyak ditemukan di berbagai tempat, di tangan mahasiawa Institut Teknologi Surabaya (ITS) itu bakso dikemas sebagai sebuah usaha modern. Betapa tidak, dari usaha bakso bernama “Bakso Kepala Sapi” yang dikelolanya,  sulung dari dua bersaudara ini mampu meraup omzet Rp 1,1 miliar per tahun. Sebuah angka yang fantastic bagi seorang pemuda, lajang, dan masih menimba ilmu.

Usahanya dimulai pada 2003. Sebagai mahasiswa, bakso menjadi salah satu alternatif makanan ‘wajib’ karena dapat terjangkau kantong. Secara kebetulan, ia menikmati bakso di sebuah kedai kaki lima di Surabaya. Seperti tersirap, ia bukan hanya dimabuk kuah bakso-yang begitu sedap racikan sang penjual bernama H. Suharto tapi ­juga dibuai asa yang begitu besar. “Sejak itu, otak kiri saya langsung jalan dan saya langsung meminta beliau untuk bekerjasama,” ungkap, Anggara memaparkan ketertarikannya.

Penggemar bakso ini kemudian menyusun rencana membagi jadwal kuliah dan waktu untuk merintia usaha. Tujuannya agar usahanya nanti berjalan rapi, serta bisa berkembang dan diduplikasi Ia pun membuat hitung-hitungan modal dan bagaimana memulainya.

Outlet bakso pertamanya di daerah Klampis, Surabaya, pun dibuka pada tahun yang sama. Lalu, dengan meminjam ruko milik orangtu­anya di Jalan Raya Kebonpedes, Kota Bogor, ia pun membangun outlet pertamanya di luar Surabaya pada 2006.

Kini, dia telah memiliki sejumlah “Bakso Kepala Sapi” yang menjadi pundi-pundi uangnya. Sebagian besar dijalankan di Bogor dan Surabaya, serta dijalankan melalui pola kemitraan dengan investor lain. Dari belasan outletnya, ia memperoleh pemasukan lebih dari Rp 1,1 miliar per tahun, dengan keuntungan bersih untuk dirinya sendiri di atas Rp 100 juta per tahun.

 Anggara nampak sangat jeli melihat peluang bisnis. Otak bisnisnya semakin encer setelah dia mendapat suntikan pengetahuandari seminar-seminar kewirausahaan di berbagai tempat. Lingkungan mendukung karena ia berbaur dengan  komunitas pengusaha.

Ternyata semua usaha tersebut dilakukannya agar dapal mengumpulkan modal untuk mewujudkan mimpinya membuka usaha yang lebih menjanjikan.

Dari seminar-seminar kewirausahaan yang diikutinya, ia banyak mendapat trik dan strategi usaha. Salah satunya adalah mengemas usaha bakso yang akan digelutinya beda dari yang lain. Ia ingin memperkenalkan bakso ke seluruh masyarakat dan membuat mereka dapat menikmati bakso dengan sensasi berbeda, tanpa terkecuali. 

BAKSO RENDAH KOLESTEROL

Ia juga mengerti benar bahwa sebuah usaha harus memiliki ciri atau kekhasan. Kekhasan rasa “Bakso Kepala Sapi” terletak pada sumber bahan dasar bakso dan kuah yang dipakai, yakni kaldu kepala Sapi.

Prediksi kalau bisnis baksonya akan berhasil menjadi kenyataan. Sejak awal pendirian, pundi-pundi keuntungan terus didapatnya. Satu hal yang membuatnya berbeda dari tukang bakso lain adalah moto yang terpampang dalam spanduk Bakso Kepala Sapi (BKS): “Jangan Mengkhayal! Kalau Berani Ambil Rasanya!!” Dengan tulisan yang sangat eye catching ini, Anggara ingin meyakinkan kepada para pengunjung, untuk tidak sekedar `meraba-raba’ rasa BKS. ” Sebaliknya datang dan temukan perbedaan rasa BKS racikan saya dengan bakso lainnya” papar Anggara penuh percaya diri.



Anugerah Bakso Kaki Lima

Berikut petikan hasil wawancara dengan jutawan muda tersebut.

Q: Mengapa memilih usaha bakso dengan nama bakso kepala sapi?

A: Brand bakso kepala sapi itu dibuat supaya eye catching (menarik perha­tian) saja, membuat orang penasaran untuk datang ke counter dan ingin merasakan produk kami. Kemudian diharapkan setelah merasakan dan mendapatkan taste yang berbeda dari bakso kami, mereka datang kembali. Intinya hanya untuk menarik pelanggan saja.

Q: Memangnya Anda hobi makan bakso? Hobi makan juga?

A: Tidak, saya tidak suka makan bakso. Saya tidak bisa membuat bakso, tidak hobi memakan bakso, justru saya lebih suka makan mi ayam. Saya membuka usaha bakso karena saya perhatikan, biasanya penggemar mi ayam itu mayoritas kaum lelaki. Masalahnya, jumlah lelaki lebih sedikit dari kaum perempuan. Padahal kaum perempuan itu biasanya hobi makan bakso. Dengan demikian, perputaran cashflow-nya lebih cepat karena kebanyakan kaum ibulah yang memegang uang, kaum pria hanya mencari. Selain itu juga karena orang Indonesia gemar makan bakso. Kalau makan sih saya suka, tapi saya lebih suka memilih makanan dari segi kuantitasnya, bukan kualitasnya. Yang penting porsinya banyak.

Q: Tadi telah disebutkan bahwa bakso kepala sapi itu hanya sebagai eye catching. Apakah tidak ada unsur kepala sapi sama sekali?

A: Pertama kali maksudnya memang hanya untuk branding saja. Tetapi, belakangan ini kami telah menambahkan kepala sapinya secara langsung sebagai bahan bakso. Mulai dari daging di sekitar pipi dan daging-daging lunak yang berada dalam kepala sapi untuk campuran pembuatan bakso, juga tulang-tulang lunak dan daging yang berada di kepala sapinya pun digunakan untuk menu bakso kepala sapi spesial.

Q: Di samping membuka usaha bakso, apakah Anda memiliki keinginan lain?

A: Saya mempunyai komitmen, ambiai, dan vidi untuk mengembangkan makanan-makanan tradidional di Indonesia. Setelah bakso, saya ingin makanan seperti nasi goreng, pecel lele, dan makanan tradiaional lainnya, dipasarkan dengan satu konsep pemasaran yang bida go national bahkan go international, setelah diberi sentuhan branding.

Q: Dulu awalnya bagaimana bisa membuka usaha bakso, padahal Anda tidak suka makan bakso?

A: Sewaktu kuliah, saya berkeinginan membuka suatu usaha. Jadi terpaksa saya harus mencari dan mencoba-coba berbagai macam makanan, sampai saya bertemu dengan Pak Suharto yang baksonya selalu laris. Saya mencoba berbagai macam bakso untuk dapat melatih taste saya dalam membedakan mana bakso yang enak dan bakso yang tidak enak, dan mana yang konsumen paling suka dan yang tidak suka. Saya juga keliling ke mana-mana mencari tukang bakso. Tapi tetap saja saya tidak suka makan bakso.

Q: Ada tip menjual bakso atau makanan yang enak?

A: kiat terpenting adalah mencari orang yang ahli memasaknya. Seperti ketika saya ingin berbisnis bakso, saya mencoba mencari orang yang ahli dan mahir membuat bakso seperti Bpk Suharto ini. Jadi jika kita ingin berbisnis kuliner, tidak berarti kita harus jago memasak. Cukup merekrut orang-orang yang jago memasak atau koki yang sudah menjadi the best. Maka kita akan dapat membuat suatu produk kuliner yang luar biasa.

Q: Saat ini sudah ada berapa outlet? Dan bagaimana jika ada yang ingin bekerjasama dengan anda?

A: Saat ini saya sudah memiliki sembilan outlet. Dan jika ingin bekerjasama dengan saya, dapat menghubungi saya.

Q:  kira-kira berapa income yang bisa diperoleh?

A: Perhitungan saya, jika dalam satu hari dapat menghasilkan omzet 1,5 juta rupiah, maka frnachise mendapatkan nett income sekitar 6,5 juta setiap bulannya.



Setiap outlet, kata lajang yang juga tercatat sebagai mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, tidak kurang menghabiskan sekitar 3-5 kg kepala sapi. Kepala sapi direbus bersama bumbu-bumbu lainnya supaya menghasilkan cita rasa yang lebili kuat dan bau yang lebih wangi. Karena pakai kepala sapi dan bukan paha sapi seperti kuah bakso pada lazimnya, kuahnya menjadi rendah kolesterol. Biasanya pada kuah bakso yang lain, lemak selalu menumpuk di atas. Kuah BKS lemak hampir tidak ada. Anda bisa lihat sendiri,”kata Anggara. Karena rendah kolesterol, BKS bisa dikonsumsi oleh mereka yang pantang atau menghindari makanan yang berkolesterol tinggi.

Selain BKS, tersedia pula Bakso Kambing (BK). BK dibuat dari  daging kambing pilihan.

Kekhasan dan cita rasa “Bakso Kepala Sapi” cepat merebak, hingga banyak pengusaha lokal berminat bekerjasama dengan Anggara, pria kelahiran Purwokerto, 25 September 1984. Sukses dengan cabang sebelumnya. di Kebonpedes, Bogor, ia kemudian membuka cabang di Mayor Oking, Cibinong. Cabang kedua di Bogor ini dijalankan melalui pola kemitraan investor lokal.

Kesempatan kerjasama tersebut dilakukan agar baksonya bisa lebih dikenal sampai pelosok Bogor, merajai Bogor, bahkan menembus pasar nasional.

Melihat animo masyarakat dalam menikmati baksonya, serta minat pengusaha untuk bekerjasama, Anggara pun seolah mendapal angin segar dalam upaya mengembangkan dan menduplikasi usahanya. Seperti angannya untuk lebih memperkenalkan “Bakso Kepala Sapi” sampai ke pelosok Bogor, ia pun mengembangkan usahanya dengan cara franchiae. Menurut dia, cara seperti itu sangat efektif karena merekrut investor untuk permodalan sedangkan dia hanya memborl “brand” usahanya. Jadi, tak harus khawatir usaha akan bangkrut, sebab usahanya dilakukan jaringan.

Karena pakai kepala sapi dan bukan paha sapi seperti kuah bakso pada lazimnya, kuahnya menjadi rendah kolesterol ‘Biasanya pada kuah bakso yang lain, lemak selalu menumpuk di atas. Kuah BKS, lemak hampir tidak ada.

 perjuangannya untuk menjadi pengusaha muda yang sukses di bisnis bakso dihadapinya tanpa pantang menyerah. “Kalau tidak begitu mungkin saya tidak banyak belajar. Perjuangan sekeras apapun akan saya lakukan untuk mewujudkan impian menjadi pengusaha muda yang sukses. Sepertinya itu akan segera menjadi kenyataan,” ujarnya.

Meski sukses dalam bisnis, ternyata penyuka motor gede ini harus bekerja keras untuk menyelesaikan kuliahnya. Pemuda yang gemar tampil plontos ini ingin segera menyelesaikan kualiahnya karena beberapa alasan. Pertama, untuk menyenangkan hati orangtuanya, Rachmanto Srie Basuki dan Anie Asmara. Kedua, untuk memenuhi tuntutan calon mertua. Ia juga masih ingin menambah ilmu bisnisnya dan menaruh minat untuk berkecimpung di bisnis properti.