Minggu, 29 April 2012

STARBUCKS COFFE, Contoh Sukses Memaksimalkan Warung Kopi


Diawali dari kerjasama tiga sa­habat, trio guru bahasa Inggris Jerry Baldwin, guru sejarah Zev Siegel, dan penulis Gordon Bowker pada 1971 di Seattle, Washington, Amerika Serikat. 

Seorang salesman plastik Howard Schultz memang bertekad kuat. Tahun 1981, Howard Schultz menyadari plastik digunakan oleh Starbucks berasal da­ri perusahaannya, Hammarplast. Howard Schultz akhirnya bergabung ke Starbucks. 

“Secangkir kopi satu setengah dollar? Gila! Siapa yang mau? Ya am­pun, apakah Anda kira ini akan ber­hasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah me­­ngeluarkan satu setengah dolar untuk kopi,” itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang diterima Howard, saat mencetuskan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks. 

Dalam buku otobiografinya yang di­tu­lis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It. Bagaimana Starbucks membangun sebuah Per­usaha­an secangkir demi secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia merintis “cangkir demi cangkir” dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia. 

Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah per­usaha­an bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat giat mempelajari tentang kopi yang berkualitas. 

Howard pun memutuskan berga­bung dengan Starbucks, yang kala itu ba­­ru berusia 10 tahun. Ia pun segera bi­sa dekat dengan Jerry Baldwin. Sa­yang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru.  Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks. 

Suatu ketika, Howard Schultz da­tang dengan ide cemerlang. Ia men­de­sak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang ter­je­rumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan. 

Howard pun lantas bertekad men­diri­kan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian mem­buatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian ke­seharian yang harus dihadapinya. 
Impiannya terwujud, bahkan de­­ngan uang yang terkumpul dari usahanya, ia berhasil membeli Starbucks dari pen­­dirinya. Namun, kerja keras itu tak ber­henti dengan terbelinya Star­bucks.

“Anda harus sangat sabar dalam menghadapi penderitaan! Anda harus bekerja begitu keras dan memiliki an­tusias­­me yang begitu besar terhadap suatu hal sehingga hal-hal lain dalam hidup anda terpaksa dikorbankan.” ujarnya.
 Saat terjadi akuisisi, ia mendapati ba­nyak karyawan yang curiga dan me­­­mandang sinis perubahan yang di­bawanya. Tetapi, dengan sistem ke­­ke­­luargaan, ia merangkul karyawan dan bah­kan memberikan opsi saham se­hing­ga sense of belonging karyawan makin tinggi. Dibantu dengan CEO yang diperbantukannya, Orin C Smith, Ho­ward berhasil mengembangkan per­usahaannya ke banyak negara.

Berpikir Positif Pada Hidup
Howard Schultz dikenal pekerja keras dan mengutamakan disiplin. Salah satu yang kebiasaan uniknya adalah tidak tidur malam lebih dari empat jam dan teratur bersepeda (olahraga). Ini di­anggapnya mendukung kesuksesan-ke­suksesan dalam hidupnya.

Lahir pada tahun 1952 di Seattle, Amerika Serikat. Howard Schultz la­hir dalam keluarga yang sederhana, na­­mun mempunyai pandangan yang baik tentang kehidupan. Namun nasib Howard Schultz cukup bagus karena dapat melanjutkan pendidikan hingga universitas. 

Untuk membantu biaya sekolahnya, Howard Schultz melakukan kerja sam­pingan. Pekerjaan Howard Schultz ti­dak menetap dan sering gonta-ganti pe­kerjaan. Hingga akhirnya Howard Schultz bekerja di perusahaan Perstop yang merupakan produsen peralatan dapur, hingga menjadi pimpinan di per­usahaan tersebut. Howard Schultz mempunyai hobi melancong ke luar kota dan bahkan ke negara lain sambil mengamati karakter dari orang-orang yang dia singgahi. Pada tahun 1963, Howard Schultz melancong ke kota Milan, Italia. Ketika bersantai di kota itu, tiba-tiba terbersit ide birlian untuk bisnis kopinya. 

Inspirasi ini muncul ketika dia me­nya­dari bahwa di Milan hampir di se­tiap blok ada warung kopi, yang tidak ha­nya rasanya yang nikmat namun juga pelayanannya sangat ramah dan memuaskan pelanggan. Inilah ke­­mudian yang dikembangkannya ke­mudian hari di Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan layanan dengan ke­ramahan pada konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Howard te­rus berekspansi hingga terus menjadi ke­dai kopi terbesar.

“Saya ingin bertanggung jawab atas takdir saya sendiri. Mungkin itu ke­­lemahan saya, yang selalu bertanya-ta­nya apa yang akan saya lakukan berikutnya. Tak pernah ada kata cukup,” ujarnya. Howard juga menyarankan siapa­­pun untuk tidak berhenti bermimpi. “Ambil risiko lebih banyak. Bermimpilah lebih sering. Gantung harapan lebih tinggi. Bersikaplah lebih bijaksana.” pe­sannya. 

Sejarah Panjang Jualan Kopi
Setelah bertahun-tahun, kini Star­bucks Corporation bisa dikatakan se­bagai perusahaan kedai kopi terbesar di dunia di 44 negara. Starbucks men­jual kopi, minuman panas berbasis es­presso, minuman dingin dan panas lainnya, makanan ringan, serta cangkir dan biji kopi. Melalui divisi Starbucks Entertainment dengan merek Hear Music, perusahaan ini juga memasarkan buku, musik, dan film.
Sejak pertama kali dibuka di Seattle, Starbucks tumbuh dengan sangat cepat. Pada tahun 1990-an, Starbucks banyak mem­buka kedai baru. Pertumbuhan ini terus berlanjut sampai tahun 2000-an. Pada akhir Maret 2008, Starbucks telah memiliki 16.226 kedai, 11.434 di antara berada di Amerika Serikat.

Na­mun pada 1 Juli 2008, Starbucks meng­umumkan bahwa mereka akan menutup 600 kedai dan memotong rencana pertumbuhannya di Amerika Serikat, dikarenakan melemahnya kon­disi ekonomi.
Pada tahun 1992, Starbucks se­be­narnya sudah menjadi perusahaan pu­blik yang diperdagangkan, dan memiliki 165 outlet. Pada tahun 1996, dibuka toko pertama non-Amerika Utara di Tokyo. Pada tahun 1998, diperpanjang dalam batas-batas dari Britania Raya, membeli 60 toko kopi Seattle Perusahaan dan rebranding me­reka sebagai Starbucks. Selain itu, mengambil alih Seattle’s Best Coffee, Torrefazione Italia dan Diedrich Coffee.

Akhir Juli 2008, Starbucks juga mem­­­ber­hentikan 1.000 lebih pe­ga­wainya. Star­bucks menutup lebih dari 75 per­­sen gerainya di Australia. Starbucks sen­diri sebelumnya memiliki sekitar 84 gerai di Australia. Penutupan tersebut mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap hampir 700 tenaga kerja. Selain di Australia, Starbucks ju­ga menutup sekitar 600 gerainya di AS. Penutupan dan pemberhentian kerja ini merupakan akhir dari pertumbuhan pesat Starbucks yang dimulai pada tahun 1990-an. 

Starbucks kini dapat ditemukan dibanyak negara. Tiga puluh tahun se­telah berdiri Starbucks membuka outlet pertamanya di Indonesia di Plaza Indonesia, Jakarta. 



Rabu, 25 April 2012

COCA - COLA Awalnya diproduksi dengan Klaim bisa Menyembuhkan Penyakit


Diciptakan pertama kali di bulan Mei 1886, oleh Dr. John S. Pemberton di Atlanta,  Georgia. Nama "Coca-Cola sebenarnya merupakan ide dari Frank Robinson,  yang menjadi pemegang pembukuan Dr. Pemberton, yang kemudian menggambarkannya dalam bentuk teks script yang melayang, yang menjadi sangat terkenal hingga saat ini.

NamaCoca-Cola sendiri sebenarnya berasal dari campuran bahan minuman tersebut yaitu stimulant cocaine, yang dicampur dengan kola nuts (yang  merupakan bahan caffeine). Percaya atau tidak, awalnya Dr. Pemberton mengklaim bahwa  ;  Coca-Cola dapat menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk morphine addiction,  ; dyspepsia, neurasthenia, sakit kepala, dan impotensi dan dijual seharga 5cent per gelas. Pemberton terinspirasi atas kesuksesan cocawine Perancis Vin Mariani, yang dibuat oleh Angelo Mariani.


Penjualan pertama dilakukan di Atlanta, Georgia di sebuah farmasi bernama Jacob  Pharmacy pada tanggal 7 Mei 188, dan dalam delapan bulan pertama, terjual sebanyak  sembilan minuman setiap harinya. Dr. Pemberton memasang iklan pertama kali pada  tanggal 29 Mei di Jurnal Atlanta untuk produk minuman. Total penjualan yang berhasil  dilakukan oleh Dr. Pemberton pada tahun pertama sebanyak $50, namun pengeluaran  pada tahun tersebut mencapai $70, sehingga mengalami kerugian saat itu. Kini, produk  Coca-Coladikonsumsi lebih dari 834 juta per hari.

Tahun 1887, Dr. Pemberton menjual sebagian saham perusahaannya kepada Asa Griggs Candler, yang menjadikannya sebagai sebuah perusahaan berbadan hukum Coca Cola Corporation di tahun 1888. Di tahun yang sama, Pemberton menjual sahamnya kedua kalinya kepada tiga orang pebisnis, yaitu J.C. Mayfield, A.O. Murphey, dan E.H. Bloodworth.
Sementara itu, anak Dr. Pemberton, yaitu Charley Pemberton mulai menjual minuman buatannya sendiri. Hingga pada saat itu, ada tiga macam produk Coca- Cola yang dijual oleh tiga perusahaan yang berbeda, berada di pasaran.

Di tahun 1891, Asa Candler yang merupakan pemilik dari bisnis Coca-Cola yang telah dijalankannya selama lima tahun, berhasil mendapatkan $2.300, kemudian sempat mencoba beberapa jenis produk lainnya, namun kemudian menghentikan serta memfokuskan diri sepenuhnya pada minuman yang berhasil membuatnya menjadi seorang pebisnis yang sukses. Candler mendaftarkan trademark "Coca-Cola" pada kantor paten Amerika dan membayar dividen pertamanya sebanyak $20 di tahun 1893.

Candler secara pribadi selalu melibatkan diri dalam proses pencampuran setiap tetes sirup yang dibuatnya. Formula rahasia tersebut dikenal dengan sebutan "7X", dan hanya diketahui oleh beberapa rekanan yang sangat dipercaya. Dalam waktu tiga tahun kemudian, seiring dengan perkembangan dunia periklanan dan promosi saat itu, seperti penggunaan souvenir, kalender yang menampilkan gambar perempuan muda dan tidak terhitung berbagai hal yang baru, Coca-Cola berhasil menembus ke setiap negara bagian Amerika Serikat. Logo Coca-Cola menyebar dan dapat ditemukan di seluruh penjuru dinding di Amerika, yang bila dihitung secara kasar mencapai 2,5 juta kaki persegi.

Candler berhasil membuat masyarakat untuk mencoba minumannya dan mereka membelinya. Sejarah membuktikan bahwa apa yang dilakukannya benar yaitu dengan membentuk persepsi bahwa minumannya lebih dari sekadar suatu minuman bersoda. Pada saat itu juga, sebuah toko permen di Misissippi yang terkesan dengan besarnya permintaan terhadap minuman ini, mencoba membotolkan dan menaruhnya di depan tokonya. Idenya adalah seharusnya masyarakat bisa membawa minuman penyegar kemanapun mereka pergi. Tahun 1899, pembotolan skala besar dilakukan oleh dua orang Chattanooga, entrepreneur dari Tennesse, yang membeli hak untuk membotolkannya (seharga satu dollar) dan menjual Coca-Cola di seluruh Amerika Serikat. Apa yang dilakukan ini menjadi pelopor dari suatu jaringan produksi dan distribusi terbesar di seluruh dunia.

Tulisan Coca-Cola (spencerian script), biasanya disertai dengan kata "drink", mulai memenuhi sisi-sisi berbagai bangunan dan gudang di seluruh Georgia, segera setelah Coca-Cola Company terbentuk. Di tahun 1960an, saat dunia periklanan berubah dan arti lain dari periklanan mulai bermunculan,  Coca-Cola  pun mulai bergerak ke penggunaan metode-metode promosi yang lebih modern hingga kini.  
   
     Desain Botol  
  Sama populernya, botol   Coca-Cola  , yang disebut "Contour bottle" (botol berkontur) atau ada jugayang menyebutnya sebagai botol "hobble skirt" (pengikat kaki kuda) diciptakan tahun 1915 oleh seorang Swedia yang bekerja sebagai peniup gelas, Alexander Samuelson, yang berimigrasi ke Amerika tahun 1880an, yang bekerja sebagai manajer pada perusahaan The Root Glass Company di Terre Haute, Indiana, yang merupakan salah satu supplier botol  Coca-Cola .

Sehubungan dengan permintaan perusahaan  Coca-Cola , Samuelson membutuhkan waktu untuk memikirkan kemungkinan desain baru botol akibat produksi di pabriknya terhenti karena adanya angin panas. Samuelson terinsiprasi dengan kemungkinan desain baru berdasarkan bentuk kola nut atau coca leaf, dua bahan utama minuman ini. Samuelson lalu mengirimkan dua orang pekerjanya untuk melakukan riset bentuk dari dua objek tersebut, namun terjadi kesalahpahaman yang mengiring pekerjanya kembali dengan gambaran berbentuk cacao pod (kelopak biji buah coklat) sebuah bahan baku untuk pembuatan coklat, bukan  Coca-Cola .

Namun oleh perusahaan, kesalahan desain ini diterima dan botol tersebut diproduksi. Walaupun diproduksi, sungguh sulit untuk dipercaya versi ini dapat disetujui karena telah dipertimbangkan oleh banyak pihak yang berwenang.  Raymond Loewy seorang pencipta desain yang unik untuk kemasan kaleng dan botol  Coca-Cola  di tahun-tahun kemudian, saat itu masih berada di Angkatan Bersenjata Perancis pada tahun ketika botol tersebut diciptakan dan belum berimigrasi ke Amerika hingga tahun 1919. Sementara ada desainer lainnya juga pernah memberikan masukan untuk desain botol yang terinspirasi bukan dari bentuk biji coklat, tapi dari model pakaian mengembang jaman Victorian.  

   Coke  
  Pada bulan April 1985,   Coca-Cola   Corporation meluncurkan sebuah minuman yang direformulasikan, disebut dengan New Coke dengan suatu usaha pemasaran yang sangat intens untuk  mengenalkannya. New Coke hampir menjadi suatu kesalahan fatal dari suatu program pemasaran. Publik ternyata tidak menyukai formula baru tersebut dan menjadi tendangan yang sangat keras, sehingga perusahaan akhirnya memutuskan untuk kembali meluncurkan Coca-Cola dengan formula orisinalnya pada bulan Juli 1985 dengan bendera "Coca-ColaClassic." Tahun 1986, pasar New Coke hanya 3%; dan di tahun 1998, hampir tidak dapat ditemukan lagi di pasaran. Setelah itu pula, tulisan "classic" yang menyertai  Coca-Cola  mulai dihilangkan dari kemasan minuman yang kembali dalam rasa yang aslinya.




Sukses HOTEL HILTON diawali dengan WIraUsaha Losmen 5 kamar


Hilton dilahirkan pada 25 Desember 1887 di San Antonio, New Mexico. Ia anak kedua dari delapan bersaudara, dan anak lelaki pertama. Ayahnya, Augustus Hover Hilton, yang secara akrab dipanggil “Gus” dilahirkan di Oslo tahun 1854 dan telah berpindah ke Amerika Serikat pada tahun 1960-an

Beberapa lama Gus Hilton tinggal di Fort Dodge, Iowa, tempat kelahiran istrinya, Mary Laufersweiler, seorang keturunan Jerman. Ia terpesona oleh banyaknya kesempatan di Barat, dan karenanya ia menetap di Sorocco, New Mexico, dan kemudian di San Antonio. Ia mengerti kebutuhan para penambang batu bara dan orang-orang yang bepergian pulang-balik melintasi perbatasan Mexico, dan hal ini mendorong dia untuk membangun suatu toko serba ada.


Karier Hilton bermula ketika ia menjawab dengan tenang: Mengapa tidak menggunakan lima atau enam kamar di rumah kita dan mengubahnya menjadi ruang tidur, seperti hotel. Kota ini membutuhkan hotel. Mungking mula-mula kita tidak mempunyai pelanggan, tetapi ceritanya akan tersebar dan semua akan berjalan sendiri. Anak-anak perempuan dan Ibu dapat mengurusi dapur dan saya akan mengurusi bawaan para tamu.

Dengan mudah tiap kamar dapat menampung beberapa tamu. Dengan ongkos $2,50 sehari, saya pikir kita akan cukup beruntung. Sudah jelas, masalahnya adalah bagaimana menarik pelanggan. Inilah awal sutu masa kerja keras bagi Hilton. Ibu dan saudara-saudara perempuannya mengurusi hotelnya sendiri sedangkan dia dan ayahnya tetap bekerja di toko. Tetapi begitu toko tutup pada pukul 6 sore, Hilton makan malam sedikit, dan langsung tidur. 

Pada tengah malam ia bangun untuk menjemput orang-orang yang turun dari kereta api pada jam 1 dini hari. Ia mengurusi barang-barang mereka, mendaftar mereka, mengecek apakah segala kebutuhan mereka telah tersedia, seperti selimut, sabun dan handuk, mencatat sarapan yang mereka inginkan di pagi hari dan jam berapa mereka minta dibangungkan. Ia mengirimkan catatan tersebut kepada ibu, lalu kembali ke station untuk menyambut kereta jam 3 pagi. Bila penumpang terakhir telah mendapat penginapan, Hilton dapat tidur lagi, sekurang-kurangnya sampai jam 7 pagi. Pada jam itu ia bangun, mengurusi para tamu, lalu membuka toko mereka jam 8 pagi. 

Hanya dalam waktu enam minggu penginapan San Antonio sudah dikenal seluruh daerah itu, bahkan sampai sejauh di Chicago. “Kalau kamu harus singgah,” begitu kata orang, “pergilah ke San Antonio dan menginaplah di penginapan Hilton.” Suatu pelajaran penting telah didapatkan Conrad Hilton. Ia selalu bekerja keras dan lama untuk berhasil. Sampai kematiannya, ia berkata bahwa ia tidak mau dibayar sejuta dolar sebagai tukaran segala sesuatu yang telah dipelajarinya selama ini.


Keberhasilan “hotel” pertama Hilton memungkinkan dia menuntut pendidikan di New Mexico School of Mines pada tahun 1907. masa ini menandai suatu titik balik dalam hidupnya. Dalama waktu dua tahun, Gus sudah bangkit lagi. Ia mulai sibuk dalam usaha real estate di Hot Spring, New Mexico. Ia bermimpi tentang membuka sebuah bank, dan ia telah membeli tanah untuk membangun rumah. Tanah itu terletak di Sorocco, tempat berdirinya Chool of Mines. Hilton membenci kota itu. Ayahnya memberi dia pilihan untuk tetap di San Antonio dengan mengurusi toko, sementara seluruh keluarga berpindah ke Sorocco.

 Hilton tahu bahwa saudara-saudara perempuannya akan lebih mungkin berhasil di kota itu, maka ia setuju. Inilah awal masa magangnya dalam dunia bisnis. Tunjukkan sikap hormat kepada siapa saja yang anda hadapi. Prinsip ini membantu dia dalam menghadapi pemerintah Puerto Rico, yang telah menghubungi tujuh hotel Amerika untuk meminta mereka membuka satu hotel mewah di San Juana. Tidak satu pun hotel itu yang tertarik, dan menjawab dengan surat bisnis yang pendek tanpa keramahan dalam bahasa Inggris, Hilton memberikan jawabannya dalam bahasa Spanyol yang sempurna. Tentu saja suasana jadi sangat berbeda. Maka lahirlah rangkaian hotel Caribe-Hilton. 

Dalam urusan bisnisnya di luar negeri pun, Hilton menerapkan tiga prinsip seperti di dalam negeri: Tanamkan modal sendiri, Perlakukan bankir-bankir sebagai teman, Berikan pada manajer saham dalam perusahaan. Formula ini mencapai hasil yang baik ke mana pun ia pergi, karena cara ini tidak mengundang rasa tidak senang orang yang dihadapi di luar negeri. 

Hilton lebih suka menawarkan kemitraan kepada para investor luar dalam hotel-hotelnya. Mereka dibebani membeli tanahnya dan membiayai pembangunannya. Hilton memberikan bantuan teknis dan membantu pengoperasian hotel. Lalu kedua pihak menandatangani kontrak sewa bersama atau kontrak manajemen bersama. Personil, yang disaring dan dipilih dengan teliti dari tenaga setempat, diundang untuk meningkatkan kemahiran mereka di hotel-hotel Hilton di Amerika Serikat.

Hotel-hotel muncul di mana-mana di luar negeri. Maka didirikanlah Hilton International Corporation pada tahun 1948. Badan ini berdiri sendiri, terpisah dari badan induknya, tetapi Hilton memegang pimpinan sebagai presiden dan ketua direksi. Operasi hotel Hilton di luar negeri memenuhi dua cita-cita Hilton: pertama membantu orang Amerika berhubungan dengan bagian dunia yang lain sehingga membuat mereka lebih bertoleransi, dan kedua, dan kedua, hotel-hotel ini memungkinkan dunia lain mengenal Amerika dan warganya. 

Tokoh-tokoh terkenal membantu penyediaan dana bagi Hotel Hilton yang terdapat di mana-mana di luar negeri. Shah Iran dengan Yayasan Pahlavinya memiliki sebuah Hotel Hilton. Howard Hughes juga mempunyai hubungan dengan hotel itu lewat Trans World Airlines. Pada bulan Mei 1967, Hilton International menjadi suatu cabang TWA. Pada waktu itu, Hilton telah mengundurkan diri dari bisnis yang telah dibangunnya dengan modal seadanya.

Hilton akhirnya mempunyai waktu untuk menikmati hidup dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya di rumahnya di California. Walaupun ia tidak lagi menghendaki perjalanan keliling untuk melakukan pengawasan. Ia tidak pernah melewatkan perayaan inaugurasi. Di luar negeri, Hilton yang selalu menghormati tradisi setempat itu memberlakukan kebijaksanaan agar peristiwa-peristiwa gala ini mencakup adat naional dan cerita rakyat negara setempat.

 Walaupun dalam bisnis sangat sukses, dalam kehidupan pribadinya Hilton tidaklah begitu bahagia. Ia dan istri pertamanya, Mary Barron, mempunyai tiga anak laki-laki, Nick, Barron, dan Eric. Ketika anak terkecil lahir pada tahun 1933, Hilton sedang kehabisan tenaga akibat beban kerja keras. Perkawinannya berantakan. Selanjutnya ia kawin dengan Zsa-Zsa Gabar, tetapi perkawinan ini tak berumur panjang. Perkawinan ketiganya lebih tenang. Pada tahun 1976, pada usia 89 tahun, ia menikah dengan Mary France Kelly. Wanita itu berumur 20 tahun di bawah dia dan merupakan sahabat sejak lama.

Pria yang mempunyai visi ini telah mengukir namanya dalam sejarah. Pada tahun 1965, usaha perhotelan Hilton memiliki 61 buah hotel di 19 negara; dengan kata lain, usaha itu mencapai 40.000 kamar dan tenaga karyawan mencapai 40.000 orang. Hilton sendiri menguasai 30 persen dari penerimaan besar yang diperkirakan mencapai $500.000 juta lebih. Inilah gambaran jelas tentang prinsip Hilton : Percayalah kepada cita-cita Anda, tujuan Anda dan kepada Tuhan. Formula di atas merupakan ringkasan dari karier hebat Conrad Hilton, salah seorang raja perhotelan paling besar dan paling kaya di dunia



Selasa, 24 April 2012

Sukses Teh 'SOSRO' diawali dengan Pemasaran ke Ibukota


usaha ini bermula pada 1940. Saat itu, Sosrodjojo, ayah Soetjipto, memulai usahanya di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Slawi. Pada saat memulai bisnisnya, produk yang dijual adalah teh kering dengan merek Teh Cap Botol. Pemasarannya masih terbatas, hanya seputar Jawa Tengah saja. 

Sosrodjojo mulai memperluas bisnisnya. Pada 1953, dia berani merambah ke Jakarta. Saat itu, di Jawa Tengah, Teh Cap Botol sudah sangat terkenal. 

Sosrodjojo menggunakan strategi 'Cicip Rasa'. Dia membagikan contoh produk di ibukota. Dia datang ke pasar-pasar untuk memperkenalkan Teh Cap Botol dengan cara memasak dan menyeduh langsung di tempat. Setelah seduhan tersebut siap, teh dibagikan kepada orang-orang yang ada di pasar. 

Namun, cara ini kurang berhasil karena teh yang telah diseduh terlalu panas dan proses penyajiannya terlalu lama, sehingga pengunjung di pasar yang ingin mencicipinya tidak sabar menunggu.

Sosrodjojo pun memutar otak. Ia tidak lagi menyeduh teh langsung di pasar. Tetapi teh dimasukkan dalam panci-panci besar yang selanjutnya dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Lagi-lagi cara ini kurang berhasil karena teh yang dibawa, sebagian besar tumpah dalam perjalanan.

Akhirnya muncul ide untuk membawa teh yang telah diseduh itu dikemas ke dalam botol yang sudah dibersihkan. Ternyata cara ini cukup menarik minat pengunjung, karena selain praktis juga bisa langsung dikonsumsi tanpa perlu menunggu tehnya dimasak.

Pada 1969 muncul gagasan teh siap minum dalam kemasan botol. Pada 1970, teh dalam kemasan botol diproduksi masal. Setelah usaha ini pesat, pada 1974 keluarga Sosro mendirikan PT Sinar Sosro yang mengelola pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia. Bahkan, Sosro mengklaim, teh kemasan botol merupakan yang pertama di dunia.

Model botol untuk kemasan Teh Botol Sosro mengalami tiga kali perubahan, masing-masing pada 1970, pada 1972, dan terakhir pada 1974. Desain terkhir hingga kini masih dipertahankan.

***

Kini, sejak awal 1990, bisnis ini mulai dikelola oleh Generasi Ketiganya, cucu Sosrodjojo. Inovasi pun terus dilakukan. Mereka tak hanya memasarkan Teh Botol saja. Mereka merambah dengan teh aneka rasa, air minum dalam kemasan, hingga jus dalam kemasan.

Semua usahanya dikelola melalui dua perusahaan. PT Sinar Sosro, perusahan yang memproduksi Teh Siap Minum Dalam Kemasan. Produk-produknya adalah Tehbotol Sosro, Fruit Tea Sosro, Joy Tea Green Sosro, TEBS, Happy Jus, dan Air Minum Prim-A. Serta PT Gunung Slamat, perusahaan yang memproduksi Teh Kering Siap Saji. Produk-produknya adalah Teh celup Sosro, Teh Cap Botol, Teh Poci, Teh Terompet, Teh Sadel, Teh Sepatu, dan Teh Berko.

Pepatah ini disampaikan kepada saya oleh Soegiharto Sosrodjojo (terlahir Souw Hway Gie), perintis teh wangi Cap Botol yang kini merajai pasar minuman teh dalam botol. Seperti Djarum, pabrik teh wangi Cap Botol juga pernah ludes dimakan api. Tetapi Soegiharto bangkit kembali. Tidak seperti pabrik teh wangi lain yang "berkutat" di sekitar Tegal, Soegiharto merebut pasar Jakarta. Dengan keberhasilan menguasai Jakarta, pasar nasional hanyalah sebuah keniscayaan. Kemudian, dengan kedua adiknya-Soetjipto dan Surjanto-ia mengembangkan minuman teh yang dikemas dalam botol, dan kini Teh Botol Sosro adalah juara Indonesia.

Inovasi yang sempat "bikin malu" ini dikenang Soegiharto. "Awalnya karena saya sering malu disindir orang ketika melakukan propaganda cicip rasa ke konsumen. Saya dengar orang-orang bilang: namanya Teh Botol kok disajikan dalam cangkir?" begitu kata Soegiharto mengenang. "Dulu saya juga diketawain orang. Ngapain jual minuman teh dalam botol? Di warung-warung nasi kan teh disediakan gratis?"

Pada ulang tahunnya yang ke-75, Soegiharto memanggil kelima anaknya. Hari itu ia mengundurkan diri secara total dari kepengurusan dan kepemilikan. Ia bahkan tidak lagi menjadi komisaris. Seluruh kepemilikannya dibagi rata kepada lima anaknya. Hanya tiga anaknya-Peter, Joseph, dan Sukowati Sosrodjojo-yang duduk di puncak manajemen. Cucu-cucunya-generasi ketiga-masih terlalu muda untuk dilibatkan.

Obligasi Sosro yang sukses pada 2001 membuat mereka tampaknya mulai berpikir-pikir untuk menawarkan saham perdana. Apalagi karena perusahaan sudah terdiversifikasi ke industri perhotelan (Mercure Rekso di Jakarta dan proyek hotel berbintang enam di Pecatu, Bali), perkebunan teh, dan baru-baru ini memenangi waralaba McDonald's di Indonesia. Kini semua unit bisnis strategis itu tergabung dalam Rekso Group.



Minggu, 22 April 2012

Pendiri SAMPOERNA terbiasa Kerja keras sejak usia 11 tahun


Kisah sukses PT. Hanjaya Mandala Sampoerna bukan sebuah berkah yang begitu saja turun dari langit. Namun melalui rintisan dan perjuangan dari NOL oleh seorang Liem Seeng Tee. Pada tahun 1898 bersama ayah (Liem Tioe) dan kakak perempuannya. Seeng Tee yang dikala itu baru berusia 5 tahun, meninggalkan kampung halamannya di Provinsi Fujian (犏ć»ș), di daratan China bagian selatan menuju Surabaya (Hindia Belanda), untuk mencari pengharapan baru. Tentu saja dalam benaknya ia belum pernah membayangkan 30 tahun kedepan dia akan melahirkan perusahaan rokok berkelas dunia.

Tidak lama sesampainya di Hindia Belanda (Surabaya) ia harus dipisahkan dengan kakak perempuannya, karena sangat miskin, sehingga ayahnya harus rela anak perempuannya diadopsi sebuah keluarga di Singapura. Lantas 6 bulan setelah kedatangannya di Surabaya, ayahnya meninggal dunia karena penyakit malaria. Itu yang membuatnya harus mandiri sejak usia 5 tahun di negeri yang asing. Menjalani hidup sebatang kara Seeng Tee kecil akhirnya diangkat anak oleh seorang keluarga imigran Cina di Bojonegoro. Di kota kecil itu Liem tanpa pendidikan formal mulai untuk belajar meracik tembakau yang memang banyak ditanam di sana. Hasil racikannya ia jual secara asongan di kereta api yang datang dari Surabaya. Hingga umur sebelas (11) tahun Seeng Tee diasuh di keluarga tersebut. Setelah itu, dia hidup mandiri untuk menyambung kebutuhan hidupnya dengan menjajakan makanan kecil di dalam gerbong kereta jurusan Surabaya – Jakarta dengan cara melompat masuk pada malam buta. Kegigihannya dapat dibuktikan ketika Seeng Te muda pernah berjualan makanan kecil selama 18 bulan penuh tanpa istirahat sekalipun.

Pada tahun 1912, Liem berjualan arang dengan sepeda tua yang berhasil dibeli dari hasil selama menjual makanan kecil dalam gerbong kereta, berjualan arang itu lah yang mempertemukan dirinya dengan gadis Hokkian bernama Siem Tjiang Nio, yang kemudian di tahun yang sama menjadi pendamping hidupnya. Tidak lama setelah menikah, Seeng Tee mendapatkan pekerjaan sebagai peracik dan pelinting rokok di sebuah pabrik rokok di Lamongan. Dari situ Seeng Tee memperlihatkan kemampuan alaminya dalam meracik dan melinting rokok. Namun tidak lama kemudian, Seeng Tee berhenti dari pekerjaannya itu. Karena, sesungguhnya pasangan yang baru saja menikah ini, mempunyai mimpi besar manjadi sukses dengan ber-wiraswasta. Impian itu dirajutnya dengan usaha kecil-kecilan dengan membuka warung pinggir jalan di Kota Surabaya. Warung di Jln. Tjantian Podjok di Surabaya Lama yang disewa dengan tabungan hasil kerja Seeng Tee di pabrik rokok di Lamongan, dipakainya untuk berjualan makanan dan tembakau. Sementara itu, sambil membuka warung, Seeng Tee tetap meneruskan keahliannya dalam meracik tembakau dan dijualnya dengan kembali mengayuh sepeda keliling kota. Ternyata gayung bersambut, racikan tembakau-nya begitu banyak disukai oleh masyarakat maupun pejabat saat itu.


Setelah ekonomi keluarganya mulai stabil, Seeng Tee membeli rumah di Jl. Ngaglik, Surabaya untuk kemudian dijadikan home industri rokok kretek yang berbadan hukum dan diberi nama Handel Maastchpaij (HM) Liem Seeng Tee yang kelak berubah nama menjadi Handel Maastchpaij (HM) Sampoerna dan setelah kemerdekaan Indonesia perusahaan ini kembali dirubah menjadi Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna. Perusahaan kecil ini hanya mempekerjakan beberapa karyawan saja pada awalnya. Sangat sedikit dan sulit menemukan catatan sejarah pada periode ini, namun yang jelas usaha Seeng Tee semakin maju dan menemukan pasarnya.  Sejak awal Seeng Tee telah memimpikan dapat mempunyai rumah tinggal di dalam lingkungan pabrik. Ini supaya dia dapat dengan seksama mensupervisi semua aspek operasional pabrik, dan juga yang tak kalah mendasar adalah supaya anaknya bisa belajar langsung kegiatan usaha. Alasan lain yang tak kalah hebatnya adalah, Liem berusaha untuk mendekatkan diri dengan para manajernya, dengan adanya rumah tinggal di lingkungan pabrik, dia mampu mengajak para manajernya untuk makan siang bersama-sama, dan hal ini menjadi sebuah tradisi perusahaan.



Seeng Tee berkesempatan memamerkan keahliannya sebagai peracik tembakau yang sangat andal dengan memproduksi rokok dengan berbagai macam merek dagang seperti Dji Sam Soe (234), 123, 720, 678, Welkomm, Summer Place, Dapoean dan Djangan Lawan yang ditujukan bagi berbagai segmen pasar. Produk serta racikan unggulannya adalah Dji Sam Soe (234) yang membidik segmen pasar premium yang mana cita rasa,  logo dan kemasannya dipertahankan hingga sekarang.



Kesempatan besar yang kelak akan merubah nasib keluarga dan usaha rokok kreteknya datang menghampiri-nya di awal tahun 1916 ketika Liem Seeng Tee ditawari memborong berbagai macam jenis tembakau dari perusahaan rokok yang bangkrut dengan harga murah, dengan syarat pembelian tersebut harus dilunasi kurang dari 24 jam. Ia beruntung sekali, kesempatan tidak lepas dari genggaman-nya karena secara diam-diam istrinya telah menabung uang pada salah satu tiang bambu di warungnya dan ternyata tabungan tersebut lebih dari cukup untuk melunasi pembelian tersebut. Sejak itu Seeng Tee dan Tjiang Nio, isterinya, mencurahkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan bisnis tembakau. Usahanya mengalami kemajuan yang cukup pesat ketika jalan raya di depan rumahnya yang dijadikan tempat usaha diperlebar. Jalanan menjadi ramai dan pelanggan pun meningkat. Sayang, gubuk tempat tinggalnya habis dilalap api. Pasangan ini pun kembali jatuh-bangun bekerja keras membangun usahanya. Disini, suami-istri yang dikaruniai dua orang putra dan tiga orang putri ini tetap melayani pesanan rokok dengan aneka citarasa, menggunakan alat linting sederhana.


Dalam membesarkan usaha-nya, Seeng Tee walaupun tidak mengecap pendidikan formal yang tinggi dia memegang teguh “Falsafah Tiga Tangan”. Bagi-nya Ini adalah merupakan falsafah dasar untuk menuju kesuksesan antara tiga pihak – yaitu perusahaan, pedagang dan konsumen. Dengan bekerja bersama-sama secara win-win-win, dia yakin akan dicapai kepuasan dan keberuntungan bersama.



HM. Liem Seeng Tee lantas sekali lagi mencapai kesuksesan besar di tahun 1932, Seeng Tee berhasil membeli satu kompleks gedung panti asuhan dan gedung bioskop milik pemerintah Kolonial Belanda. Tempat tersebut lantas dialihfungsikan menjadi pabrik khusus pembuatan rokok kretek merk Dji Sam Soe (HM. Sampoerna), dan sampai saat ini tempat tersebut masih berdiri dan dijadikan sebuah museum untuk mengenang Liem Seeng Tee oleh pihak PT. HM Sampoerna, yang dikenal dengan nama House of Sampoerna.

Pada tahun 1942 lebih dari 1.300 orang karyawan bekerja dalam dua shift untuk memproduksi rokok  lebih dari tiga juta batang per minggu-nya. Industri-nya makin besar dan pasar DJI SAM SOE semakin kokoh, khususnya di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, di tahun yang sama Perang Dunia II sedang berkecamuk di Asia-Pasifik, sejarah mencatat di pertengahan tahun 1942, Jepang mendarat di Surabaya. Menurut berbagai sumber, kurang dari enam jam setelah kedatangan Jepang, Seeng Tee ditangkap dan dibawa ke Jawa Barat untuk menjalani kerja paksa, sementara keluarganya selamat dalam persembunyian. Tak diketahui ke mana larinya harta milik keluarga dan perusahaan. Perusahaan rokok HM. Sampoerna diambil alih oleh imperialis Jepang dan dijadikan tempat produksi rokok jepang, merk FUJI. Setelah Indonesia merdeka, harta yang tersisa tak lebih dari keluarganya sendiri dan merek dagang Dji Sam Soe. Sekali lagi, Seeng Tee menata kembali usahanya dengan mendirikan Hanjaya Mandala Sampoerna dan kembali melepas racikan masterpiece-nya, Dji Sam Soe ke pasar.

Sepeninggal Seeng Tee di usia 63 pada tahun 1956, tampuk pimpinan HM. Sampoerna beralih kepada dua orang putrinya, Sien dan Hwee, serta menantunya. Kesulitan besar pun menimpa dan acaman bangkrut pun di depan mata, karena di akhir tahun 1950 banyak  investor asing datang dan membangun industri rokok putih berteknologi linting mesin. Tentunya hal ini adalah pukulan telak bagi industri rokok tradisional, tak terkecuali bagi HM. Sampoerna yang masih menggunakan alat linting sederhana untuk memproduksi rokok. Sementara itu, dua orang putra Seeng Tee, Liem Swie Hwa dan Liem Swie Ling, yang pada awalnya diharapkan sebagai penerus tidak tertarik meneruskan usaha HM. Sampoerna. Si sulung, Swie Hwa membuka usaha perkebunan tembakau, sedangkan sang adik, Swie Ling membuka pabrik rokok bermerek Panamas di Denpasar, yang mana perusahaan tersebut diam-diam mulai mengancam pasar bagi Dji Sam Soe.



Di medio 1960 Liem Swie Hwa akhirnya meminta adiknya untuk mengambil alih HM Sampoerna. Gayung bersambut, Swie Ling menyanggupi, bahkan memindahkan pabrik Panamas ke Malang, tak jauh dari HM Sampoerna berada. Swie Ling, yang dikenal sebagai Aga Sampoerna adalah generasi kedua dari pemimpin HM. Sampoerna yang dengan kekuatan penuh menghidupkan kembali HM Sampoerna sesuai dengan semangat besar ayahnya untuk menjadikan perusahaanya “Raja Tembakau”.




Itulah awal kebangkitan baru HM Sampoerna. Di tangan Aga Sampoerna perusahaan berkibar. Putera kedua Aga, yaitu Liem Tien Pao atau yang dikenal dengan Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi HM Sampoerna pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, HM Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan modern dan memulai masa investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT HM Sampoerna memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia dan mencatatkan perusahaan nya dalam sejarah sebagai pabrik rokok terbesar ke-3 sedunia dan ke-4 tertua, tentunya  Putera membawa PT. HM. Sampoerna melangkah lebih jauh dengan terobosan-terobosan yang dilakukannya, seperti perkenalan rokok kretek filter bernikotin rendah, Sampoerna A Mild di akhir 1980 dan dikenal dengan iklan-iklan yang unik dan ekspresif serta ekspansi bisnis oleh Putera setelah ayahnya, Aga Sampoerna meninggal di tahun 1994, melalui kepemilikan di perusahaan waralaba Alfamart di pertengahan 1990 untuk menunjang penjualan ritel, dan tentunya untuk suatu saat, dalam bidang perbankan dan otomotif dengan menanam saham di PT Astra International Tbk, periode 1995-1997 walaupun langkah tersebut tidak membuahkan hasil.



Dengan masuknya Michael Joseph Sampoerna, si bungsu, sang putra mahkota yang punya hobi main poker, generasi ke-4 dari keluarga Liem Seeng Tee ke dalam jajaran direksi PT.HM Sampoerna, Tbk pada tahun 2000. Ekspansi bisnis tidak begitu saja berhenti, lantas terus digenjot dan dinasti tembakau berusia 90 tahun tersebut mulai merambah lahan agrobisnis (PT. Sampoerna Agro), telekomunikasi (PT. Sampoerna Telekom) serta Transmarco, Ltd. Yang bermarkas di Singapura serta bisnis percetakan PT Sampoerna Printpack, dan untuk melengkapi semua itu terdapat pula bisnis gaya hidup seperti pada café & resto House of Sampoerna serta kepemilikan rumah judi terkenal di London, Les Ambassadeur atau Les A dan Mansion, perusahaan online gambling internasional yang mulai dirintis semenjak diakuisisi-nya PT. HM Sampoerna, Tbk. ke pangkuan perusahaan rokok terbesar di dunia Phillip Morris pada Maret 2005.

Usaha keluarga yang telah dilakoni oleh 4 generasi dalam satu dinasti “kerajaan tembakau” selama lebih dari 90 tahun telah membuahkan hasil Rp. 18.6 triliun pada saat Putera Sampoerna memutuskan untuk melepas perusahaan rokok yang telah dirintis oleh kakek-nya, Liem Seeng Tee, kepada perusahaan rokok terbesar dunia asal Amerika, Phillip Morris di bulan Maret 2005. Memang keputusan tersebut cukup menggemparkan jagat bisnis Indonesia, dan suka tidak suka semua mata tersorot kepada satu keluarga, keluarga Sampoerna. Dengan uang Rp. 18.6 triliun? Tunai! Tentu saja dapat dihitung dengan jari, mana saja keluarga yang mampu mengantongi uang sebegitu besar jumlah-nya.

Tanpa harus bekerja pun, Putera dan keluarga-nya lebih dari mampu dan sanggup untuk membiayai hidup dengan sangat mewah. Katakanlah, dengan asumsi semua uang nya didepositokan dengan bunga 5% per annum, mereka masih mengantongi Rp. 77 miliar per bulan nya. Saya rasa dengan jumlah uang ini lebih dari cukup untuk mencicipi hidup mewah a la raja. Namun, dapat dipastikan bukan gaya hidup semacam itu yang diimpikan oleh Liem Seeng Tee beserta keturunannya, dengan darah pengusaha dan jiwa entrepreneur yang kuat, mereka pasti ingin


Sabtu, 21 April 2012

Sukses Mahasiswa Membesarkan FORUM KASKUS


Yang paling patut dibanggakan, forum ini adalah murni karya anak bangsa. Bahkan kesuksesan dari Kaskus ini sempat membuat Google ingin membelinya seharga USD 50 juta atau setara dengan 475 miliar rupiah.

Sejarah berdirinya Kaskus
Awalnya situs ini dibuat oleh Andrew Darwis untuk tugas kuliahnya pada 6 November 1999, dimana saat itu ia mengambil jurusan Multimedia & Web Design, Art Institute of Seattle, Amerika Serikat. Saat itu, teman-teman sekelasnya umumnya membuat situs pribadi untuk memamerkan kegiatan outdoor atau hobi mereka masing-masing.

Andrew mengaku tidak bisa membuat situs serupa dikarenakan mengaku tidak piawai di lapangan olahraga atau memiliki hobi outing. Karena menyadari keterbatasannya itulah ia akhirnya memutuskan untuk membuat portal berita yang dilengkapi dengan forum komunikasi.

Pria yang sekarang akrab dipanggil Mimin oleh anggota Kaskus ini lantas memutuskan untuk membesarkan forum ciptaannya menjadi portal berita dan forum komunitas mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat, khususnya di Seattle. Namun ia merasa kesulitan mencari berita dari Indonesia.

Namun sekali lagi, keterbatasan yang menimpa Andrew membuatnya mengambil keputusan yang benar, yakni keputusan untuk fokus ke forum komunitas. “Cocok dengan nama Kaskus yang berarti kasak-kusuk atau ngegosip. Lumayan, member awalnya hanya 10 orang teman sendiri,” kata Andrew Darwis.

Dikenal sebagai situs porno
Dalam waktu singkat, Kaskus pun berkembang menjadi forum yang memiliki banyak member. Tidak heran karena member yang mendaftar saat itu menganggap Kaskus sebagai situs porno. Ketika itu, forum BB17 (buka-bukaan 17) yang mempertukarkan gambar-gambar panas dan cerita dewasa memang menjadi salah satu daya tarik utama untuk mengunjungi dan menjadi member Kaskus.

Forum kontroversi ini akhirnya ditutup pada 2008 ketika diberlakukan UU Informasi dan Transaksi Elektronika. “Padahal BB17 itu hanya sebagian kecil dari Kaskus. Daripada nila setitik rusak susu sebelanga, ya sudah, kita tutup saja forum tersebut,” tambah pria yang minus 1,5 ini.

Fight Club, ajang komunikasi berbau SARA
Selain BB17, forum Fight Club pun termasuk forum kontroversial. Alasannya karena forum yang didirikan khusus untuk berdebat tanpa kontrol seringkali menyangkut SARA.

Fight Club lalu diubah namanya menjadi Debate Club sejak UU ITE diberlakukan. Meski memiliki fungsi yang sama sebagai tempat untuk berdebat, Debate Club lebih memperketat kontrol komunikasi. Setiap thread baru yang dibuat user terlebih dahulu disensor oleh moderator. Bila dianggap tidak layak dan membahas SARA, maka thread itu akan dihapus.

Ubah tampilan, konflik internal
Untuk menghapus citra negatif Kaskus sebagai media underground dan situs porno, Kaskus mengubah tampilannya pada tanggal 17 Agustus 2008. Tampilan baru Kaskus dibuat penuh warna. Selain itu, Kaskus juga menambahkan fitur-fitur baru seperti blog dan Kaskus WAP.

Pada tahap ini, banyak member Kaskus yang mengeluhkan tampilan baru yang dinilai kurang nyaman, meski sekarang sudah tidak pernah terdengar lagi. Menurut admin saat itu, tampilan hanyalah soal kebiasaan.

Forum Jual Beli jadi unggulan
Meski awalnya Andrew sempat khawatir penutupan program BB17 akan mengurangi jumlah anggotanya yang ketika itu sudah mencapai lebih dari 300 ribu orang, namun ternyata kekhawatirannya itu tidaklah terbukti. Member malah naik 300 persen karena setelah tidak ada BB17, perempuan bersedia jadi member Kaskus.

“Dulu waktu masih ada forum BB17, member perempuan sedikit sekali,” tutur Master of Computer Science di Seattle University ini. Hingga kini, forum jual beli menjadi forum favorit di Kaskus. Dalam forum jual beli (FJB) ini, member dapat menjual dan membeli barang tanpa batas, termasuk jual beli organ tubuh seperti ginjal.

Rata-rata seribu transaksi setiap hari. “Saya sendiri pernah pesan ikan asin dari member di Kalimantan seharga Rp 30 ribu,” ungkap Andrew Kaskus.

Merekrut saudara sendiri
Untuk menambah member di Indonesia, Andrew lalu merekrut sepupunya, Ken Dean Lawadinata dan sahabatnya, Danny, untuk menjadi moderator forum di Indonesia. Ken kini menjadi chief excecutive officer (CEO) Kaskus, sedangkan Danny menjadi chief marketing officer (CMO) Kaskus.

Bongkar tabungan untuk modal Kaskus
Modal awal Kaskus ketika didirikan hanyalh biasa sewa server sebesar USD 7 per bulannya. Andrew dan sejumlah temannya pun akhirnya patungan menyuntikkan modal sebesar Rp 800 juta untuk kebutuhan server dan operasional yang semakin membesar. Bahkan ia pun sempat patungan lagi biaya launching besar-besaran yang menghabiskan Rp 300 juta.

Andrew bahkan membongkar tabungannya yang didapat ketika bekerja sebagai karyawan di perpustakaan dan di sebuah laboratorium komputer di Amerika. “Kerjanya nggak teknis komputer. Malah lebih ke beres-beres komputer, isi tinta, kertas printer. Ya, begitu-begitu saja,” tutur Mimin.

Susah dapat kerja
Andrew lalu mendapat pekerjaan di kota yang sama di perusahaan web design Thor Loki selama tiga tahun dengan gaji hanya sebesar USD 1.500 per bulan begitu kuliahnya selesai. Standar gaji web design kala itu minim USD 3.000, namun berhubung Andrew susah mendapatkan pekerjaan, akhirnya ia mengambil pekerjaan itu.

Sambil bekerja, Andrew pun melanjutkan kuliah S-2 di Seattle University untuk jurusan Computer Science. Setelah lulus, Andrew pun pindah kerja dengan membangun portal musik, lyrics.com.

Pulang ke Indonesia, tidak digaji setahun
Pria kelahiran 1979 itu akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia pada 2008 untuk membesarkan Kaskus. Padahal saat itu ia sudah mempunyai pekerjaan yang lumayan, bahkan gajinya cukup untuk kredit rumah dan mobil.

Setahun pertama setelah berada di Indonesia, Andrew menelan pil pahit dengan tidak menerima gaji selama setahun. Ini disebabkan Kaskus baru bisa mendapat pemasukan dari iklan pada awal 2009 atau setahun setelah resmi di-launching.

“Dulu sulit sekali mengajak klien beriklan di internet. Saya sampai selalu ikut orang marketing ke setiap klien yang kita temui,” katanya.

2008 berpendapatan Rp 2 -3 miliar per bulan
Kini Kaskus pun memiliki 35 karyawan. Meski Andrew enggan membuka rahasia penghasilan iklan dari Kaskus, namun pada akhir 2008, rata-rata pendapatan iklan Kaskus mencapai Rp 2 – 3 miliar per bulan. “Dulu kendaraan operasional perusahaan itu angkutan umum. Sekarang sudah punya satu mobil meski kantornya masih sewa,” tutur Andrew lantas tertawa lagi.

Dilirik Google dan Yahoo!
Dengan trafik dan pageviews yang tinggi, forum yang kini memiliki member lebih dari 1,82 juta orang dengan total post lebih dari 188 juta ini pun telah lama menjadi incaran Google dan Yahoo! yang dikabarkan telah menawar Kaskus sebesar USD 50 juta atau sekitar Rp 475 miliar.

Tawaran itu ditampik mentah-mentah oleh Andrew. Mengapa ia menolaknya? Pria kelahiran 20 Juli 1979 ini mengatakan meski nilai tawaran yang datang kepadanya sangat besar, namun ia harus melihat visi dan misi perusahaan yang membelinya. “Kalau ternyata visi misinya beda, lebih baik tidak dijual,” ungkapnya.

Menjadi situs nomor satu di Indonesia karena loyalitas penggunanya
Kaskus kini tercatat sebagai situs nomor satu di Indonesia. Bukan hanya sebagai forum jual beli dan forum komunitas biasa, namun Kaskus sudah menjadi portal berita yang ter-update. Berita yang baru saja tersiar di televisi, bisa jadi sudah ada di Kaskus saat itu juga, bahkan mungkin lebih cepat.

Tidak heran jika Kaskus bukan hanya menjadi rujukan bagi penggemar berita, karena kategori yang disediakan sangatlah banyak. Dari penggemar anime, game, fotografi hingga sekadar obrolan ringan (the Lounge) pun tersedia. Besarnya Kaskus pun tidak luput dari loyalitas member yang bersedia berbagi meski tidak mendapat bayaran sepeser pun.

Member yang merasa mendapatkan manfaat dari member loyal, akhirnya berbalik menjadi member loyal yang berusaha memberikan kontribusi ke Kaskus yang akhirnya merekrut member baru yang berpotensi menjadi member loyal yang baru, siklus dari mulut ke mulut yang membuat Kaskus semakin besar saja.


ref

Diawali dari Industri Rumah di Surabaya, LA TULIPE mulai berjuang merambah Pasar Luar Negeri


Bermula dari skala rumahan, bisnis kosmetik ini membesar hingga melibatkan ribuan karyawan. Bagaimana kisahnya?

Pertengahan Juni 2011. Suasana di Grand Ballroom Hotel Mulia, Senayan, malam itu begitu semarak. Di ruang tengah dilangsungkan peragaan tata rias komestik menampilkan berbagai tren warna terkini. Setidaknya ada 26 ahli tata rias yang memamerkan kreasi mereka menggunakan tren kosmetik terbaru. Di antara mereka ada ahli tata rias avant garde, pengantin internasional, fancy, modifikasi serta lukis tubuh yang sudah dikenal secara nasional. Mereka mengusung tema untuk musim semi/panas 2011 yang berkisar pada warna-warna oranye, merah muda, emas, cokelat ungu, dan koral pada eyeshadow, blush on dan lipstik. Semua ahli tata rias malam itu menggunakan kosmetik yang sama: La Tulipe dan LT Pro.

Kemeriahan acara peragaan tata rias komestik itu tak lain merupakan bagian dari event PT Rembaka untuk memberikan apresiasi kepada para ahli tata rias yang telah menggunakan produknya secara terus-menerus. Selain itu, ajang tersebut juga menjadi manifesto sukses perjalanan produsen kosmetik asal Surabaya itu dalam mengarungi bisnis kosmetik yang begitu ketat persaingannya. Mereka berhasil membesarkan nama La Tulipe di kalangan konsumen, khususnya pengguna produk make-up dan skin care.

Dalam konteks ilmu pemasaran, mungkin La Tulipe bisa dirujuk sebagai contoh tepat sebuah merek yang sukses menasional dengan model penetrasi flanking strategy: dimulai dari daerah pinggiran, kemudian merangsek ke pusat. Ia dimulai dari sebuah home industry kecil di Surabaya, lalu pelan-pelan melebarkan pasar dari daerah ke daerah hingga kemudian berkembang, dan kini sudah menjadi merek nasional yang total melibatkan 5.000 karyawan.

Usaha kosmetik berbendera PT Rembaka ini dirintis Indro Handojo (almarhum), seorang dokter bidang patologi klinik yang belajar autodidak tentang ilmu dermatologi di Surabaya. “Papa suka mencoba hal-hal baru, selain tekun dan rajin. Beliau ingin mendirikan perusahaan kosmetik sendiri, makanya tahun 1980-an memulai dari home industry. Ngracik sendiri,” tutur Anthonius Prabowo Handojo (33 tahun), putra Indro yang kini didapuk menjadi Manajer Operasional PT Rembaka.

Produk kosmetik yang pertama dibuat adalah pembersih dan penyegar. Setelah itu, menyusul produk pelembab. Proses produksinya belum memakai mesin alias manual. Indro – wafat awal 2011 – dibantu lima anak buah yang bekerja dengan peralatan seadanya, yang penting higienis. “Papa mengulek dan meracik sendiri resep agar sesuai dengan kulit orang Indonesia,” Anthonius yang lulusan University of Wollongong Australia ini menceritakan kiprah ayahnya. Untuk itu, ayahnya rajin membaca literatur tentang kosmetik dan sering mengikuti seminar dan kongres tentang kulit. Pada tahap awal, produksinya tidak banyak. Sebulan kira-kira memproduksi 1 boks (50 botol).

Dalam memasarkan produknya, sejak awal Indro sudah menggunakan merek La Tulipe. Tulip adalah nama bunga dari Belanda, sebagai penanda kecantikan wanita negeri itu. Sementara kata “La” berasal dari bahasa Prancis yang artinya sama dengan “the” dalam bahasa Inggris. “Pakai bahasa Prancis, karena Prancis merupakan barometer kecantikan dunia,” Anthonius, yang biasa dipanggil Thoni, menjelaskan sejarah merek perusahaan keluarganya.

Cara komunikasi pemasaran saat itu masih sederhana. Di sela-selah praktik dokter di rumah — Jl. Raya Gubeng 61, Surabaya — Indro memperkenalkan produknya ke calon pelanggan yang datang. Rupanya, cara promosi dari mulut ke mulut itu cukup manjur. Terbukti, tak sedikit kaum Hawa yang mengonsultasikan masalah kulit wajah kepadanya. Tidak hanya itu, kebanyakan dari mereka ternyata juga cocok dengan produk hasil racikannya. Tak mengherankan, pelanggan makin banyak, juga jumlah produksinya. Karyawan bertambah menjadi 10-an orang pada 1982-an. Bahkan pada 1985, berhasil memindah tempat produksi ke lahan yang lebih layak di daerah Prapen (Surabaya). Meski demikian, status tanahnya belum hak milik, masih sewa.

Russy Nikawati, karyawan yang bekerja di PT Rembaka sejak 1985, menjelaskan, meski pindah ke Prapen, lokasinya tetap masih kecil. Produksi menempati rumah tipe 120 dengan 10-an karyawan. Di Prapen, awalnya belum memproduksi menggunakan mesin. “Kami akrab semua di sana. Kalau ada bahan baku timun datang, ya kami makan sebagian ha-ha-ha…. Begitu pula kalau ada tomat atau bengkuang. Kami sering rujakan bersama-sama,” Russy menceritakan suasana sederhana di awal perintisan bisnis. Untuk pemasaran, waktu itu mengandalkan toko di Pasar Atom Surabaya dan dua tenaga beautycian yang melakukan demo promosi.

Setelah beberapa tahun melakukan produksi di Prapen, Indro akhirnya bisa membeli mesin sendiri walau bukan mesin baru. “Kami beli mesin kosmetik second dari Taiwan dan Jerman, dari salah seorang pengusaha di Surabaya,” kata Thoni. Dari situ produksi juga mulai bisa ditingkatkan untuk memenuhi permintaan. Rata-rata per bulan bisa memproduksi sebanyak 1 mobil boks. Selain itu, juga menambah 1-2 varian produk baru, yakni skin care, produk tata rias panggung, tata rias wajah dan tata rias fantasi.

Cara promosi juga mulai ditingkatkan dengan merambah program yang belum dilakukan. Antara lain, mengikuti lomba tata rias, baik taraf nasional maupun internasional. “Kami pernah meraih gelar sebagai Juara Umum Lomba Tata Rias Tingkat Nasional 1987 dan Juara Tingkat ASEAN 1987,” ujar Thoni. Promosi juga dilakukan dengan demo produk di instansi pemerintah, ibu-ibu Dharma Wanita dan Bhayangkari, serta organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Cakupan pasarnya masih mayoritas di Surabaya dan sekitarnya.

Yang membuat segenap pengelola optimistis usahanya bisa berkembang, mereka melihat respons pasar cukup baik. “Terus terang kami sendiri tidak tahu apa penyebab produk buatan Papa kok begitu diserap pasar. Yang saya dengar, produk-produknya cocok untuk kulit di daerah tropis. Inilah yang menjadikan permintaan terus meningkat. Produk kami benar-benar bermanfaat sehingga makin lama makin dicari orang,” ungkap Thoni.

Karena penjualan terus meningkat, akhirnya tempat produksi di Prapen tidak mencukupi lagi. Lebih-lebih, saat itu Indro sudah berencana mendatangkan mesin langsung dari Jerman dan Inggris. Lokasi produksi di Prapen menjadi terlalu sempit, tak mencukupi untuk ukuran mesin baru. Karena itu, pada 1990-an, pabrik beralih ke tempat baru, yakni di Jl. Rungkut Industri VIII/26-28, Surabaya (Kawasan Industri), dengan menyewa. Pada waktu itu juga mulai dipakai nama PT Rembaka. Kata Rembaka diambil dari bahasa jawa yang berarti “berkembang bersama”.

Sejak berproduksi di Jl. Rungkut Industri, boleh disebut usaha ini sudah mulai bergeser dari skala industri rumahan menjadi industri menengah. Sejak itu, skala usahanya terus berkembang. Otomatis, dari hasil penjualan bisa menabung untuk menambah kapasitas produksi dan menyiapkan memiliki pabrik sendiri, bukan sewa. Tahun 1995 sudah bisa membeli tanah sendiri untuk mendirikan pabrik, di Jl. Berbek Industri VII/4, Surabaya.

Dewi Fortuna rupanya mendekat. Pada waktu krisis moneter 1998, bisnis La Tulipe justru mendapatkan keuntungan. “Kami blessing. Kenapa? Karena, sebelum krismon orang kelas atas membeli kosmetik dari luar, namun begitu nilai rupiah goyang, mereka ramai-ramai membeli La Tulipe. Akhirnya, produk kami malah laku keras. Penjualan kami naik sampai 100% lebih. Ini benar-benar di luar dugaan,” Russy mengenang. Karena itu pula, Rembaka bisa mendirikan pabrik sendiri yang mulai dipakai sejak tahun 2000. Pada tahun itu pusat produksi diboyong dari Rungkut ke lokasi sekarang, di Jl. Berbek.

Sejak di Berbek, modernisasi produksi dilakukan hampir di semua proses produksi. Mulai dari mixer sampai filling. Filling, misalnya, dulu dilakukan satu demi satu, kini sekali produksi bisa langsung lima unit selesai. “Kebanyakan mesin berasal dari Jerman, namun juga yang dari Inggris (lipstik) dan Korea (proses penyaringan). Dalam keadaan tertentu, kalau memungkinkan, kami modifikasi mesin agar hasil produksi lebih optimal,” Thoni menerangkan.

Cakupan pasarnya juga bukan semata-mata di Jawa Timur, tetapi terus diperluas menjadi wilayah nasional, termasuk ke kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, bahkan kota-kota di Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Salah satu fondasi penting yang dibangun Indro, membentuk bagian riset dan pengembangan (R&D) agar bisa menelurkan produk-produk yang bukan hanya sesuai dengan tren, tetapi menciptakan tren. Karena itu, meski Indro telah wafat, tim R&D tetap dikembangkan. Mereka siap meluncurkan produk untuk melayani pasar pada masa mendatang kalau-kalau ada perubahan. “Kami memiliki list produk untuk masa mendatang, yang kalau pasar sudah siap, kami akan luncurkan,” kata Thoni. Soal cara kerja tim R&D, pihaknya tidak memasang target tertentu, misalnya sebulan harus menciptakan satu produk baru. “Tidak begitu. Kami biarkan mereka berkreasi seoptimal mungkin supaya hasil benar-benar bagus,” dia menjelaskan kiatnya.

Distribusi Rembaka saat ini sudah mencakup seluruh wilayah Indonesia, menggandeng tiga distributor. Berdasarkan penelusuran SWA, salah satu distributor yang digandeng adalah PT Dos Ni Roha, salah satu distributor besar Indonesia. Guna memudahkan pengelolaan distribusi, Rembaka kemudian membagi area dalam dua wilayah: barat dan timur. Barat meliputi Sumatera, Jawa Barat, Jakarta dan Pontianak. Adapun timur, dari Jawa Tengah hingga Papua. Para distributor itu dikelola terus-menerus. “Kami jaga mereka, bisa melalui berbagai bonus, penghargaan, gathering-gathering, ataupun tour-tour,” katanya.

“Kami juga memiliki konter-konter sendiri di beberapa kota. Atau, bekerja sama dengan toko kosmetik tertentu untuk memasarkan produk,” lanjut Thoni. Kalau ditotal, gerai sendiri mencapai 30-an. Rembaka juga memasok serta melatih tenaga pemasar dan tenaga kecantikan sendiri guna ditempatkan pada konter dan toko-toko tertentu yang memiliki potensi penjualan. Sementara itu, untuk mengendalikan harga, Rembaka mengatur dengan pola Harga Eceran Tertinggi (HET). Dengan cara itu, para distributor dan peritel hanya diberi kesempatan bermain di diskon. “Mereka mau melempar produk ke pasar pada harga berapa, itu terserah mereka, yang penting tak melebihi HET,” ujar Thoni.

Pekerjaan promosi juga digenjot, tak semata-mata getok tular. Saat ini promosi dilakukan terintegrasi, dari below the line (BTL) hingga above the line (ATL). Untuk ATL, sebagian besar dilakukan melalui majalah dan media elektronik. “Tapi itu hanya sebagian kecil promosi kami sehingga cenderung tidak kelihatan. Bagi kami, yang terutama adalah dengan cara BTL, seperti bekerja sama dengan berbagai instansi dan organisasi,” tutur Thoni. Selain itu, melakukan pendekatan dengan para ahli tata rias. “Kami tidak ada kontrak eksklusif dengan mereka. Mereka percaya kami. Dari situ kami support kebutuhan mereka,” katanya lagi. Selain itu, cara lama seperti menggarap ibu-ibu PKK, melakukan demo dan mengikuti pameran juga terus dilakukan. “Pokoknya, semua sisi kami garap.”

Pada posisi saat ini, omset terbesar disumbang produk-produk skin care dan dekoratif. Untuk merek, jelas La Tulipe menjadi tulang punggung, menyumbang 75% penjualan, sisanya dari penjualan second brand, LT Pro. Menariknya, perusahaan ini sekarang juga mulai masuk ke pasar Singapura dan Brunei, tepatnya pada akhir 2009. Ceritanya, ada salah seorang karyawan yang menikah dengan warga Singapura dan kemudian menetap di sana. Dia lalu melakukan order sekaligus memasarkan untuk area Singapura. Untuk pasar Brunei, Rembaka bahkan punya salon sendiri untuk mulai menggarap pasar di sana. “Tahun 2010 kami dipercaya menjadi sponsor acara Kementerian Kebudayaan Belia dan Suka Brunei untuk pemilihan penyanyi dan penari cilik,” cerita Thoni.

Bambang Irawan, pengamat bisnis dari Surabaya, melihat perjalanan La Tulipe banyak
diwarnai sikap pemilik yang benar-benar sabar dan bermental ulet. Sabar dalam arti melakukan strategi disesuaikan dengan kondisi perusahaan. “Kalau masih kecil, dia bersabar untuk bersikap sebagai perusahaan kecil dan terus-menerus melakukan inovasi, guna memanfaatkan peluang yang ada. Quality yang cukup bisa diandalkan, walaupun melalui proses improvement ‘learning by doing’,” kata Bambang.

Dalam pandangan Bambang, La Tulipe adalah buah kesabaran dan ketekunan sehingga jadilah sebuah produk yang matang baik dari segi produksi maupun pemasaran. Dari sisi perubahan manajemen, Rembaka pun bisa melakukannya dengan baik. Termasuk, dengan membentuk tim profesional dalam R&D. “Saya kira mereka sudah masuk dalam era matang dan kepercayaan konsumen tidak goyah walau pendiri telah tiada. Brand sudah terbentuk,” Bambang menyimpulkan.

Russy yang kini menjabat sebagai Manajer General Affairs & HRD mengakui kini perusahaan tempatnya bekerja telah berkembang dengan baik. “Dulu agak berat karena tidak memakai media komunikasi apa pun. Kami masih kecil sehingga belum memiliki dana. Kami kenalkan produk melalui getok tular,” ujarnya mengenang. Dia pernah mengalami hal tidak enak ketika mendapat tugas membuka gerai Melawai Plaza Blok M Jakarta. Waktu mencoba mengajak kerja sama dengan menawarkan model in store (titip jual), pemilik toko meragukan. “’Ini produk dari mana ini? Cocok nggak dengan kulit orang Indonesia?’, tentu saja kami sempat down. Tapi kami tetap meyakinkan bahwa produk kami bukan sembarang produk,” katanya.

Russy juga melihat, pendiri perusahaan ini, Indro, sangat pandai mengelola anak buah, menjaga kedekatan, serta memberi penghargaan kepada karyawan. “Ya, kami membangun bisnis ini dengan prinsip kekeluargaan. Baik kepada karyawan, distributor, outlet, maupun karyawan. Kalau ada senang, kami rasakan bersama. Begitu pula kalau lagi susah,” Thoni menyambung. Selain kesabaran, sesungguhnya inilah values yang menjadi tulang punggung membesarnya La Tulipe


Mahasiswa yang Sukses Membangun LP3I


Syahrial Yusuf banyak belajar dari pengalaman hidupnya sebagai mahasiswa rantau yang harus mencari biaya kuliahnya sendiri. Pria asal Medan, Sumatra Utara, yang merupakan alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, ini mengaku harus kuliah sambil kerja demi memenuhi kebutuhannya di Bandung. Dari sanalah, Syahrial mulai mengenal sistem manajemen dalam sebuah perusahaan.

“Saya memulai bekerja saat kuliah, sebagai tenaga serabutan di sebuah bengkel. Lalu karena potensi saya, karir saya disana cukup baik. Dua bulan saya jadi staf pembukuan, lalu kabag pembukuan, dan tak lama saya jadi direktur keuangan. Jadi dalam waktu 8 bulan, saya sudah menjadi wakil direktur yang membawahi 40-an karyawan. Itu membuat saya percaya diri karena waktu itu usia saya baru 19 tahun,” kenang Syahrial saat berbincang dengan Ciputraentrepreneurship.com, di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Setelah satu tahun bekerja, Syahrial mulai tertarik untuk mengembangkan relasi di dunia kemahasiswaan dengan terjun menjadi seorang aktifis di salah satu badan kemahasiswaan. Di sanalah Syahrial mulai menemukan jati diri dan idealismenya, khususnya di bidang pendidikan. Ia melihat, potensi besar mahasiswa saat itu kurang bisa diwadahi oleh pemerintah, sehingga munculah pengangguran dalam jumlah yang signifikan. Dari sanalah ia mulai bertekad untuk menjadi seorang entrepreneur.

Langkah awal yang dipilih Syahrial untuk menjadi seorang entrepreneur adalah dengan mengelola unit koperasi mahasiswa (Kopma) yang ada di kampusnya. Dengan berstatus mahasiswa UNPAD, Syahrial pun mulai mengembangkan potensi ekonomi Mandiri di lingkungan kampus.

“Saat mengurusi Kopma Unpad, saya memperbaiki system yang ada saat itu hingga akhirnya sedikit demi sedikit, Kopma Unpad mulai menghasilkan untung. Dengan lobi yang saya lakukan saat itu, sayapun menjalankan berbagai bisnis, mulai dari penyediaan toga untuk wisudawan, fotocopy, jaket Unpad, hingga mendirikan lembaga pendidikan komputer. Jumlah karyawan yang saya rekrut pun hingga 30-an orang. Dalam waktu 1 tahun, waktu itu Kopma Unpad menghasilkan keuntungan hingga Rp 25 juta,” ujar Syahrial.

Sebagai seorang mahasiswa, Syahrial melihat bisnis yang ia jalankan adalah bentuk dari protesnya terhadap pemerintah yang ia anggap tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi sarjana. Ia pun menilai bahwa kurikulum yang ada saat itu tidak dilengkapi dengan soft skill, atau juga ilmu kewirausahaan yang bisa membuat para calon sarjana bisa Mandiri berusaha.

Yakin dengan jalan hidupnya sebagai seorang entrepreneur, Syahrial pun memilih jalur bisnis pendidikan sebagai peluang usaha. Dengan mengusung idealisme yang tinggi dalam mengurangi pengangguran, Syahrial pun fokus untuk mendidik SDM yang terampil dan siap bekerja. Pada tahun 1989 ia pun mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I), dan mengandalkan kurikulum yang disesuaikan dengan lapangan kerja (link and match antara dunia pendidikan dan usaha di Indonesia).

Di tiga tahun awal berdirinya LP3I, Syahrial melewati jalan terjal dalam membangun usaha pendidikannya. Ia mengaku terlalu fokus menjalankan idialismenya dalam mencetak lulusan yang berkwalitas, dan melupakan faktor bisnis yang merupakan tulang punggung penyangga idealismenya.

“Awalnya saya terlalu idealis menjalankan bisnis saya. Saya tak terlalu mengejar profit. Hal itu membuat saya kadang kesulitan untuk membayar karyawan saya. Tak jarang saya pun harus meminjam uang dari kerabat saya, agar bisa mempertahankan lembaga pendidikan ini. Setelah memasuki tahun ke-4, saya pun sadar jika bisnis pendidikan ini harus juga mendatangkan profit yang baik agar kualitas pendidikan yang kami berikan juga baik. Saya pun mulai dengan membangun cabang, dan cari mitra yang bisa memberikan modal,” jelas Syahrial.

Setelah lebih dari 20 tahun terkenal sebagai lembaga pendidikan penyedia tenaga terampil yang siap kerja, kini LP3I mulai serius membidik sektor entrepreneurship dengan proporsi target lulusan, 30% menjadi pengusaha dan 70% menjadi tenaga terampil. Untuk mencapai target tersebut, LP3I kini mulai mengembangkan beragam laboratorium (inkubator) usaha dan mempererat relasi di dunia kewirausahaan.

Atas pencapaiannya, beragam penghargaan pun telah diperoleh. Namun, bagi Syahrial kebanggaan terbesar adalah saat ia melihat anak didiknya menjadi orang yang sukses, baik sebagai pengusaha atau sebagai karyawan. Sebuah ibadah, yang tulus dijalankan lewat pengabdiannya sebagai seorang pendidik.

“Saya pernah punya murid, dia sarjan kami, yang lulus dan menjadi pegawai di Bank Indonesia. Dari ratusan pelamar dari beragam universitas yang terkenal, murid saya bisa lolos menjadi pegawai. Yang membuat saya terkesan adalah latar belakang murid saya yang datang dari keluarga yang kurang mampu. Dari enam ribu pelamar, hanya enam puluh yang diterima,” ujar Syahrial sambil tersenyum. 




Kisah Legenda KOPI KAPAL API


Sekedar diketahui, Go Soe Loet (almarhum) mendirikan cikal bakal perusahaan Kapal Api pada tahun 1927. Bukannya tanpa maksud Go Soe Loet memilih nama Kapal Api untuk produk kopinya. Pria asal Fujian China ini berlayar dari negara asalnya dan sampai di Indonesia ternyata menggunakan kapal api sebagai sarana transportasi.


Soedomo sebenarnya memiliki tujuh orang saudara. Namun, bakat dagang orangtuanya agaknya lebih banyak diwarisi Soedomo. Tak heran, akhirnya anak pasangan Go Soe Loet dan Poo Guan Cuan ini dipercaya memegang tongkat estafet bisnis keluarga.




Babak baru perkembangan bisnis kopi Soedomo ini dimulai pada 1975, ketika Soedomo ditunjuk mengendalikan Kapal Api. Investasi awal dibenamkan dalam bentuk sewa pabrik di Jalan Panggung IX/12 Surabaya, beli mesin goreng lokal Rp 150 ribu dan mesin giling Rp 10 ribu. Saat itu, Kapal Api baru mempekerjakan 10 orang. Keinginan untuk terus berkembang membuat Soedomo merasa perlu melakukan sejumlah terobosan, antara lain, pengadaan mesin penggorengan yang lebih canggih guna meningkatkan kapasitas produksi, pembuatan kemasan eceran, promosi yang agresif dan lainnya, kebutuhan lahan luas untuk pabrik dan kantor.


Tak heran Soedomo sangat ulet dalam berbisnis. Nurani bisnis pria bernama asli Go Tek Whie ini sudah terasah sejak ia masih muda. Meski ia tak bisa menamatkan pendidikan di SMA Sin Cong yang berada di Jl Ngaglik Surabaya karena terburu ditutup pemerintah, Soedomo tetap sukses membesarkan bisnis kopi yang dirintis orang tuanya ke panggung internasional. Tak bisa bersekolah, pria kelahiran Surabaya 3 Juni 1950 itu tidak putus asa. Ia pun membantu orangtuanya berjualan kopi dengan sepeda ontel keliling di Pelabuhan Tanjung Perak dan keluar-masuk kampung.  Selama inilah, ia belajar otodidak tentang cara berbisnis kopi. Ia banyak mengamati dan bertanya tentang seluk-beluk kopi dan mesin produksinya.



Sempat tersandung pengadaan mesin penggorengan buatan Jerman seharga Rp 130 juta karena cekaknya modal, Soedomo pun akhirnya berhasil mendapatkannya setelah ia bertemu personel PT Triasa agen mesin Jerman itu di Jakarta. Soedomo hanya dipersyaratkan membayar uang muka 20%. Sisanya dibayar tiap 6 bulan selama 1,5 tahun. “Saya memberanikan diri ambil kredit yang hanya Rp 5 juta demi mendapatkan mesin itu,” ia menjelaskan. Dengan mesin baru tadi, kapasitas produksi Kapal Api melonjak dari 300 kg/hari menjadi 500 kg/jam. Selain itu, kualitas produknya pun makin bagus dan aroma kopi lebih harum.



Persoalan mesin sedikit tertanggulangi, Soedomo pun memikirkan cara praktis memasarkan produk kopi buatannya. Ia pun terinspirasi oleh kesuksesan Unilever pada 1970-an yang berhasil memasarkan produk sabunnya dalam kemasan apik, tapi dijual eceran. “Saat itu saya berpikir mengapa tidak mencoba kopi dipasarkan dengan kemasan ritel,” ujarnya. Maka, kopi bubuk yang sebelumnya diproduksi ukuran 50 kg per kaleng, selanjutnya dijual ketengan dengan cara ditimbang dan dibungkus kertas koran itu, disulap dalam kemasan plastik 1 ons. Variasi kemasan ini berikutnya dikembangkan 250 gram, 500 gram, sachet dan lainnya.



Mesin sudah lumayan bagus, kemasan pun menarik, Soedomo pun mulai mempertimbangkan luasan cakupan. Salah satu cara waktu itu yang ditempuh dengan beriklan di TV dengan mennggandeng tokoh populer saat itu di Surabaya. “Untuk itu, dipilihlah Paimo (almarhum) pelawak Srimulat kondang sebagai bintang iklan Kapal Api pada 1978,” ujar Soedomo. Apa yang dilakukan Soedomo boleh disebut  merupakan gebrakan dunia pemasaran kala itu. Disebut inovasi karena waktu itu tidak satu pun produsen kopi berpromosi di TVRI. Beberapa tahun kemudian Kopi Gelatik mencoba mengikuti, tapi tidak berlangsung lama karena pemerintah menghentikan acara Siaran Niaga (iklan) di TVRI. Maklum, saat itu teve swasta belum ada.



Meski iklan TV hanya satu tahun, ternyata pengaruhnya luar biasa. Di mata masyarakat, merek Kapal Api banyak dikenal. Karena merek Kapal Api sudah kondang, otomatis Soedomo mulai kewalahan memenuhi permintaan konsumen. Peluang ini tak disia-siakan. Maka, ia pun memutuskan memperluas pabrik dan merasa butuh kantor yang layak. Pada 1978 ia membeli tanah seluas 1 hektare di Jalan Raya Gilang, Sidoarjo dengan harga Rp 1.250/meter2. Sekarang, total lahan industri yang dimiliki Kapal Api mencapai 10 ha. Pabriknya sendiri menempati areal 3 ha. Sementara itu, kantornya menempati gedung berlantai tiga, berdiri di atas lahan 15 x 50 meter.



Berkat kemajuan yang dicapai Kapal Api, pada 1982 produk ini masuk pasar Jakarta. Lalu, pada 1984 meluaskan jaringan pemasaran ke Bandung, Semarang, Palembang, Medan, Pontianak Makassar dan Denpasar. Pendeknya, hampir semua provinsi di tanah Air sudah dirambah Kapal Api. Hebatnya, tidak hanya pasar dalam negeri yang direngkuh. “Kami tidak bisa cuma berdiam diri di Indonesia. Bisa-bisa nanti orang luar yang akan menyerang kita terus,” ujar Soedomo tentang alasan perlunya ekspansi ke mancanegara. Pada 1985, Kapal Api memenetrasi pasar Arab Saudi. Mula-mula ekspor itu hanya 500-600 kg, sekarang 6-7 kontainer/tahun. Pasar Hong Kong ditaklukkan pada 1987, lalu menyusul Taiwan dan Malaysia (1990). “Kapal Api adalah yang pertama kali mengajari orang Taiwan cara membuat kopi yang praktis,” Soedomo mengklaim.


Namun, merek Kapal Api tak selalu bisa diterima di pasar mancanegara. Di Hong Kong, Kapal Api mengganti mereknya menjadi Wenz, dan di Taiwan mengibarkan merek Excelso. Hanya pasar Malaysia dan Arab Saudi yang bisa menerima merek Kapal Api. Kini, di pasar dalam negeri, Kapal Api tampil sebagai pemimpin pasar. Merek ini menaklukkan para pendahulunya, misalnya Kopi Kedung Laju, Kopi Cap Gadis, Kopi Supiah, Kopi Wanita Utama, Kopi Gelatik dan Kopi Cap Oto Terbang.

Tak ada yang meragukan kepiawaian bisnis Soedomo Mergonoto, salah satu pewaris pencipta merek kopi Kapal Api. Di samping populer sebagai raja kopi Indonesia, Soedomo juga dikenal memiliki lini bisnis lainnya. Sejak akhir 1970-an dipercaya memegang perusahaan orangtuanya, Soedomo mulai merambah ke bisnis ‘beraroma kopi’ sejak tahun 1986. Ia mendirikan PT Sulotco Jaya Abadi, perusahaan yang memproduksi Kalosi Toraja Coffee sembari mengiringi langkah suksesnya mengembangkan nama Kapal Api (PT Santos Jaya Abadi). Empat tahun kemudian, Soedomo pun mulai merambah bisnis kedai kopi melalui PT Excelso Multi Rasa yang membawahkan bisnis kedai kopi Excelso. Lantas di 1991 ia meluncurkan permen merek Relaxa dan Dorini di bawah bendera PT Agel Langgeng.



Pada 1994, ia mendirikan Monysaga Prima, produsen minuman dalam kemasan, di antaranya Ice Mony, Jelly Juice, Coffee Cream, Milk Coffee dan Soy Bean Milk. Tidak ketinggalan, ia pun menggarap ladang distribusi consumer goods (PT Fastrata Buana), dan pada 2000 mengakuisisi PT Inasentra Unisatya produsen aneka permen. Bisnis klinik kecantikan pun ia masuki melalui Miracle dan Meliderma. Di Surabaya, kedua klinik kecantikan ini melayani dua kelompok masyarakat, Miracle di kelas atas, sedangkan Meliderma menyasar golongan menengah-bawah. Di samping itu, ia mendirikan pabrik mesin kopi mini. Mesin seduh kopi itu dijual ke sejumlah hotel-hotel berbintang.


REF

Perjalanan Sukses Warren Buffet, Orang Terkaya Dunia

perjalanan hidup orang sukses memang menarik untuk diikuti, apalagi kalau diwarnai dengan perjuangan dan hal inspiratif lainnya. berikut salah satu contoh perjalanan orang sukses, yaitu warren Buffet.

Cerita masa kecil Warren Buffett

Kekayaan Warren Buffett yang luar biasa banyak itu tidak terkumpul dalam satu dua tahun. Tetapi dimulai dari masa mudanya, dimana dia mulai memutar otak dalam mengembangkan asetnya. Kemampuan finansialnya sudah terasah sejak kecil, pada waktu anak-anak sebayanya senang bermain sepakbola. Dan dia adalah seorang individu yang bisa mengambil pelajaran dari masa kecilnya.

Warren Buffet kecil, pada saat berusia enam tahun, membeli 6 Coca-Cola dari toko kakeknya seharga 20 sen. Dan kemudian dia menjual kembali kaleng-kaleng bekas minuman tersebut dengan harga nikel dan mendapatkan untung sebesar 5 sen.

Anak dari tiga bersaudara ini mulai menciptakan “nilai tambah”. Misalnya, pada usai 11 tahun, ia nyambi sebagai seorang loper koran. Tetapi dia mengunakan sebagian waktunya untuk mengelilingi lapangan golf, mencari bola golf yang hilang, lalu kemudian menjual bola golf yang dia temukan kepada para pemain golf disekitar lapangan golf tersebut dengan harga murah.

Masih pada usia 11 tahun, Warren Buffett mendapatkan pelajaran penting dalam berinvestasi, yaitu : BERSABARLAH ! Ceritanya begini, pada saat ia membeli saham pertamanya, berupa tiga unit saham Cities Service Preferred dengan harga US$ 38,25 per saham untuk dia dan kakaknya, Doris. Beberapa waktu setelah membeli saham tersebut, ternyata harga saham tersebut malah berkurang menjadi US$ 27 per saham. Dengan perasaan was-was dan penuh kesabaran ia menunggu harga saham tersebut naik dan tidak mengalami kerugian, dan perlahan-lahan harga saham tersebut kembali naik dan pada saat harga saham tersebut mencapai US$ 40, ia menjualnya.

Dengan demikian ia mendapatkan untung hampir US$ 2 per lembar. Namun, kemudian ia menyesal, karena ternyata harga saham Cities Service Preferred terus meroket mencapai US$ 200 per sahamnya. Dari kejadian tersebut dia mendapatkan pelajaran untuk tidak terburu-buru menjual sahamnya.

Pada saat berusia 14 tahun dan masih berada di bangku SMA, sambil bekerja ia bisa menghasilkan US$ 1,200, uang tersebut digunakannya untuk membeli tanah pertanian seluas 40 ha, setelah itu tanah tersebut ia sewakan kepada petani lokal. Dengan demikian ia sudah dapat menciptakan passive income dari sewa tanah tersebut.



Bila saja tujuh keajaiban dunia bisa ditambah dan tidak hanya terdiri dari karya arsitektur, tapi juga orang, maka Warren Buffett boleh diusulkan sebagai salah satunya. Bayangkan saja, dalam sekitar 29 tahun, ia bisa meroketkan modalnya dari 100 dolar AS menjadi 57,4 miliar dolar AS pada Mei 1999. Forbes, majalah ekonomi kelas dunia, pada 2005 menempatkan Buffett sebagai pengusaha terkaya kedua di dunia setelah William Gates alias Bill Gates pemilik Microsoft.

Jika kekayaan Gates 46,5 miliar dolar AS, maka Buffett 44 miliar dolar AS.Keping-keping uang Buffett diperoleh dari keuntungan sesudah membeli perusahaan-perusahaan terdaftar di pasar modal yang dapat diakses setiap investor.

Setelah selama 13 tahun berada pada posisi manusia paling kaya sejagad, akhirnya dominasi Bill Gates harus tergeser oleh Warren Buffett sebagai manusia paling kaya di dunia versi majalah Forbes. Kekayaan Buffett sekitar US$ 62 miliar. Posisi nomor dua manusia paling kaya didunia diduduki Carlos Slim HelĂș, seorang jutawan dari Meksiko dengan kekayaan US$ 60 miliar. Sedangkan Bill Gates posisinya turun ke urutan ke 3 dengan kekayaan US$58 miliar.

Pada tahun 2007, kekayaan Buffett naik sebanyak US$ 10 miliar dari nilai sebelumnya US$ 52 miliar menjadi US$ 62 miliar, nilai kekayaan tersebut setara dengan Rp 570 triliun. Semua kekayaan Buffett tersebut dihitung berdasarkan nilai sahamnya di perusahaan Berkshire Hathaway dan aset lainnya yang dimilikinya. Warren Buffett, seorang pebisnis dan investor yang memiliki ketajaman pikiran yang diumpamakan Albert Einstein, Picasso dan Croesus digabungkan dalam satu tubuh. Ya, Warren Buffett yang sering disebut “Oracle from Omaha” ini telah menggeser dominasi Bill Gates, seorang pendiri raksasa piranti lunak Microsoft, yang telah mendominasi daftar orang terkaya di dunia selama kurang lebih 13 tahun.

Sebenarnya bisa saja Bill gates tetap berada di singgasananya tahun ini, namun langkahnya menawar Yahoo! pada bulan Februari yang lalu ternyata diragukan pasar, dan hal ini mengakibatkan turunnya nilai saham Microsoft sampai 13%. Otomatis kekayaan Bill Gates yang masih tertumpu di Microsoft tersebut juga ikut tergrogoti. Jika pada pada tahun 2007 harta Buffett naik sebanyak US$ 10 miliar, maka kekeyaan Bill Gates hanya naik sebanyak US$ 2 miliar menjadi US$ 58 miliar.

Kisah tentang Sang Bijak dari Omaha ini dapat ditemukan dimana-mana. Sangat banyak buku yang membahas langkah investor papan atas ini. Langkah-langkah bisnisnya sangat mempesona dan cerdik sehingga selalu menjadi buruan para wartawan bisnis dan selalu menjadi perhatian para investor perorangan. Begitu banyak pula media yang telah menulis tentang sosoknya. Yang menarik hampir setiap langkah yang diambil Buffet adalah sebuah langkah investasi, dengan membeli saham perusahaan.


Pria kelahiran 30 Agustus 1930 di Omaha, Nebraska yang sudah secara total berkecimpung di bursa, boleh disebut sebagai salah seorang ikon pasar modal. Perjalanan karier suami almarhumah Susan Buffett di pasar modal sungguh panjang. Setelah menempuh studi untuk mendapat gelar master di Columbia Graduate Business School, pada 1951-1954, Buffett bekerja sebagai salesman investasi di Omaha. Sesudah itu, pria yang mendapat gelar kehormatan The Sage of Omaha (Orang Pandai dari Omaha) dari warga Kota Omaha, pindah ke New York untuk bekerja sebagai analis sekuritas di Graham-Newman Corporation.

Buffett tak lama bekerja di perusahaan milik Benjamin Graham, salah seorang yang dianggap Buffett sebagai maha guru pasar modal. Sebab pada 1956-1969 bermodalkan US$ 100 dia mengelelola dana milik orang-orang kaya Nebraska di Omaha. Perusahaan investasi yang sukses itu akhirnya dijual dan dibubarkan. Para investornya tersenyum puas karena rata-rata mengantongi keuntungan 30,4 persen per tahun.

Langkah awal Warren Buffet yang strategis adalah di tengah menjalankan fungsi sebagai manajer investasi itu, pada 1965 Buffett membeli Berkshire Hartaway seharga US$ 8 per lembar. Tiga tahun kemudian, ia berhasil menjadi pemegang saham terbesar perusahaan tersebut. Dengan cerdik, ia memutar uang perusahaan yang menganggur dalam bentuk investasi, misalnya dengan membeli perusahaan asuransi, perusahaan permata, utilitas dan makanan melalui Berkshire Hathaway. Di tangan Buffett, perusahaan itu terus meroket. Selama lebih dari 34 tahun para pemegang saham memperoleh tingkat pengembalian tahunan sekitar 24,7 persen. Artinya, siapa saja yang menanam 10 ribu dolar AS pada 1965, maka nilai kekayaannya menjadi 51 juta dolar AS pada 1999. Luar biasa. Kini, setelah 46 tahun, saham kelas A Berkshire Hathaway telah meroket luar biasa, dan sempat mencapai US$ 150.000 per lembar saham. Melalui perusahaan ini pula, ia dapat menguasai saham beberapa perusahaan kelas dunia (walau tidak menjadi pemegang saham pengendali) seperti pada Coca Cola, Anheuser-Busch, WellFargo dan Kraft Food. Langkah bisnis terbarunya, pada desember 2007 lalu ia mengakuisisi perusahaan manufaktur dan jasa , Momon Holding dengan nilai US$ 4,5 miliar.

Bukan Spekulan.

Pasar bertugas melayani Anda bukan membimbing Anda. Dompetnya dan bukan kearifannya yang Anda butuhkan, katanya suatu saat.

Strategi investasinya sederhana. Dia tak ingin dipusingkan oleh rumor yang setiap hari berseliweran dikalangan para investor saham. Warren Buffet berfokus pada perusahaan yang punya potensi untuk berkembang, tetapi masih berharga murah untuk dibeli. Langkah investasi Buffet sangat berbeda dari langkah George Soros, sang spekulan valas (forex) kelas kakap, yang pernah diisukan sebagai orang yang bertanggungjawab atas merosotnya nilai tukar rupiah terhadap US$ pada tahun 1998 dan menyebabkan Indonesia Krismon bahkan perdana menteri malaysia saat itu Mahatir Muhammad sangat beramterhadap Soros karena dianggap penyebab krismon di ASEAN.Seorang spekulan saham biasanya : Beli saat harga rendah, berharap dan menunggu, lalu jual kembali saat harga tinggi. Spekulan saham lebih fokus bermain untuk jangka pendek dan mendapatkan gain/ keuntungan berupa selisih dari harga jual di kurangi harga beli. Robert T kiyosaki sendiri menyebut investor jenis ini sebenarnya bukan investor yang melakukan investasi, tetapi lebih mirip penjudi dipasar saham (spekulasi). Investor jenis juga ini dikenal sebagai investor “ji-go-bur”, investor yang jika sudah mendapatkan keuntungan ala jigo-gocap, beli saham pada harga Rp 25 lalu jual kembali pada harga Rp 50, bahkan spekulan saham seringkali membeli saham di pagi hari dan menjualnya di sore hari.

Keputusannya melakukan investasi didasarkan pada nilai intrinsik perusahaan, tidak pada kenaikan harga saham yang didongkrak alias “digoreng”.

Warren Buffett memegang saham (melakukan investasi) dalam jangka panjang dan tidak melakukan transaksi jual beli saham dalam jangka pendek. Mungkin banyak orang yang belum tahu satu hal yang selalu dilakukan Warren Buffett dan menjadi pertimbangannya dalam membeli saham sebuah perusahaan, yaitu melihat apakah cerobong asap perusahaan masih mengepul, baginya ini merupakan salah satu indokator perusahaan tersebut benar-benar masih eksis dan operasional.

Selain itu, Warren Buffett hanya mau melakukan investasi pada perusahaan yang bisnis atau produknya ia kenal dengan baik. Warren Buffet tidak pernah menggunakan prinsip “membeli saham” tetapi “membeli bisnis” (buying a business not share).

Ia membeli saham coca-cola dan tidak pernah menjualnya, walau saham Coca-Cola sempat jatuh pada tahun 1998-1999, ia tetap melihat pada tren jangka panjang dan tetap memertahankan saham Coca-Cola hingga saat ini.

Itulah sebabnya, ia tidak pernah mau membeli saham Microsoft atau perusahaan dotcom. Pada saat tahun 2.000 – an bisnis internet booming, eforia melanda semua orang di pasar saham dan beramai-ramai membeli saham dotcom. Tetapi Waren Buffett tidak ikut-ikutan membeli saham dotcom seperti halnya investor lain. Walaupun ia pernah ditertawakan investor lain karna ia tidak mau membeli saham dotcom seperti yang lainnya, sekarang justru ia yang tertawa paling akhir karena ternyata sebagian besar investasi di dotcom tersebut hangus. Ia selamat dari badai dotcom awal tahun 2.000-an karena ia tidak mengenal bisnis dotcom dan oleh karenanya tidak berinvestasi disana. Ia bukan seoran investor yang ikut-ikutan, tetapi memiliki pertimbangan bisnis sendiri didalam dirinya. Saham perusahaan berbasis internet seperti Global Crossing dan Etoys.com pernah mencapai US$ 80 per unit, namun sekarang saham-saham tersebut sudah tidak berharga. Tentu saja penilaian warren Buffet tidak cocok pas untuk saham Google.

Warren Buffett dalam membeli sebuah saham perusahaan yang masuk dalam kreterianya, tidak pusing dengan tabel, rumus grafis dan analisis teknikal. Hal yang lebih di analisanya adalah fundamantal perusahaan tersebut. Buku favoritnya ialah The Intelligent Investor karya Ben Graham, gurunya. menurut Graham, berinvestasi adalah berkenaan dengan bagaimana memahami gambaran besar, dan bukan terpaku pada detail-detail teknis.

Dua guru Warren Buffett mengaku mengagumi pula, selain Benjamin Graham, Philip Fisher. Dua orang yang dianggap sebagai maha guru oleh Buffett memiliki karakter investasi yang berbeda. Graham lebih dikenal dengan strategi investasi nilai. Saat memilih saham, Graham selalu mendasarkan pada analisis fundamental keuangan perusahaan dan strategi diversifikasi. Artinya, Graham menekankan pada kriteria kuantitatif, selalu mencari saham yang harga pasar jauh di bawah harga wajar. Sebaliknya, Philip Fisher lebih menekankan pada kriteria kualitatif. Menurut Fisher, sebelum membeli saham sebuah perusahaan, lihat dulu tim manajemen pengelolanya, bagaimana cara perusahaan tersebut dikelola. Buffett melihat, ada kesamaan dari kedua orang pakar tersebut. Keduanya sukses dan sama-sama berpikir jangka panjang untuk setiap investasi. Graham misalnya menganjurkan agar investor memilih saham yang layak dipegang, meski pun pasar saham mendadak tutup besok. Sedangkan Fisher memberi contoh lewat cara dia memegang saham Texas Instrument, yang dibeli sejak awal perusahaan tersebut melakukan private placement. Nah, Buffett sang brilian, mencoba menggabung strategi Graham dan Fisher.

Selalu Menciptkan Nilai Tambah.

Perusahaan yang dibelinya akan diperbaiki sebaik mungkin, fundamental bisnisnya ditingkatkan sehingga kinerja keuangannya semakin sehat dan baik. Perusahaan yang sebelumnya akan gulung tikar, olehnya bisa dirubah menjadi perusahaan seksi yang ibarat gula yang sangat menarik untuk dikerubuti oleh para investor. Jangan heran jika harga saham Berkshire Hathaway – – perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk membeli banyak perusahaan – – harga sahamnya terus meningkat di pasar modal.

Namun, strategi bisnis Warren Buffett yang didasarkan pada kesabaran dan ketelatenan itu mungkin lebih cocok diterapkan pada negara dimana bursa sahamnya memiliki sistem yang bagus dan kuat, dimana kontrol pengawas harus kuat dan selain itu emiten (perusahaan penerbit saham) haruslah jujur. Namun dibeberapa bagian dunia ini tidak semua sistem bursa sahamnya bagus dan kuat, karena ada yang pengawas bursanya bisa disuap dan berisi perusahaan yang tidak kredibel.

Inti Dari Cara Buffett Memilih Saham

*. Buffett selalu membeli perusahaan yang bisnisnya sederhana dapat dipahami. Perusahaan memiliki kinerja masa lalu yang konsisten dan juga memiliki prospek jangka panjang yang menjanjikan. Dasar inilah yang membuat Buffett tidak mau masuk ke Microsoft. Jika Anda tak memahami bisnis suatu perusahaan, Anda tak dapat membuat penilaian rasional terhadap nilai investasinya. Selain itu, manajemen perusahaan harus memiliki tiga persyaratan, yaitu harus rasional, terbuka kepada pemegang saham, tidak meniru manajemen perusahaan lain dan harus mengalokasikan uang perusahaan ke investasi yang memiliki nilai tambah bagi pemegang saham.

*. Buffett akan membeli perusahaan yang tingkat pengembalian ekuitas (ROE) bagus, bukannya pendapatan per saham. Selisih laba mesti tinggi dan setiap dolar yang ditahan oleh perusahaan, perusahaan dapat menciptakan minimal sedolar nilai pasar perusahaan.

*. Buffett hanya membeli saham jika harganya menarik. Maksudnya, adalah saat harga saham jatuh ke bawah harga wajar hasil analisis, dengan dasar perusahaan itu beroperasi terus dan sehat. Selisih harga pasar dan harga wajar ini berfungsi sebagai marjin aman (margin of safety), yang dapat mengurangi kerugian karena salah hitung. Marjin ini juga jadi salah satu sumber keuntungan jika saham kembali ke harga normal.




Kedemawanan sangat tinggi

Kematian orang yang dicintai sering kali membawa dampak yang besar kepada orang yang ditinggalkan. demikianlah yang terjadi kepada orang terkaya nomor 1 di dunia tahun 2008, Warren Buffet. setelah Susan, istrinya meninggal tahun 2004 lalu, Buffet merasa hidupnya kosong. ia mengaku shock dengan kematian istrinya yang saat itu berusia 72 tahun. Ia hampir tidak pecaya ketika Tuhan memanggil istrinya. Sejak saat itu ia terus berpikir bagaimana ia dapat hidup dengan bahagia dan tentram salama sisa hidupnya. Setelah berbulan-bulan merenung, Buffet membuat keputusan yang sangat mengejutkan semua orang, yaitu menyumbangkan hampir 85% harta yang ia miliki.

Pada bulan Juni 2006, Warren Buffett mendermakan 10 juta sahamnya di Berkshire senilai US$ 30,7 miliar alias sekitar 300 triliun rupiah, hampir separo anggaran belanja negara (APBN) kita tahun 2007 kepada yayasan Bill & Melinda Gates yayasan ini mendedikasikan kegiatannya untuk memberantas kemiskinan dan memajukan pendidikan negara dunia ketiga. Selain itu, ia juga menyumbangkan hartanya berupa saham di Berkshire sebesar US$ 6,7 miliar untuk yayasan Susan Thompson Buffett.

Ia juga memberikan donasi untuk calon presiden dari partai demokrat Amerika, Barrack Obama dan Hillary Clinton. Tidak ada alasan lain bagi Buffet untuk menyumbangkan hartanya itu selain pesan istrinya. Sebelum meninggal, istrinya memang sempat memberikan amanat agar ia mau berbagi kekayaannya kepada irang yang membutuhkan.. Jumlah sumbangan amal Buffett tercatat sebagai sumbangan terbesar dalam sejarah Amerika.

Sebenarnya Buffet bisa saja menyumbangkan dananya kepada yayasan Buffet Foundation yang ia dirikan, namun ternyata pria 75 tahun ini lebih memilih kekayaannya pada Gates Foundation. “saya sangat mengenal Bill dan Melinda. Saya sering menghabiskan waktu bersama mereka. Dan selama ini, saya mulai mengagumi apa yang mereka lakukan dengan yayasan mereka itu. Bill membaca ribuan halaman tentang kemajuan medis dan cara memberikan bantuan tiap tahunnya, saya megenal dua orang yang sangat sukses dan saya tahu apa yang mereka lakukan. Saat itu, saya sadar telah menemukan kendaraan yang tepat untuk mencapai tujuan saya”. Ujarnya.

Pria sederhana

Warren Buffett walau menjadi manusia terkaya sejagad tetap sederhana dan tinggal di kawasan Dundee, Omaha, yang dibeli olehnya pada tahun 1958. Ia juga bersahabat baik dengan pasangan Bill dan Melinda Gates.

Sesungguhnya Warren Buffett pernah berjanji untuk menyumbangkan kekayaannya setelah ia meninggal. Namun, tampaknya ia bertindak lebih cepat dari dugaan, karena Dengan hartanya yang begitu melimpah, Buffett bisa saja hidup semewah mungkin di mana saja yang ia maui. Namun ia memilih hidup sederhana di rumah yang dibelinya empat dekade lalu di Omaha. Menurut majalah Adbuster (http://adbusters.org/the_magazine/61/Avarice_As_An_Art.html), ia hanya punya dua jet pribadi dan satu yacht mewah untuk untuk ber-glamour-ria. Kalah jauh dibanding kemewahan para pebisnis dan pesohor lain yang kekayaannya justru terpaut jauh di bawahnya.

Buffet sama sekali tidak pernah ingin mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya. Ia ingin anak-anaknya sukses dengan usaha sendiri dan bukan mengandalkan kekayaan orang tua mereka. “Bukan hal rasional dan benar untuk membanjiri mereka dengan uang. Kalau anda melakukan itu, mereka akan menjadi besar kepala dan hanya mengandalkan warisan dari orang tuanya” kata Buffet.

Ia pun berkonsultasi dengan anak-anak dan orang terdekatnya akan rencananya menyumbangkan 85% dari kekayaannya. Berat untuk diterima bagi keluarganya, karena hal ini akan mendatangkan perubahan besar bagi keluarganya. Namun keluarganya pun mengerti keputusan sang ayah.

Ia berharap tindakannya itu mengilhami orang kaya yang bergemilang harta untuk mengikuti dia. “ supaya harapan kecil bahwa yang saya lakukan ini mendorong orang yang sangat kaya lainnya untuk mengembangkan sikap cinta terhadap sesama dan suka menderma”. Katanya.

Buffet mengaku sudah cukup puas dengan apa yang ia miliki sekarang dan apa yang ia sudah pernah rasakan sampai saat ini. “ ini bukanlah hal gila seperti seorang yang mati dengan membawa 1 miliar dolar kedalam liang kuburnya. Satu masalah yang dihadapi sebagian orang kaya adalah ketika mereka sudah tua. Saat itu, mereka sudah tidak berada di tahun kejayaan mereka dan tidak punya banyak waktu lagi untuk mengalokasikan uang mereka. Saya sangat beruntung karena saat ini saya masih bisa bertindak seperti orang yang lebih muda,” katanya. “ saya menjadi kaya bukan karena punya tambang emas atau warisan. Tapi semua itu lahir karena kerja keras dan keterampilan yang benar di tempat yang tepat pada waktu yang tepat pula,” kenangnya.

dalam perjalanan hidup warren buffet sampai sekarang, ada beberapa hal yang dipesankan....

PESAN WARREN BUFFET UNTUK ANAK MUDA :

Stay away from credit cards and invest in yourself and remember:

Uang tidak menciptakan manusia. Namun manusia bisa menciptakan UANG….

Jalani kehidupan Anda sesederhana diri Anda sendiri. Yang penting diri Anda NYAMAN…

Jangan lakukan apa yang orang lain katakan. Dengarkan saja mereka, namun lakukanlah hanya apa yang membuat Anda merasa nyaman (feel good)

Jangan membeli barang karena merknya. Kenakanlah pakaian yang memang membuat Anda merasa nyaman.

Jangan menghabiskan uang Anda untuk barang-barang yang tidak penting. Gunakanlah uang Anda secara bijaksana untuk kebutuhan yang memang benar-benar Anda perlukan.

Akhirnya, ini semua adalah kehidupan Anda. “Hidup ini hanya sekali. Mengapa Anda harus memberikan orang lain kesempatan untuk mengatur hidup Anda?. Hiduplah dengan gaya Anda sendiri, yang penting Anda senang, Anda puas, Anda nyaman, & Anda bahagia…