Kamis, 29 Maret 2012

Wanita Penjual Ikan Tamatan SMP, yang Sukses Bisnis Penerbangan SUSI AIR

Kisah Sukses Pengusaha Indonesia kali ini menampilkan perjuangan sukses seorang pekerja keras wanita pemilik SUSI AIR.

Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit. Kalimat sederhana yang pernah dilontarkan Bung Karno itu melekat dalam benak Susi Pudjiastuti sejak kecil. 

Susi, perempuan Jawa yang lahir di Pangandaran, Jawa Barat, pada 15 Januari 1965 ini merajut cita-citanya dengan kerja keras diiringi doa. Susi Air, maskapai penerbangan Indonesia yang dioperasikan oleh PT ASI Pujiastuti Aviation adalah impian semasa kecil yang kemudian berhasil direalisasikannya.  

Putri sulung dari tiga bersaudara pasangan H. Ahmad Karlan dan Hj. Suwuh Lasminah ini dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan. Kedua orangtua yang asli Jawa Tengah sudah lima generasi lahir dan hidup di Pangandaran. Menurut cerita, kakek buyutnya, H Ireng, adalah seorang saudagar sapi dan kerbau, yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat. Sebagai keturunan H Ireng, ayah Susi, H Karlan, juga termasuk tuan tanah di kampungnya. Tanahnya banyak, antara lain kolam-kolam ikan dan kebun kelapa untuk dipanen dan dijual kopranya. Sang ayah juga mengusahakan beberapa buah perahu untuk para nelayan mencari ikan dengan sistem bagi hasil.  

Puluhan tahun lalu, Pangandaran belum seperti saat ini, daerah pesisir itu masih sepi pengunjung karena banyak potensinya yang belum digali secara maksimal. Tak heran, di hari Sabtu-Minggu atau hari libur pun jarang sekali ada wisatawan yang datang. Karena itu, meski terlahir dari keluarga berada, pergaulan Susi layaknya anak-anak kampung seusianya. Demikian halnya untuk urusan pendidikan, meski memiliki materi berlebih, orangtuanya mengirimkan Susi untuk bersekolah di sekolah negeri yang kondisi bangunannya amat sederhana, setengah tembok dan selebihnya berdinding bilik bambu berlantai tanah. Susi mengenyam pendidikan SD hingga SMP di Pangandaran.  

Pada tahun 1980 setelah tamat SMP, ia meninggalkan kota kelahirannya itu dan pindah ke Yogyakarta demi meneruskan sekolahnya di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Sayang, pendidikannya harus terhenti di kelas dua. Kegagalannya itu bukan karena ia malas belajar sebab perempuan berambut ikal ini amat suka belajar dan membaca buku-buku teks berbahasa Inggris. 

Saat itu, ia mengisahkan tentang bagaimana suatu kali ia tergelincir di tangga, lalu tubuhnya menggelinding ke bawah dan baru berhenti ketika kepalanya terbentur tembok dinding sekolahnya.  Susi sampai harus terbaring di tempat kosnya selama beberapa hari. Sakit berkepanjangan membuat orang tuanya memintanya kembali ke Pangandaran, sampai akhirnya ia memutuskan untuk tidak balik lagi ke sekolah. Alasannya sederhana, ia tidak mau diatur. Ibu dan bapaknya tentu menyesalkan keputusan putri sulungnya itu. Tetapi, dipikir-pikir lagi, bisa jadi itu memang jalan hidup yang harus ia jalani. Kalau saja ia meneruskan sekolah, lulus SMA, lalu kuliah di perguruan tinggi, pastilah cerita hidupnya akan berbeda.  

Saat usianya baru menginjak 17 tahun, Susi mencoba berwirausaha. Instingnya pun tajam melihat potensi alam Pangandaran, pesisir pantai yang saat itu mulai menggeliat sebagai daerah tujuan wisata yang ditandai dengan menjamurnya hotel-hotel. Peluang itu dimanfaatkan Susi dengan berjualan bed cover dan sarung bantal dan menawarkannya ke hotel-hotel yang ada. Meski awalnya ia mengaku sulit meyakinkan pemilik hotel untuk membeli dagangannya, Susi tak patah semangat. 

 Sebenarnya, Susi tak harus bersusah payah berkeliing dari hotel ke hotel lainnya hanya untuk menawarkan barang dagangan. Kalaupun ia tak bekerja, ia masih bisa makan enak di rumah orang tuanya. Akan tetapi, Susi sadar ia tak bisa terus-menerus menggantungkan hidupnya pada orang tua. "Hewan saja mengajarkan pada kita, bahwa setelah dewasa ia tak lagi menyusu, dan mencari makannya sendiri. Apalagi kita, manusia, yang diberi akal," kata Susi seperti dikutip dari situs femina online. 

Itulah mengapa ia bertekad, mengandalkan kemampuannya untuk berbuat sesuatu, mencari nafkah demi masa depan.  Belakangan, usaha dagang keliling menjual bed cover ia tinggalkan lantaran mulai mencium peluang bisnis yang lebih menguntungkan dari dunia maritim yang terbentang di sekitarnya. 

Pangandaran adalah tempat pendaratan ikan yang amat potensial di pesisir selatan Pulau Jawa. Setiap hari ratusan nelayan mendaratkan perahu-perahunya di pantai itu, dengan hasil tangkapan yang melimpah. Tahun 1983, Susi yang semasa kecil pernah bercita-cita menjadi ahli oceanologi ini lantas beralih profesi menjadi bakul ikan, sebutan untuk para wanita pengepul hasil laut tangkapan nelayan di Pangandaran.  

Dengan modal Rp 750 ribu, uang yang didapatnya dari hasil penjualan gelang keroncong, kalung, dan cincin miliknya, Susi mulai menjalani hari-harinya sebagai bakul ikan. Setiap pagi di jam-jam tertentu, ia dan kawan-kawan seprofesi berkerumun di TPI (tempat pelelangan ikan), menjadi peserta lelang. Tugasnya hanya perlu menaksir dengan cepat berapa harga jual ikan-ikan di keranjang yang sedang ditawarkan juru lelang, memperkirakan kepada siapa ikan-ikan itu akan dijual, dan dengan cepat memutuskan untuk membeli ikan-ikan yang dilelang itu.  

Di usianya yang masih muda, tentu tak mudah menjalani profesi barunya itu. Di hari pertama misalnya, ia cuma berhasil mendapatkan 1 kilogram ikan saja, pesanan sebuah resto kecil kenalannya. Keesokan harinya, setelah mulai dapat meyakinkan calon pembeli, ikan yang didapat lebih besar lagi jumlahnya. Tiga kilo, tujuh kilo, begitu seterusnya. Tak jarang, ia juga salah taksir hingga merugi saat ikan-ikan yang dibelinya harus dijual lagi. Belum lagi jika ada pemesan yang ingkar, alias tak jadi membeli ikan dari bakul Susi. Baginya semua itu dinamika kerja, yang lazim terjadi di semua bidang pekerjaan.

Mentalnya yang tak gampang loyo membuat Susi hanya butuh waktu setahun untuk menguasai pasar Pangandaran. Ekspansinya terus melebar ke pasar Cilacap yang bisa ditempuh dalam tempo tiga jam bermobil dari Pangandaran. Sukses sebagai bakul ikan memacu semangat Susi untuk terus mengembangkan kemampuan bisnisnya. Uang hasil jerih payahnya sebagai bakul ikan kemudian digunakan sebagai modal untuk membeli perahu yang kemudian disewakan ke para nelayan. 

Kini, dari satu dua, sudah berkembang menjadi ratusan perahu di Pangandaran dan Cilacap yang diakui nelayan sebagai ‘punya Ibu Susi’. Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan tadi kemudian ia beli dengan harga yang pantas.  Menurut Susi, produksi ikan di Pangandaran amat melimpah namun tak sebanding dengan daya serap masyarakat sekitar. Tiap hari ada saja ikan segar yang tak terserap pasar. Kalau sudah begitu, para pedagang mengolahnya menjadi ikan awetan, sebagai ikan kering ataupun ikan asin. Padahal harga jual ikan segar jauh lebih mahal dibanding ikan awetan. 

Saat itulah Susi mendapat ide untuk membuka pasar di luar Pangandaran dan kota besar di sekitarnya. Kota yang menjadi sasarannya bukan Bandung, Ciamis ataupun Tasikmalaya, melainkan Jakarta. Menurut perkiraannya, penduduk ibukota memerlukan pasokan banyak ikan. Puluhan ton ikan segar tiap hari masuk ke Jakarta dan selalu terserap habis. "Intinya, ya harus segar," ucap Susi, yang cuma beberapa bulan saja jadi bakul ikan, untuk kemudian meningkat jadi pengepul besar hasil laut. 

 Mulailah ia memutar otak bagaimana membawa hasil laut yang dikumpulkannya, bagaimana hasil tangkapan nelayan yang menyewa perahu-perahunya, bisa sampai ke pasar dalam keadaan segar. Sementara, jarak pasar besar berpuluh bahkan beratus kilometer dari Pangandaran. Untuk menjaga kesegaran, maka ia harus bisa berpacu dengan waktu. Solusinya, ia mulai mengusahakan mobil untuk mengangkut ikan ke Jakarta. 

Dari yang awalnya menyewa, Susi akhirnya mampu membeli truk dengan sistem pendingin es batu. Bahkan kemudian ia dipercaya oleh beberapa pabrik sebagai pemasok tetap ikan segar untuk ekspor.  Selama bertahun-tahun, Susi bolak balik Pangandaran-Jakarta untuk membawa ikan dagangannya. Waktu berjam-jam di dalam mobil, tak sekadar dimanfaatkannya untuk beristirahat, tetapi juga terus berpikir untuk mengembangkan usahanya hingga berhasil menemukan peluang bisnis baru yakni menjual kodok. Kodok hidup tak hanya laris di pasar Glodok, bahkan bisa diekspor ke Singapura dan Hong Kong. 

Dalam perjalanan Pangandaran-Jakarta pun, ia tak pernah lupa mampir ke sentra-sentra pengepul kodok yang terdapat di sepanjang jalan Cikampek hingga Karawang. Kodok-kodok itu kemudian dibawanya ke beberapa pasar di Jakarta. Tak heran bila di tempat-tempat itu, ia sempat mendapat julukan ‘Susi Kodok’!  Kemauan untuk terus maju dan menjadi yang terbaik membuat Susi jeli melihat peluang bisnis. Ia seakan tak pernah kehabisan akal untuk mengembangkan bisnis yang dibangunnya dari nol itu. 

Setelah sukses sebagai pemasok ikan, pada tahun 1996, Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan dengan label Susi brand di bawah naungan PT ASI Pudjiastuti Marine Product. Demi kenyamanan para karyawannya, pabrik tersebut dibangun layaknya mall, penuh dengan keramik dan kaca, meski untuk itu ia harus menggelontorkan biaya investasi yang tak sedikit.  Hasil laut seperti kakap, ekor kuning, bawal, kerapu, marlin, hingga lobster merupakan produk andalan pabriknya. Dari sekian banyak produknya, lobster masih menjadi primadona. Permintaan pasar akan udang besar yang biasa hidup di perairan pantai berkarang ini terbilang cukup tinggi. Sayangnya, hasil tangkapan nelayan relatif sedikit. 

Bagi Susi, kendala itu justru merupakan sebuah tantangan. Demi berburu lobster, ia pun berkelana ke berbagai tempat pendaratan ikan. Nyaris semua pantai sepi di pesisir selatan Pulau Jawa ia telusuri.  Walau berusaha memenuhi permintaan pasar, Susi bukan tipe pengusaha serakah dan menghalalkan segala cara. Demi menjaga populasi dan kualitas lobster-lobster yang akan dijualnya, ikan itu harus ditangkap secara alami, tidak menggunakan cara yang merusak lingkungan, misalnya dengan membongkar karang atau menggunakan pestisida. Satu hal lagi, Susi juga tidak menerima lobster yang sedang bertelur. Kalau tak sengaja mendapatkan lobster yang sedang masa bertelur, ia meminta segera cepat dikembalikan ke laut.  

Ratusan tenaga kerja lokal dipekerjakan untuk menyiangi ikan. Limbah berupa tulang dan isi perut dipisahkan, dicacah atau digiling, untuk pakan itik di kebunnya, sementara bagian dagingnya dibuat filet atau produk turunan lainnya. Hanya dalam tempo setahun setelah ia mengekspor lobster beku, ragam jenis seafood beku dari pabrik Pangandaran itu diekspor ke Jepang dengan label Susi Brand.  Menembus pasar Jepang memang sebuah prestasi. Mengingat Jepang merupakan pangsa pasar ikan segar terbesar di Asia, yang menerapkan aturan ketat untuk produk yang masuk ke negaranya. Oleh karena itu, demi menjaga kualitas, pengolahan ikan di pabriknya dikerjakan sesuai standar internasional termasuk tidak memakai bahan pengawet kimia. Susi sadar, semakin murni ikan itu dari bahan pengawet, semakin banyak diburu penggemarnya. Pendinginnya pun ramah lingkungan karena menggunakan amoniak, bukan freon yang merusak ozon.  

Dalam mengembangkan usahanya, Susi juga menerapkan filosofi palugada (apa lu mau, gua ada). Sebisa mungkin ia berusaha memenuhi segala permintaan pemesan. Yang terpenting, ia tetap memegang prinsip, "Cari dan siapkan barang yang bagus, maka pembeli akan senang. Keuntungannya, harga jual bisa lebih bagus!" ungkapnya. 

Selain ikan dan kodok, Susi juga memasok sarang burung walet yang diambilnya dari para pemanen di gua-gua laut yang banyak terdapat di pesisir pantai selatan Pulau Jawa.  Diversifikasi usaha pun terus dilakukan Susi. Misalnya dengan membuka restoran Hilmans di dekat pantai Pangandaran dengan spesialisasi menu ikan segar. Restoran yang berdiri tahun 1989 itu memanjakan calon pembelinya karena bisa memilih sendiri ikan segar yang diminatinya lalu para koki mengolahnya menjadi hidangan bercita rasa istimewa.  

Kesuksesan Susi sebagai pebisnis tak dibarengi dengan kesuksesannya di dalam kehidupan rumah tangga. Sebelum akhirnya hidup bahagia dengan suaminya saat ini, Christian von Strowberg, ia telah mengalami dua kali kegagalan perkawinan. Pernikahan pertamanya terjadi di tahun 1983 saat usianya masih belasan tahun dengan seorang teman sekampungnya dan membuahkan satu orang putra bernama Panji Hilmansyah. Panji kini telah menikah dan memiliki seorang anak Arman Hilmansyah. Sang cucu ini selalu menemani Susi ke mana pun ia pergi dan menyapanya dengan panggilan Uti (penggalan dari kata Mbah Puteri).  

Setelah bercerai dengan ayah Panji, Susi menikah dengan seorang pria asal Swiss. Dari perkawinan itu, Susi dikaruniai seorang putri bernama Nadine Pascale.  Kehidupan rumah tangga yang lebih langgeng baru dialaminya setelah dipinang Christian von Strowberg. Susi pertama kali bertemu dengan pria yang usianya lebih muda 9 tahun itu saat Christian berkunjung ke restoran seafood miliknya. Pria Jerman yang fasih berbahasa Indonesia itu bekerja sebagai engineer dan pilot di Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung. Pernikahan yang telah membuahkan seorang anak bernama Alvi Xavier itu masih awet bertahan hingga saat ini. Christian pulalah yang mewujudkan impian Susi semasa kecil untuk memiliki pesawat terbang.  

Impian memiliki pesawat terbang kian kuat lantaran bisnis perikanannya yang kian berkembang tak hanya di Indonesia bahkan mulai merambah ke Asia dan Amerika. Setelah proposal pengajuan kreditnya berkali-kali ditolak bank, pada tahun 2004, Susi akhirnya bisa tersenyum setelah Bank Mandiri menggelontorkan dana sebesar 4,7 juta US dollar. Dengan dukungan Christian yang paham seluk-beluk kedirgantaraan, impiannya untuk memiliki pesawat terbang pun terwujud berupa sebuah Cessna Caravan buatan USA seharga Rp20 miliar. 

Pesawat berkapasitas 12 seats itu ia gunakan untuk mengangkut ikan dan lobster tangkapan nelayan di berbagai pantai Indonesia untuk selanjutnya diterbangkan ke pasar Jakarta.  Sebagai penekun usaha hasil laut, ia memahami betul bahwa kadar kesegaran suatu hasil laut menentukan nilai jual. Misalnya, ikan atau udang yang sudah sampai di Jepang dalam waktu kurang dari 24 jam akan bisa dihargai dua kali lipat lebih mahal. Misalnya, ikan laut yang dihargai US$3/kg bisa dijual US$8/kg apabila diantar kurang dari 24 jam. 

Untuk bisa menjamin nilai fresh pasokannya, ia pun membangun armada pesawat kargo sendiri dengan jalur domestik dan internasional. Ia menamakan armada udaranya ini, Susi Air yang berada di bawah naungan PT ASI Pudjiastuti Aviation.  

Pada 26 Desember 2004, gempa tektonik yang berujung gelombang tsunami melanda Pulau Sumatera. Kerusakan yang amat parah membuat medan sulit ditembus. Aliran bantuan pun tersendat, makanan, tenda, obat-obatan menumpuk di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh. Namun dua hari setelah bencana, Susi didampingi suami berhasil mendaratkan Cessna-nya di Meulaboh dan langsung mendistribusikan bantuan kepada para korban yang berada di daerah terisolasi.  Dari peristiwa inilah, skenario bisnisnya berubah. 

Terlebih pasca tsunami, kinerja bisnis perikanannya terus merosot, omsetnya bahkan turun hingga Rp 10 miliar/bulan. Di sisi lain, ia melihat kebutuhan terhadap pesawat di Aceh begitu besar. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut, dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang. Setelah dua minggu misi kemanusiaan selesai, pesawat tak bisa dibawa pulang. Hingga akhirnya pada 2005, ia mendatangkan satu pesawat lagi, juga jenis Cessna Caravan.  

Setahun kemudian, pesawat tersebut pindah ke Jayapura, sebagai bagian dari langkah pembukaan cabang Susi Air di sana. Tahun demi tahun armada pesawat terbang milik Susi pun terus bertambah. Selama kurun bulan Oktober-Desember 2007, ia berhasil membeli 6 pesawat (4 Cessna Caravan and 2 Pilatus Porter). 

Pada Juni 2009, Susi Air mengumumkan bahwa mereka telah memesan 30 pesawat Grand Caravan di Paris Air Show. Bulan berikutnya, Piaggio Avanti pertama Susi Air mulai digunakan. Sejak itu, Susi Air terus mengepakkan sayapnya dengan membuka kantor cabang di berbagai daerah di Tanah Air.  Sebanyak 15 pesawat melayani jasa carteran dan 7 rute penerbangan komuter antara lain, di Sumatera, dari Medan ke Simeuleu, Medan-Meulaboh, Medan-Aek Godang dan Medan-Blang Pidie. Lalu, di Kalimantan, Susie Air melayani rute Banjarmasin-Muara Teweh, Muara Teweh-Palangkaraya dan Balikpapan-Sebuku. 

Setelah bisnis maskapai penerbangan, tahun 2008 di bawah manajemen PT ASI Pudjiastuti Flying School, Susi mendirikan sekolah penerbang dengan nama Susi Flying School, dan bertindak sebagai direktur utamanya.  Kesuksesan Susi membangun kerajaan bisnis mendapat pengakuan dari berbagai kalangan. Setidaknya hal tersebut dapat dilihat dari sederet penghargaan yang diraihnya seperti Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia, Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter dari Presiden Republik Indonesia, Inspiring Woman Award for Economics dari Metro TV, Ganesa Wdiya Jasa Adiutama dari ITB.  

Ibu tiga anak ini juga aktif di berbagai bidang antara lain sebagai aktivis lingkungan independen, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, serta Ketua Komisi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di KADIN. Susi juga dipercaya sebagai dosen tamu di ITB, IPB, dan UGM, serta pada program pendidikan di lingkungan BRI dan Telkom.  Impian masa kecilnya memang telah terwujud, namun kebahagiaan bukan datang dari puluhan pesawat yang berhasil dimilikinya melainkan ketika ia bisa memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Saat pensiun nanti, Susi ingin mengikuti jejak neneknya, yakni mengabdikan dirinya penuh pada Tuhan, tinggal di masjid yang dibangunnya sendiri, dan membantu masyarakat sekitar. 


Segarnya Es Teler 77 Mewarnai Peluang Bisnis Indonesia


Siapa yang tak kenal dengan produk es teller 77, ratusan gerainya sudah tersebar di seluruh nusantara. Tidak puas dengan mempertahankan pasar dalam  negeri, kini produk es teller 77 merupakan salah satu bisnis franchise makanan yang berhasil merambah pasar internasional. Produknya sudah menjangkau pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Australia, serta masih akan terus dikembangkan untuk membuka gerai berikutnya di India, Jeddah dan Arab Saudi.

Terinspirasi dari sang mertua (Ibu Murniati Widjaja) yang menang lomba membuat es teler, Sukyatno yang dulunya bernama Hoo Tjioe Kiat mencoba menjual es teler di emperan toko dengan menggunakan tenda – tenda. Usaha yang dimulainya pada tanggal 7 Juli 1982 ini, ternyata bukan peluang bisnis yang pertama kali Ia coba. Berbagai peluang bisnis seperti  menjadi salesman, tengkulak jual beli tanah, makelar pengurusan SIM, menjadi pemborong bangunan, sampai mencoba bisnis salon pernah Ia geluti dan semuanya gagal ditengah jalan.

Tak ingin mengulangi kegagalan bisnis seperti sebelumnya, Sukyatno mulai menekuni bisnis es telernya yang diberi nama es teler 77. Angka 77 digunakan sebagai merek es telernya, karena angka tersebut mudah diingat dan diharapkan menjadi angka hoki bagi pemilik bisnis ini. Keyakinan Sukyatno pun tepat, merek es teler 77 mulai dikenal masyarakat dan menjadi salah satu produk unggulan dari dulu sampai sekarang.

Pada awalnya, ES TELER 77 hanyalah sebuah kantin kecil yang dibuka di sebuah tenda di pelataran gedung pertokoan Duta Merlin di Jakarta. Kantin tersebut hanya memiliki lima karyawan tetap. Sering kali kantin tersebut harus ditutup akibat banjir yang terjadi pada saat-saat hujan lebat. Usaha kecil ini berjalan dengan cukup baik, tetapi sebagai pedagang kecil ES TELER 77 sering kali diperlakukan tidak adil oleh pihak manajemen gedung. Suatu saat pihak manajemen gedung menaikan harga sewa sampai tiga kali lipat tanpa alasan yang jelas. Tentunya ES TELER 77 yang hanya sebagai kantin kecil tidak bisa berbuat banyak, akhirnya kantin tersebut harus ditutup dalam waktu singkat yang diberikan oleh pihak manajemen gedung.

Kejadian tersebut tidak membuat putus asa. mereka membuka satu lagi ES TELER 77 yang lebih baik dan lebih besar. Cabang ES TELER 77 ini dibuka di Jalan Pembangunan 1, di sebelah gedung pertokoan Gajah Mada Plaza. Di lokasi ini bisnis ES TELER 77 ini berkembang dengan pesat dan merek ES TELER 77 menjadi lebih dikenal.

Dari sebuah warung tenda yang dulunya berada di emperan toko, Sukyatno berinisiatif untuk mengembangkannya menjadi bisnis waralaba. Setelah 5 tahun mempertahankan bisnisnya, tepat pada tahun 1987 untuk pertama kalinya dibuka gerai es teler 77 di Solo dengan sistem franchise. Semenjak itu perkembangan bisnisnya pun sangat pesat, dengan keuletan dan kerja keras yang dimiliki Sukyatno kini es teller 77 telah memiliki lebih dari 180 gerai yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan dan pertokoan yang ada di Indonesia bahkan hingga mancanegara.


Dengan dibukanya banyak outlet-outlet ES TELER 77, kebutuhan bahan-bahan baku ES TELER 77 pun meningkat. Peruhaan ini kemudian mendirikan satu dapur pusat beserta pusat distribusinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Fasilitas di dapur sentral tersebut digunakan untuk membuat bahan-bahan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh outlet-outlet ES TELER 77. Pusat distribusi digunakan untuk menyimpan dan mengirim semua bahan-bahan tersebut ke outlet-outlet ES TELER 77 di seluruh Indonesia. Dengan fasilitas-fasilitas ini ES TELER 77 dapat menyediakan bahan-bahan kebutuhan dengan standar kualitas yang terbaik. Dapur sentral dan pusat distribusi yang pertama didirikan di Jakarta Barat pada tahun 1997 dan baru saja dipindahkan ke lokasi yang baru di Serpong, Tangerang dengan fasilitas yang lebih baik.



Kunci sukses es teller 77
Kesederhanaan dan kerjakerasnya dalam mengembangkan usaha, kini dilanjutkan oleh salah satu anaknya Sukyatno yaitu Andrew Nugroho selaku direktur PT. Top Food Indonesia. Berkat komitmen para pengelola bisnis ini, sekalipun menghadapi persaingan dagang yang cukup ketat dengan bisnis franchise makanan asing maupun franchise lokal yang saat ini banyak bermunculan. Es teller 77 terus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya. Ini dibuktikan dengan adanya inovasi baru dari es teler 77 yang mengenalkan menu makanan terbarunya antara lain gado – gado, rujak buah, mie kangkung, dan nasi goreng buntut. Andrew sengaja mempertahankan menu tradisional yang tidak asing bagi lidah orang Indonesia, agar masyarakat yang masuk pertokoan masih bisa menemukan menu tradisional yang mereka gemari.

Disamping itu untuk meningkatkan loyalitas konsumen terhadap es teler 77, Andrew juga memberikan fasilitas kartu member bagi para pelanggannya. Dengan kartu klub juara yang diluncurkannya, pelanggan berhak memperoleh diskon makanan dan minuman yang ada di seluruh gerai es teler 77.

Atas kerjakeras dan perjuangan keluarga Sukyatno dalam mengembangkan bisnisnya, berbagai penghargaan pun pernah diterimanya. Kesuksesan es teller 77 dalam mengembangkan bisnis franchisenya, menjadi motivasi besar bagi semua orang. Semoga kisah profil pengusaha sukses es teler 77, dapat menjadi inspirasi bagi calon pengusaha maupun para pengusaha yang sedang merintis bisnisnya. Salam sukses.


Selasa, 27 Maret 2012

Kehidupan di Rumah berhubungan dengan Produktivitas Karyawan


 Banyak cara menghilangkan stres karena pekerjaan sehari-hari. Tapi cara paling mudah adalah bercengkerama dengan pasangan tercinta di rumah.
Menurut sebuah penelitian dari Universitas Florida, AS, kehidupan yang harmonis di rumah akan berdampak positif pada pekerjaan.

Menurut Profesor Wayne Hochwarter, penulis penelitian, terdapat 25 persen karyawan dengan tingkat stres tinggi dan memiliki kehidupan yang harmonis di rumah cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak memiliki kehidupan harmonis.

Selain itu, mereka 33 persen cenderung memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja mereka, dan 20 persen memiliki kepuasan kerja lebih tinggi.

Penelitian sebelumnya telah menghubungkan pekerjaan rawan stres dengan berbagai macam penyakit mental dan fisik seperti depresi dan obesitas. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa stres bisa jadi lingkaran setan karena dapat memengaruhi kinerja karyawan, yang dapat menyebabkan stres bertambah besar.

"Ketika Anda masih marah akibat stres hari kemarin, aktivitas Anda akan rusak," ujar Profesor Hochwarter, yang dikutip harian Daily Mail.
Karenanya, pasangan yang pengertian dan selalu mendukung dapat menurunkan tingkat stres yang terjadi. Karyawan yang mendapatkan dukungan dari pasangannya 25 persen cenderung terhindar dari kelelahan sepulang bekerja.

Tapi, mendapatkan cerita yang lebih stres dari pasangan juga akan membuat Anda semakn stres. Tidak dianjurkan untuk saling bersaing siapa yang memiliki ari paling berat. Tapi, kemampuan untuk menyemangati pasangan memainkan peranan penting untuk menghilangkan stres pasangan dan Anda.

"Pasangan yang sukses selalu menyimpan pasokan sumber dukungan untuk diberikan saat hari-hari yang membuat stres datang," ujarnya


Senin, 26 Maret 2012

Ketela pun Bisa diolah jadi Bisnis Besar oleh TELA KREZZ


Usianya baru 26 tahun, namun Firmansyah Budi Prasetyo, warga Jalan Bugisan, Kecamatan Wirobrajan, Yogyakarta, sukses menapaki usaha snack (penganan) singkong. Dalam waktu 11 bulan, usaha itu melesat melalui pola waralaba dengan jumlah gerai mencapai 250 unit.

Usaha itu bermula saat Firmansyah, yang biasa disapa Firman, melihat gerobak dibiarkan teronggok di rumah selama berbulan-bulan. Gerobak itu semula dibeli ibunya untuk menjajakan gorengan. Namun, usaha itu urung dijalankan.

Melihat gerobak “menganggur”, muncul ide Firman untuk mendirikan usaha makanan dengan gerobak. Kesadaran akan potensi singkong di wilayah DI Yogyakarta menumbuhkan gagasan berkreasi dengan produk pangan sepanjang musim itu.
“Singkong mudah didapat karena ditanam hampir di seluruh wilayah di Indonesia sehingga pengolahannya dapat dilakukan siapa pun,” kata Firman yang mengembangkan usaha itu sejak Februari 2007.

Berbekal modal awal Rp 3 juta, ia mengolah bahan pangan itu secara cermat, hingga terasa renyah. Makanan ringan yang diberi merek Tela Krezz itu berbentuk balok-balok seukuran jari kelingking dan hampir 90 persen komponennya terbuat dari singkong.
“Saya melakukan uji coba beberapa kali sampai menemukan resep untuk membuat singkong lunak seperti kentang. Singkong yang sudah lunak itu diberi aneka bumbu sehingga rasanya bervariasi,” ujarnya.

Gerobak yang menjadi sarana untuk berjualan memanfaatkan peralatan masak sederhana, serupa dengan peralatan masak di dapur rumah. Guna memberi cita rasa, penganan itu diberi bumbu yang kini telah berkembang menjadi 14 jenis rasa.
Dengan modal awal itu pula Firman berupaya memperkenalkan produknya secara massal kepada konsumen. Arena pameran menjadi media ampuh dalam berpromosi. Sejak mengikuti beberapa pameran, pesanan terus mengalir dari dalam dan luar Yogyakarta, di antaranya dari Jawa Tengah. Usaha itu berkembang, Firman lalu merekrut delapan karyawan.

Modal terbatas
Ketika usahanya beranjak maju, pemuda lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2004 itu tertantang untuk melebarkan sayap usaha. Menyadari modal usahanya terbatas, dia mencoba mengadopsi pola bisnis waralaba.
Untuk membuka sebuah gerai Tela Krezz, pembeli lisensi atau pewaralaba dikenai biaya dana Rp 3,5 juta sampai Rp 6 juta, disesuaikan dengan lokasi. Dengan dana tersebut, pewaralaba juga mendapatkan pelatihan operasional dan manajerial usaha, termasuk cara memilih singkong yang berkualitas baik.

Bahan baku singkong diperoleh dari setiap lokasi waralaba demi menghemat biaya transportasi. Sementara itu, bumbu dasar untuk pelunak singkong dan bumbu rasa snack didatangkannya ke setiap gerai waralaba.
Di setiap provinsi yang menjadi lokasi waralaba terdapat satu pewaralaba yang sekaligus menjadi pemasok bumbu ke pewaralaba lainnya di wilayah itu. Untuk menjadi pewaralaba sekaligus pemasok, total biaya yang dikenakan sebesar Rp 12 juta sampai Rp 15 juta, sesuai dengan lokasi.

Untuk membuka gerai baru, komunikasi dengan para calon klien dilakukan Firman hanya lewat telepon seluler atau surat elektronik (e-mail). Awalnya, bisnis dengan pola komunikasi yang mengandalkan sarana elektronik itu menuai keraguan para calon mitra, khususnya di daerah luar Jawa.
Namun, Firman mampu membuktikan, bisnis adalah sebuah kepercayaan. Kepercayaan itu diwujudkan tidak hanya dalam menjaga mutu produk dan kecepatan waktu pelayanan, melainkan mengedepankan manfaat bagi sesama.

Ketepatan waktu dia buktikan dengan pembukaan gerai dalam waktu 14 hari sejak transaksi. Untuk memperluas kemitraan, ia memberi bonus bagi pemegang lisensi yang menambah mitra usaha dan agen. “Dengan prinsip saling berbagi dengan mitra dan agen, niscaya usaha kita akan maju bersama-sama,” ucap Firman.
Di setiap wilayah, singkong yang diolah rata-rata mencapai 300-500 kilogram per hari. Sejumlah 300-500 kilogram singkong itu menghasilkan 1.200 sampai 2.000 bungkus.

Usaha kecil dan menengah (UKM) berpola waralaba Firman pun maju pesat. Usaha itu berkembang di 32 kabupaten dan kota, di antaranya Nunukan, Malang, Samarinda, Balikpapan, Medan, Jambi, Batam, dan Banjarmasin. Omzet total usaha berpola waralaba itu mencapai Rp 300 juta setiap bulan.
Dari usahanya itu, ia mendapat tambahan modal. Dia lalu merambah bidang usaha lain seperti bisnis binatu, restoran steak, dan chicken chick’s. Ia pun tak ragu meminjam dana bank. Total karyawan yang dia pekerjakan bertambah menjadi 30 orang.

Untuk usahanya dalam meningkatkan nilai produk pangan, Firman mendapat penghargaan UKM Award dari Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM pada 2007.

Lapangan kerja
Sebelum menjadi pengusaha, Firman malang-melintang di berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pascalulus kuliah. Anak pegawai negeri itu mulai berpikir terjun ke dunia bisnis sewaktu bertemu dengan beberapa imigran gelap asal Indonesia yang terpaksa hijrah ke negeri jiran melalui Nunukan, Kalimantan Timur, demi mendapatkan pekerjaan.
“Saya bertanya-tanya, di mana peran pemerintah untuk menyerap lapangan kerja? Kalau bukan kita yang berusaha membuka lapangan kerja, sampai kapan pun pencari kerja gelap ke luar negeri akan terus ada,” ujarnya.

Sejak awal ia meyakini, dalam suatu usaha itu standardisasi sangat penting. “Apa pun bentuk usahanya, jika dilakukan dengan standardisasi jelas, usaha itu pasti jalan,” kata anak sulung dari tiga bersaudara itu.
Pola waralaba diyakininya efektif untuk membuka lapangan kerja. Konsep kemitraan menjadi pilihan dia untuk mengembangkan bisnis tanpa perlu modal besar, namun tetap bisa menyerap tenaga kerja.

Memasuki tahun 2008, Firman berencana mengembangkan UKM berpola waralaba itu, terutama ke daerah luar Jawa. Ia berharap potensi singkong di luar Jawa bisa berkembang seiring peningkatan nilai tambah produk itu. Ia juga berencana menciptakan variasi produk singkong lainnya dalam bentuk dan rasa yang berbeda.

Di sela kesibukan berusaha, pemuda lajang itu kerap memberikan pelatihan berbisnis untuk kelompok-kelompok mahasiswa tingkat akhir perguruan tinggi negeri dan swasta.
“Saya ingin mengajak generasi muda untuk tidak menggantungkan penghasilan pada penyedia lapangan kerja, tetapi menciptakan usaha. Modal kecil bukan halangan, yang penting kreativitas,” ucapnya.






Jumat, 23 Maret 2012

WiraUsaha Jus Buah pun, bisa dapat banyak Untung


Menjalankan usaha minuman dari buah atau jus jadi bisnis biasa. Namun jika dijalankan dengan sungguh-sungguh dengan kualitas yang terjaga, maka bisa digemari banyak orang. Cara inilah yang dijalankan Diana Farida lewat 'Orie Juice'.


Diana memulai usaha jus buah yang diberi nama 'Orie Juice' di 2002. Ide ini berawal ketika ia ingin menyajikan jus seenak yang dibuat oleh mama atau ibu di rumah. Oleh sebab itulah ia memilih usaha ini.

Modal awal yang dikeluarkan Farida bisa dibilang cukup murah, yaitu Rp 1.500.000. Modal itu ia gunakan untuk membeli etalase, blender, dan perangkat lainnya seperti buah, gelas, dan sedotan. 

Jus buah yang ditawarkan oleh Diana ada 3 macam, yaitu jus 1 rasa buah, 2 rasa buah (jus poligami), dan 3 rasa buah (jus pelangi). Harga yang ditawarkan-pun cukup ringan di kantong. 

Untuk jus 1 rasa, harganya dibanderol Rp 5.000, misalnya jambu, tomat, dan apel. Untuk jus 2 dan 3 rasa, pelanggan boleh memilihnya sendiri. Harga yang ditawarkan juga tak kalah ringan. Untuk jus poligami, harganya adalah Rp 8.000 sedangkan jus pelangi harga yang ditawarkan adalah Rp 10.000.

"Selama saya berjualan, prospek usaha ini sangat bagus karena banyak peminatnya. Apalagi jus buah kan sehat jadi banyak yang akhirnya berlangganan pada saya, misalnya pegawai di Nurul Fikri yang setiap hari memesan," ungkap wanita berusia 43 tahun ini ketika ditemui di tempatnya berjualan di kawasan Margonda, Depok, Sabtu (17/1/2011).

Disinggung mengenai usahanya yang kian laris tersebut, Diana mengatakan kunci suksesnya terletak pada rasa dan keramahan yang selalu ia berikan kepada pelanggan. 

Diana menjamin jus yang ia jual komposisinya lebih banyak buah daripada airnya. Ia juga tidak menggunakan pemanis buatan serta menggunakan air galon Aqua asli, jadi rasanya benar-benar terjamin. Selain itu, buah yang dipakai juga bukan buah yang matang. Ia selalu memilih buah yang setengah matang karena rasanya lebih terjaga.

"Jangan menggunakan buah yang matang, rasanya pasti beda. Saya selalu menggunakan buah segar dan komposisi buahnya lebih banyak dibanding airnya. Takaran airnya hanya 1 cm untuk buah yang mengandung banyak air. Selain itu, cup-nya juga besar yang berukuran 16 cm. Jadi pelanggan puas minum jusnya," imbuhnya.

Selain karena komposisi buahnya lebih banyak, keunggulan lain yang ditawarkan oleh Orie Jus bila dibandingkan usaha sejenis di sekitarnya adalah jam buka Orie Juice hingga pukul 23.00 WIB. Jadi, bagi pelanggan yang pulang malam-pun bisa mampir untuk membeli jus. 

"Biasanya kalau yang lain kan tutupnya jam 20.00 atau 21.00, saya tutupnya jam 23.00. Sampai jam 23.00 juga masih ada yang beli,” tambah Diana. 

Lokasi usaha yang dipilih Diana berada di sekitar kampus UI Depok. 

Ketika disinggung mengenai kendala usaha, apalagi jika lokasi usaha dekat dengan kampus yang sebagian besar pelanggannya adalah mahasiswa, Diana mengatakan ia tidak kuatir walaupun kampus sedang libur. Hal ini dikarenakan lokasi usaha yang dipilih Diana juga berada di pinggir jalan.

"Saya nggak kuatir kampus libur atau tidak karena pelanggan saya bukan hanya mahasiswa. Lokasi usaha saya kan di pinggir jalan, jadi siapapun bisa membeli," terang Diana.

Yang menjadi kendala utama Diana akhir-akhir ini adalah adanya iklim yang tidak menentu, yang lebih didominasi oleh hujan. 

"Kalau musim hujan pembeli sepi. Karena musim hujan udaranya kan dingin, jadi pelanggan agak malas membeli minuman yang dingin," imbuhnya. 

Kini, usaha jus buah yang didirikan Diana sejak 2002 berbuah manis. Puluhan pelanggan siap mengantre untuk dapat meneguk segarnya Orie Juice. Dalam satu hari, ketika sedang sepi saja Diana masih bisa memperoleh omzet sekitar Rp 200.000, sedangkan saat ramai, Rp 350.000 bisa ia kantongi setiap harinya.


Selasa, 20 Maret 2012

Orang-Orang Berikut Malah Sukses Setelah Keluar Kerja

Pernahkah Anda berharap ingin berhenti dari pekerjaan sekarang dan mewujudkan mimpi Anda? Bisa saja nasib baik berpihak Anda, seperti orang-orang ini. Mereka bisa mendulang sukses setelah meninggalkan pekerjaan yang memberikan mereka gaji tetap.

Kesuksesan setelah berhenti dari pekerjaan kantoran Anda memang bukan jaminan. Namun untuk beberapa orang bisa beruntung setelah mengatakan 'Saya berhenti". Dengan kerja keras dan kebulatan tekad, mereka kini bisa berbalik mendulang sukses.

Berikut kisah sukses orang-orang setelah berhenti dari pekerjaannya. Orang-orang ini bisa mendulang jutaan dolar dan menciptakan kekayaannya sendiri. Berikut 10 orang-orang beruntung itu, seperti dikutip dari CNBC, Rabu (26/1/2012).



1. Shep dan Ian Murray, Vineyard Vines 
Dua bersaudara, Shep dan Ian Murray ini merasa frustasi dengan pekerjaan mereka di belakang meja pada sebuah perusahaan di Manhattan. Shep Murray sebelumnya adalah seorang Account Executive di sebuah perusahaan periklanan, sementara Ian Murray bekerja di sebuah perusahaan public relation kecil. Pada tahun 1998, Shep Murray mengundurkan diri, disusul saudaranya 10 menit kemudian.

Mereka selanjutnya mengambil tunai dari kartu kredit untuk mulai mendirikan Vineyard Vines, sebuah dasi yang berbasis di Martha's Vineyard. Ide mereka mengambil uang tunai dari kartu kredit sempat dicemooh dan dinilai bodoh. 

Pada awalnya, mereka menjual dasi-dasi itu di tas ransel, di pantai, di kapal dan di bar. Mereka menjual habis 800 dasi dalam pekan pertama. Mereka dengan cepat memasannya lagi, membayar utang dan pindah ke kantor pertamanya. Satu dekade kemudian, bisnis mereka kini meliputi seluruh clothing line.

Saat ini ada 18 toko ritel Vineyard Vine di seluruh negara, dan jaringannya dapat ditemukan di hampir 500 toko. Vineyard Vine diperkirakan mampu mencetak penjualan hingga US$ 100 juta pada tahun 2011. 


2. Rick Wetzel dan Bill Phelps, Wetzel's Pretzels 

Rick Wetzel dan Bill Phelps dulunya sama-sama bekerja di Nestle ketika konsep Wetzel's Pretzels terlahir. Keduanya sedang dalam perjalanan bisnis ketika Wetzel mengatakan kepada Phelps tentang ide istrinya untuk membuat pretzel yang besar dan lembut dan dijual di mal. Malam itu, mereka duduk di bar dan menggambarkan rencana bisnisnya pada sebuah kain serbet.

Wetzel kemudian menjual Harley Davidson miliknya untuk mendanai bisnis yang dijalankannya di waktu senggang itu. Mereka menggandeng partner untuk menciptakan resep di dapur Phelp. Dan ketika waktunya tiba untuk membuka toko, mereka mencoba meyakinkan pemilik mal untuk datang ke rumah mereka dan mencoba kreasinya. Dan ternyata pemilik mal itu menyukai rasanya, sehingga mau menyewakan tempat untuk toko pertama Wetzel's Pretzels. 

Itu adalah tahun 1994. Setahun kemudian, Wetzel dan Phelps mendapatkan keberuntungannya ketika mereka mendapatkan beberapa paket penawaran (untuk berhenti) dari Nestle. Mereka membuka lagi beberapa toko sebelum memutuskan untuk mewaralabakannya pada tahun 1995. Saat ini tercatat ada 250 toko Wetzel's Pretzel di seluruh AS, dengan lokasi di Jepang dan India diharapkan dibuka pada tahun ini. Penjualan di seluruh wilayah diperkirakan mencapai US$ 100 juta dengan pertumbuhan penjualan mencapai 9% pada tahun 2011. 



3. Terry Finley, West Point Thoroughbreds

Terry Finley menyelesaikan tugas militernya pada tahun 1990 ketika dia dan istrinya, Debbie kemudian membeli kuda seharga US$ 5.000. Kuda yang diberi nama Sunbelt itu memenangkan pacuan pertamanya dan Finley pun tersangkut.

"Melakukan apa yang Anda cintai dan membuatnya profesional adalah jauh lebih baik ketimbang hanya sekedar bekerja untuk hidup," jelas Finley.

West Point Thoroughbreds sekarang membeli 20-25 kuda setiap tahun, membentuk kelompok investor yang dapat meraup laba ketika kuda-kudanya menang, mengembangbiakkan dan menjual. Sejak tahun 2007, kuda-kuda mereka telah memenangkan lebih dari 20% pacuan, sehingga membuat mereka bisa meraup US$ 16 juta. Penjualan tahunan mereka mencapai US$ 7 juta.



4. Dana Sinkler dan Alex Dzieduszycki, Terra Chips

Dana Sinkler dan Alex Dzieduszycki sebelumnya bekerja untuk chef bintang, Jean-Georges Vongerichten di restoran bintang empatnya, Lafayette di New York. Mereka kemudian memutuskan berhenti dan memulai bisnia ketering pertamanya. Mereka ingin menciptakan sebuah sajian khusus untuk disajikan di bar, namun mereka ingin sesuatu yang berbeda dari elaborasi satu piringan penuh sayuran atau crudité platters, yang populer pada saat itu. Jadi pada tahun 1990, mereka bereksperimen dengan menggoreng sayur-sayuran di dapur apartemen kecil Sinkler.

Dan ternyata keripik sayur-sayuran kreasi mereka 'Terra Chips' menjadi sangat populer dan bisa dijual di toko. Sebuah perusahaan swasta membeli 51% saham mereka pada tahun 1995, dan pada tahun 1998 Hain Celestial membeli Terra Chips sebagai bagian dari kesepakatan senilai US$ 80 juta dengan 3 perusahaan lain. Pada saat itu, ujar Dzieduszycki , Terra Chips memiliki penjualan hingga US$ 23 juta.

Sinkler dan Dzieduszycki telah bergerak ke perusahaan baru. Sinkler kini telah memulai bisnis restoran baru yang disebut Hubee D's, sementara Dzieduszycki memulai Julian's Recipe, yang menjual waffle beku. 




5. Adam Lowry dan Eric Ryan, Method

Adam Lowry dulunya bekerja sebagai ilmuwan iklim, sementara Eric Ryan bekerja di bidang periklanan. Keduanya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mengembangkan bisnis produk pembersih yang ramah lingkungan, Method. Pada saat itu tidak banyak pilihan untuk produk kebersihan yang tidak mengandung unsur-unsur kimia berbahaya. Sehingga dua orang yang berteman baik sejak anak-anak itu mulai melakukan riset dan Lowry bahkan mencampur bahan kimia di bak cuci apartemen mereka.

Mereka juga menarik uang tunai dari kartu kredit, dan menggabungkan dana hingga US$ 200.000 dari keluarga, teman dan memulai Method pada tahun 2000. Method telah menjadi sebuah perusahaan swasta dengan pertumbuhan paling cepat di Amerika dengan produk sekitar 100 mulai dari sabun tangan hingga sabun cuci piring dan pembersih kamar mandi. Pendapatan kotor perusahaan itu diperkirakan mencapai US$ 100 juta. 




6. Rod Johnstone, J/Boats

Rod Johnstone berusia 38 tahun dan bekerja sebagai sales untuk publikasi kapal ketika memutuskan untuk berhenti dan mewujudkan mimpi perahu layarnya. Ia semula sangat menikmati, namun kemudian merasa pertumbuhannya tidak cukup cepat. Orang tuanya kemudian mendonasikan kayu yang bernilai beberapa ratus dolar, dan Johnstone kemudian mulai membangun kapal di garasinya. Satu setengah tahun kemudian kapal impiannya rampung dan ia mulai mengikutkannya dalam perlombaan. Didorong oleh kesuksesannya, Johnstone memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mewujudkan impiannya.

Itu adalah tahun 1977. Setelah itu, J/Biats telah membangun lebih dari 13.000 kapal, dari yang kecil hingga kapal pesiar mewah sehingga mendatangkan pendapatan hingga jutaan dolar. Desain awal Johnstone, J/24 kini ada di Sailboat Hall of Fame.



7. Andy Schamisso, Inko's White Tea

Pada tahun 2002, Andy Schamisso bekerja sebagai public relations namun tidak merasa nyaman. Suatu hari, ketika istrinya tidak dapat menemukan teh putih yang jarang untuk es tehnya, Schamisso menemukan panggilannya. Ketika sedang mencarinya di internet, ia menemukan keuntungan keseatan dan memutuskan membawa resep istrinya ke orang lain.

Jadi setelah 13 tahun di perusahaan PR, Schamisso memutuskan untuk berhenti bekerja dan memulai Inko’s White Tea, yang dinamakan seperti anjingnya. Setelah mendapatkan cukup uang untuk membuat 6.000 kotak, Schamisso pergi ke jalanan di New York untuk menjual produknya. Setahun kemudian, order sudah beruba dari kardus-kardus ke truk-truk. Saat ini ada 14 jenis Inko’s White Tea di pasar. Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan tahunan perusahaan mencapai US$ 3 juta.



8. Kim dan Beaver Raymond, Marshmallow Fun Company

Kim dan Beaver Raymond, keduanya sama-sama mengatakan "Saya Berhenti" setelah mainan yang semula mereka ciptakan untuk anak-anak mereka berubah menjadi mainan yang sangat hits. Dua bersaudara itu sebelumnya sama-sama bekerja di industri fesyen. Pada tahun 2002, mereka membuat mainan tembakan dari pipa PVC untuk pesta ulang tahun anak mereka. Dipicu oleh kesuksesan pertempuran makanan yang mereka saksikan, pasangan itu dan beberapa temannya kemudian menggambarkan bagaimana membangun dan memasarkan mainan baru tersebut.. dan Marshmallow Fun Company terlahir.

Pada tahun 2010, Marshmallow Fun Company menjual lebih dari 7 juta tembakan mainan anak-anak.



9. Rocky Patel, Rocky Patel Cigars

Rocky Patel merupakan pengacara entertainment Hollywood, sebelum akhirnya sukses mengembangkan bisnis cerutu. Setelah didekati untuk kemungkinan memroduksi brand cerutunya sendiri, Patel memutuskan untuk mengubah kecintaannya menjadi sebuah karir. Padahal teman-teman dan koleganya telah mengingatkan dia yang akan meninggalkan praktik hukumnya untuk industri yang ia belum ketahui. Namun Patel melihat sebuah kesempatan untuk menciptakan produk yang ia pikir hilang dari pasar. Jadi iapun meninggalkan bisnis hukum dan mulai memroduksi cerutu pada tahun 1996, mengubah rumahnya di California menjadi kotak tembakau.

Setelah awal yang sangat sulit, Patel memutuskan untuk memindahkan bisnisnya ke Florida dimana sebagian besar perusahaan cerutu AS berada. Ia mendapat sukses besar pada tahun 2003 dengan Rocky Patel Vintage Series yang mendapatkan peringkat tinggi dan pujian. 

Rocky Patel Cigars saat ini memroduksi 200.000 cerutu setiap tahunnya, dengan penjualan lebih dari US$ 40 juta pada tahun 2011.



10. Paul English, Kayak

Paul English bekerja di sebuah perusahaan modal, Greylock pada tahun 2004 ketika Steve Hafner yang mendirikan Orbitz mengungkapkan ide untuk membuat perusahaan perjalanan yang berbeda. Setelah melakukan pertemuan selama 1 jam dan 3 gelas minuman, English dan Hafner membentuk Kayak, sebuah mesin pencari perjalanan online. English pun berhenti dari pekerjaannya di Greylock dan mulai menjadi chief technology officer untuk website baru itu.

Kayak menjadi tempat pencarian ratusan situs perjalanan yang lengkap karena ada tarif pesawat, hotel, sewa mobil dan kini berada di peringkat 1 untuk pasar tersebut. Kayak juga menyampaikan dokumen untuk IPO pada tahun 2010, meski hingga kini belum juga dilakukan. Perusahaan tersebut dilaporkan meraup pendapatan hingga US$ 170,6 juta pada 9 bulan pertama di 2011. Kayak memproses 670 juta pengguna informasi perjalanan dan memiliki 5 juta download aplikasi mobile pada periode tersebut.


Pupuk Pun Sukses Dipasarkan Online

Memulai bisnis bagi seseorang memang berbeda-beda, ada yang terencana tetapi ada juga yang secara kebetulan. Misalnya yang dialami oleh Elsa Rosyidah, kini ia sukses menjadi pengusaha pupuk, hanya karena berawal dari keinginan untuk menolong teman yang sering ditipu oleh tenaga marketing.

Wanita kelahiran Blora, Jawa Tengah 1985 ini, kemudian mencoba membuat pemasaran pupuk secara online dari produk temannya. Padahal sebagian besar para pengguna pupuk adalah petani yang umumnya tidak terbiasa dengan transaksi online. Lalu bagaimana kah?

Usaha yang dimulai pada September 2009 ini, tidak disangka-sangka, dalam beberapa hari setelah ia memulai memasarkan melalui website tidak berbayar (blogspot), Elsa langsung memperoleh pesanan dalam jumlah yang cukup luar biasa.

Elsa menceritakan alasannya memilih penjualan dan pemasaran pupuk secara online. Berawal dari keinginan menolong, dia pun berpikir untuk memasarkan produk temannya itu. Padahal pada waktu itu, Elsa sedang menempuh studi S1 di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Kemudian ia berpikir bagaimana dapat menjual pupuk supaya dia bisa kuliah dan juga dapat membantu temannya.

"Itu sangat sulit bagi saya karena ketika memasarkan pupuk secara offline (nyata), itu memerlukan biaya untuk keliling kemudian saya tidak tahu medannya seperti apa, belum banyak kenalan di toko pupuk juga, dan itu menghabiskan waktu dan tenaga juga. Tetapi saya tetap ingin bantu dan akhirnya kita buat secara online," katanya kepada detikFinance beberapa waktu lalu di kediaman dubes AS, beberapa waktu lalu.

Beberapa hari setelelah mulai dipasarkan, kemudian ada seorang yang menelpon Elsa untuk memesan pupuk dari toko online-nya. Elsa pada saat itupun sedikit kaget karena dia samasekali tidak menyangka. Alasannya dalam waktu yang singkat, yakni 10 hari setelah toko online dari situs non berbayar itu (blogspot) di buka, langsung memperoleh respon dari pelanggan dan Elsa pun harus melihat katalog harga terlebih dulu karena dia tidak begitu hafal dengan harga pupuk yang ditawarkan.

"Waktu saya ditelpon orang, saya benar-benar bingung karena masih belum ada persiapan dan saya masih lihat daftar harganya berapa," ceritanya.

Wanita finalis wirausaha mandiri nasional tahun 2009 dan juga salah satu dari sembilan wanita muda Indonesia peraih program 10.000 wanita wirausaha dunia dari Goldman Sachs di Amerika Serikat tahun 2012 ini, menyadari bahwa hanya dengan mengunakan situs non berbayar yang sederhana saja bisa berjalan. Kemudian ia berpikir untuk meningkatkan kualitas toko onlinenya, Elsa kemudian menggunakan situs berbayar.

"Ini kemudian berlangsung hingga kini dan sekarang menggunakan website yang berbayar," tuturnya.

Menurut Elsa, memasarkan dan menjual pupuk secara online, bukannya tanpa kendala karena pupuk merupakan kebutuhan dasar petani yang umumnya jarang dijual secara online dan sebagian besar pengguna pupuk dan distribusi pupuk dipegang adalah orang yang usianya cukup tua dan tidak terbasa dengan transaksi melalui toko online. Disamping itu, tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap transasksi online masih relatif rendah.

"Kita harus membiasakan mereka untuk online dan membuat mereka percaya kepada kita," pungkasnya.

Elsa sendiri menjual pupuk semi organik, sedangkan pelangganya tidak membatasi segmen pasar dari toko onlinenya. Menurutnya siapapun orang yang terbiasa dan bisa transaksi online merupakan pasarnya. 

Pelangganya sendiri merupakan orang yang sudah berpengalaman di bidang pupuk, seperti para petani, kelompok tani, toko prasarana pertanian dan distributor pupuk.

"Semua orang yang bisa online itu adalah pasar kami," ujarnya.

Elas yang kini sedang menempuh pendidikan Pasca Sarjana di Unpad Bandung ini menambahkan, usaha yang awalnya hanya dikelola oleh ia sendiri, sekarang telah memiliki 8 orang pegawai karena seiring berjalannya waktu dan meningkatnya order atau pesanan pupuk.

Sayangnya Elsa enggan berkomentar soal berapa omset yang ia peroleh, tetapi ia mengungkapkan dari awal berdiri hingga sekarang, peningkatan penjulan toko onlinenya mencapai 400%. Saat ini pasar pupuknya telah tersebar di seluruh pulau di Indonesia dari jawa, Sumatera hingga Sulawesi.

"Itu luar biasa dan sekitar 400% serta pasar kami tersebar di seluruh Indonesia," ungkapnya.

Kesuksesan wanita muda ini bukannya tanpa kendala, Elsa pernah mengalami pengalaman pahit. Saking senangnya waktu pesanan di awal-awal. Pada pesanan selanjutnya Elsa memperoleh pesanan sekiatar 3 kontainer pupuk. 

Tepatnya pada tahun 2009, ketika barang telah sampai di tangan pelanggan. Ternyata pupuk yang dijual oleh Elsa tidak dibayar dan orang yang membeli tidak tahu kemana. Dia waktu itu mengalami kerugian hingga Rp 160 juta. Pengalaman tersebut kemudian memberikan pelajaran yang berharga bagi Elsa untuk membuat sistem pembayaran agar peristiwa itu tidak terulang kembali, yakni barang akan dikirim jika sudah lunas atau 100% terbayar.

"Barang akan kita kirim ketika pembayaran 100% telah dibayarkan. 50% ketika pemesanan dan 50% ketika barang akan dikirim.” tegasnya.

Elsa juga berkeinginan membuka toko pupuknya secara offline dan menambah kerjasama dengan produsen pupuk untuk menambah jenis produk yang dijual dan memperluas pasarnya. Serta meningkatkan kualitas sistem toko onlinenya.

Jika anda berminat memesan pupuk online atau mengetahui jenis pupuk yang dijual. 

Anda dapat mengunjungi situs: http://tokopupuk.net


Sabtu, 10 Maret 2012

8 Tips Sukses dari Orang Paling Kaya di Asia

Li Ka-Shing menjadi orang Asia paling kaya versi Forbes 2012. Ia juga masuk jajaran 10 besar orang paling kaya di planet bumi, bersama dengan taipan lain seperti Bill Gates dan Warren Buffett.

Ia memulai hidupnya dari sebuah keluarga sederhana dan dibesarkan tanpa sosok seorang ayah sebelum akhirnya menjadi pebisnis dan orang paling dermawan di Asia. Bagi warga Asia, Li Ka-shing merupakan sosok yang ideal untuk dituruti.

Sudah banyak buku yang menceritakan bisnis dan kehidupannya, kebanyakan diterbitkan dalam bahasa mandarin hampir semuanya dilakukan oleh pihak ketiga. Buku-buku ini banyak memenuhi toko buku, layaknya buku-buku soal Warren Buffet di Amerika Serikat (AS).

Yayasan miliknya, yang bernama Li Ka Shing Foundation, mengumpulkan beberapa pepatah atau tips yang merepresentasikan kehidupan sang taipan. Seluruh tipsnya ini, seperti dilansir dari Forbes, Jumat (9/3/2012), pernah diucapkan langsung oleh CEO Cheung Kong Holdings Limited dan Hutchison Whampoa Limited ini di masa lalu:

1.Sebagai pemimpin, seseorang harus lebih sering menghabiskan waktu merencanakan masa depan

2.Jangan terlalu optimis ketika pasar sedang bagus, jangan pula terlalu pesimis ketika pasar sedang buruk

3.Reputasi yang bagus bagi perusahaan dan diri anda adalah aset berharga yang tidak ternilai meski tidak tertulis dalam laporan keuangan

4.Tidak peduli betapa kuat atau ahlinya anda di satu bidang, jika anda tidak punya hati dan niat yang kuat, anda tidak akan sukses

5.Untuk menjadi manajer yang baik, sikap dan kemampuan adalah bahan dasar yang harus seimbang. Seorang pemimpin bisa memberi inspirasi kepada bawahannya, sementara seorang bos mendominasi bawahannya sehingga mereka merasa kecil.

6.Rumus untuk bisa sukses itu sulit ditemukan, anda pun harus hati-hati karena tanda-tanda kegagalan justru tersebar di mana-mana. Membangun sebuah fondasi yang bisa meminimalisir kegagalan sudah terbukti bisa menjadi jalan pintas menuju kesuksesan.

7.Seorang manajer yang sukses adalah yang bisa membaca bakat orang lain. Tak hanya mereka bisa memilih orang yang lebih pintar dari dirinya, tetapi juga bisa menghindari memilih karyawan yang terlalu bangga akan dirinya melebihi keahlian aslinya.

8. Seni sebuah manajemen yang bagus terletak dalam kapasitasnya menerima tantangan, serta kemampuannya melebur pemikiran baru dan lama.


Kamis, 08 Maret 2012

Kesuksesan Alim Markus dengan MASPION

 Siapa tak kenal Alim Markus? Presiden direktur Grup Maspion ini merupakan contoh pengusaha sukses yang merintis usaha dari bawah. “Kerja, kerja, kerja, kemudian belajar!” begitu salah satu kiat suksesnya. Belum lama ini, Alim Markus (60) merilis buku berjudul 100 Jurus Bisnis Alim Markus di kampus Untag Surabaya. Berikut nukilannya:

Saya mulai terjun di dunia usaha di umur belia. Sebelum usia 20 tahun, hidup saya bergantung 100% rajin kerja keras. Pada usia 20 hingga tahun, usaha saya sudah kelihatan sedikit baik. Ada fondasi, 10% tergantung unsur luck (keberuntungan), 90% tergantung rajin kerja keras.

Unsur luck itu bisa pelan-pelan bertambah kira-kira, ya, 20% sampai 40%. Tapi suatu usaha timing tidak tepat. Tempatnya salah dan tidak cocok, organisasinya tidak kompak. Dengan gegabah dilaksanakan usaha itu. Jadi, bisa dibayangkan kegagalannya.

Sejak usia 15 tahun, saya mengetahui bahwa cari uang itu sulit. Hidup itu banyak tantangan karena usaha orangtua masih kecil. Tinggal di sebuah rumah petak seluas 4 X 4 meter persegi di Jalan Kapasan Gang II Nomor 2, saya hidup uyel-uyelan dengan ayah, ibu, dan keempat adik saya. 

Jadi, saya harus bekerja keras. Orang lain bekerja delapan jam sehari, saya 14 jam, dari jam lima pagi, ayam berkokok sampai jam 19.00, setan mulai keluar, katanya.

Sejak muda saya mempunya cita-cita yang besar untuk menjadi pengusaha besar. Saya juga memiliki keinginan untuk tidak menjadi nomor dua atau tiga, tapi harus nomor satu. Tetapi tentu saja keinginan itu saya simpan dalam hati, karena saya tidak boleh sombong. 

Karena itu, saya berusaha untuk lebih rajin belajar. Dalam hal ini, awalnya saya banyak belajar dari kerja keras dan ketekunan ayah saya, Alim Husin, dan kemudian belajar dari pengusaha lainnya. 

Saat usia masih sangat muda, saya sudah jadi verkoper. Masuk keluar pasar yang becek. Hidup yang sulit itu merupakan latihan yang ampuh. Suatu hal yang sangat berharga, tidak bisa dibeli dengan uang satu miliar pun.

Banyak orang mungkin tidak percaya bahwa saya mengalami hidup yang berat di masa remaja. Mereka mungkin berpikir, saya adalah anak pengusaha kaya, yang menikmati kehidupan mewah sehari-hari. Bagaimana mungkin. Bisnis orangtua saya masih kecil, rumah pun di gang sempit. Tapi, untungnya, keluarga saya mendidik saya tidak menjadi anak yang suka mengeluh. Ini sungguh saya syukuri. 




Saya mengalami usaha sebagai pengusaha lemah, tanpa modal banyak. Tetapi, ibarat tanaman, saya tidak tumbuh di dalam rumah, namun di hutan belantara. Sehingga, saat jadi besar, saya tidak takut pada angin ribut dan hujan yang lebat. Karena akarnya masuk ke tanah dalam sekali.

Setelah memulai usaha, setapak demi setapak, saya memahami tidak ada jalan lain untuk terus-menerus mengakumulasi modal. Di kemudian hari saya pun tahu nasihat seorang pengusaha Amerika kaya-raya, yang di masa kecil berjualan pembersih peralatan dapur. Bagaimana caranya?

Pengusaha Amerika ini mengatakan, kalau kita ingin penghasilan lebih besar, ya, menjual barang lebih banyak. Untuk itu, kita harus menawarkan barang kepada lebih banyak orang. Semakin banyak menawarkan, semakin banyak barang terjual. 

Di masyarakat bisnis itu tidak ada pemberian gelar dari universitas biarpun Anda sudah berusaha selama 40 tahun. Sehingga, banyak pengusaha yang usahanya dari nol, setelah sukses pun tidak ada gelar. Businessman melalui kegiatannya memberikan kontribusi kepada masyarakat dan masyarakat memberikan penghargaan. 

Dunia bisnis adalah dunia yang riil atau nyata, banyak perubahan. Tidak mesti seperti yang diajarkan di sekolah bahwa 1 + 1 = 2.

Dalam suatu usaha bisnis tidak ada formula yang baku. Demikian pula sukses tidak ada formula bakunya. Namun, kalau bisa tahu unsur-unsurnya, persentase suksesnya akan lebih besar. 

Di antara unsur-unsur sukses tersebut tentunya adalah belajar dari orang-orang yang sudah sukses. Seandainya kita ingin jadi dokter, kita tentunya juga harus belajar dari dokter beneran. Bukan orang di luar dokter, meskipun dia pernah belajar ilmu kedokteran. 

Dari orang-orang yang telah sukses itulah nantinya kita memperoleh beragam pelajaran. Kita pun akan tahu unsur-unsur dasar untuk sukses seperti belajar dan bekerja secara tekun.

Saya melakukan segalanya dengan well-prepared. Persiapan sebaik-baiknya. Seperti dalam menghadapi perubahan cuaca. Sebelum hujan, siaplah payung. Seperti ketika kita menjalani ujian sekolah, kita harus membuat persiapan. 

Tidak mungkin kita tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik bila kita menginginkan hasil ujian yang baik. Dalam berbisnis pun sama saja. Tak mungkin kita memperoleh hasil yang baik tanpa persiapan yang bagus pula. 




Dalam berusaha, kita harus maju terus, tapi dengan hati-hati. Dengan hati-hati majulah terus seperti kapal berlayar. Harus dihitung ombak laut seberapa tinggi. Sebelum berlayar, perhatikan ombak lautnya seberapa keras.

Konfusius (Khonghuchu) pernah mengatakan, sikap hati-hati jarang memunculkan kesalahan. Saya percaya benar. Dengan prinsip kehati-hatian dalam binis, kita dikondisikan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan dengan melihat fakta-fakta yang ada.

Dipadu dengan pengalaman-pengalaman kita, dan juga pengalaman pengusaha lain, kita dapat menganalisis sebelum memutuskan langkah-langkah yang akan kita ambil. 
Berbisnis itu seperti main golf. Hole pertama jelek, ya, di hole kedua. Sikap tenang dan direncanakan dengan baik bukan berarti tidak bisa jelek. Selalu ada pasang surutnya. Anda sendiri harus tenang untuk menghadapinya.

Filosofi dalam permainan golf adalah bagaimana pemain menaklukkan diri sendiri. Saat memukul, pegolf tidak sembarang memukul. Sebelum bola jauh melayang, mereka harus punya perhitungan plus insting yang kuat agar bola tepat sasaran.

Perhitungan ini meliputi arah angin dan energi pukulan. Energi yang akan dikeluarkan, jika tidak dikontrol, akan membuat bola terlempar jauh dari sasaran. Intinya, semua dikerjakan dengan hati disertai kesabaran tinggi. Dengan kesabaran dan ketekunan, didapat strategi serta kecermatan menganalisis masalah.

Tak aneh kalau penggemar golf adalah para pebisnis, pengusaha, atau pejabat. Karena golf memberi efek positif bagi pekerjaan mereka, terlebih pada saat membuat perencanaan dan program kerja. 

Filosofi lain dalam bermain golf adalah tak ada lawan yang kuat, kecuali melawan diri sendiri. Jika seorang pegolf menang, bukan berarti dia mengalahkan lawannya, tetapi dia sudah mampu mengalahkan diri sendiri. Di dunia golf, para pemain diminta untuk mewasiti dan menjadi polisi untuk diri sendiri. Ini disebabkan area permainan sedemikian luasnya, sehingga tidak mungkin untuk selalu memonitor setiap gerak-gerik pemain di lapangan. 

Hanya pada turnamen-turnamen utama, setiap grup pemain didampingi wasit berjalan. Untuk itu, perlu dipupuk integritas, kejujuran, dan tentunya pengetahuan peraturan yang cukup baik agar mampu menjadi wasit untuk diri sendiri. Maka, golf banyak disebut sebagai a gentlement game, sebuah permainan untuk para ksatria yang mengedepankan kehormatan, integritas, dan kejujuran

Nah, dalam persaingan bisnis, kalau Anda kalah berarti Anda juga kalah waktu. Kita bisa semakin ketinggalan. Sebaliknya, bila menang ya menang waktu. Kompetitor kita bisa semakin ketinggalan. Jangan lengah! 





Selain para staf dan karyawan, saya bekerja bahu-membahu bersama adik-adik saya (Alim Mulia Sastra, Alim Satria, Alim Prakasa) serta beberapa direktur lainnya. Mana mungkin saya dapat mengatasi sendiri berbagai perusahaan dalam Grup Maspion yang dibagi dalam beberapa divisi? 

Dia setiap divisi, saya berduet dengan salah satu adik saya. Misalnya, di Indal Aluminium, yang memproduksi peralatan rumah tangga dan produk aluminium lainnya, saya memimpin bersama Alim Prakasa. Kalau adik saya pergi ke luar negeri, ya, saya yang menangani.

Manusia yang pengalaman, yang profesional, dan berbakat sangat penting. Negara yang kekurangan sumber daya alam, tapi sumber daya manusianya berkualitas, bisa maju. Manusialah yang menentukan negaranya maju dan makmur. Sejarah telah membuktikannya. Negara-negara yang miskin sumber daya alam seperti Singapura dan Jepang bisa sangat maju karena tingginya kualitas sumber daya manusianya.

Di benak saya, tidak mesti harus dari famili, dari Tionghoa, atau kalangan tertentu. Yang penting, dia punya kontribusi. Kontribusi itu berarti gajinya itu lebih kecil daripada dia punya sumbangan untuk perusahaan. Dialah yang cocok di tempat itu. The right man on the right palace.

Satu orang CEO itu sama dengan komandan satu batalyon tentara. Tidak apa-apa kalau komandannya tidak mahir dalam menggunakan senjata otomatis atau meriam. Yang penting, dia bisa membawahi anak buahnya dan organisasi dan mempunya strategi. Jadi, seorang komandan tidak perlu atau tidak harus lebih pandai mengoperasikan senjata otomatis atau meriam dibandingkan prajuritnya.

Kalau Anda dekat dengan manajer-manajer yang berbakat dan profesional, dan Anda baik dengan mereka, otomatis mereka baik sama Anda. Anda jadi center-nya. Bahkan, Anda tidak akan kekurangan manajer.

Manusia mempunya kekurangan dan kelebihan. Kombinasi antara kekurangan dan kelebihan itu akan menjadikan sesuatu yang sempurna. Sebuah baut, misalnya, jangan dilihat dari ukurannya yang kecil. Meskipun kecil, baut sangat penting karena tanpa itu mesin tidak bisa jalan. Maka, sesungguhnya pegawailah yang membesarkan perusahaan. Perusahaan harus berterima kasih kepada pegawai (karyawan). 

Para pegawai lama yang ikut berjuang sejak awal, dari perusahaan kecil menjadi besar, hendaknya ditempatkan di tempat yang semestinya. Dengan demikian, mereka merasa aman dan tidak sampai menjadi batu sandungan bagi perkembangan perusahaan. 





Sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Alim Markus punya banyak pengalaman dalam menghadapi karyawan dan serikat pekerja. Berikut jurus Alim Markus untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara manajemen dan karyawan.

Saya merasakan belajar banyak dan kerja keras itu merupakan unsur kesuksesan. Kalau kita menanam padi, kita akan mendapat padi. Kalau kita menanam jagung, ya, mendapat jagung. Kalau kita menanam banyak, kita pun akan mendapat banyak hasil, sehingga usaha bisa maju dan sukses.

Namun, bekerja keras juga perlu pemikiran yang strategis. Maspion itu suatu pabrikan manufaktur. Tetapi Anda bisa lihat bahwa lokasi Maspion unit I, II, III, IV, V, dan di Jakarta berada di lokasi yang sangat strategis. Dengan demikian, usaha Maspion punya dua keuntungan. Jika ada kenaikan harga tanah pun untung karena lokasinya yang strategis.

Beri pegawai yang baik dan berprestasi honor dan jenjang karir yang baik, dan hari depan yang baik. Sehingga, mereka merasa diperhatikan. Tentu dengan sistem pengawasan dan sistem rotasi, dengan catatan hanya dua atau tiga bagian saja dari 10 bagian, misalnya. Tidak perlu dirotasi total. Bagian vital yang ada kerahasiaannya tidak semua orang bisa mengerjakannya.

Jangan menganakemaskan satu pegawai karena 99 pegawai bisa jadi anak tiri. Segala masalah yang menyangkut sumber daya manusia harus cepat ditangani, karena kalau tidak pegawai baik pun bisa menjadi jelek. 

Sebagai pemimpin atau dewan direksi, kita harus saling menghormati dan menjalin komunikasi dengan staf dan karyawan. Di Maspion, tiga layer tersebut (pimpinan, staf, dan karyawan) penting menjaga kekompakan dan semangat teamwork. Tentu saja diimbangi dengan gaji atau honor yang layak.

Terhadap pegawai yang bekerja tidak teliti, ngawur, dan malas-malasan, saya bisa menegur. Tapi kalau kesalahannya tidak disengaja, juga pertama kali, saya kasih kesempatan untuk berubah atau memperbaiki diri. Sebagai bos, tekanan memang lebih berat. Tetapi jangan lupa memberikan kepada pegawai apa yang harus mereka dapatkan. 

Cintailah pegawai karena gaji mereka sering kecil. Selain itu, ingat, setiap orang memiliki kehormatan. Untuk menjaga hubungan, kehormatan itu harus selalu dijaga. Lantas, apa kita saya mengelola karyawan Maspion yang jumlahnya lebih dari 20 ribu? Saya lugas saja menjawab: Mereka harus diperlakukan secara manusiawi!





Lika Liku Sony Sugema College

SONY Sugema mengaku mengawali karirnya sebagai "pengusaha" bimbingan belajar ketika duduk di kelas dua SMU Negeri 3 Bandung saat berusia 15 tahun. Ketika itu, ayahnya meninggal dunia sehingga Sony harus bekerja untuk menghidupi ibu dan keempat adiknya. Ia lalu memberi les privat kepada teman-teman sekelasnya.

"Soalnya saya nggak tahu harus ke mana nyari orang yang mau les privat. Saya tawarin ke teman-teman, mau nggak lima ribu sebulan. Ternyata beberapa teman saya mau," kata Sony. Dia memang dipercaya teman-temannya untuk mengajar, mengingat otaknya yang cerdas.

Setelah mengajar teman-temannya di SMU, Sony mengaku ketagihan mengajar dan merasa tertarik dengan dunia pendidikan. "Awalnya saya tertarik, ngajar itu kok enak. Terus, tiap minggu di SMU 3 ada try out dan pembahasan, itu gratis. Itulah awal mula saya terjun ke dunia bimbingan belajar," ujar Sony.

Tahun 1982, Sony lulus tes masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Sipil. Ketika dia masih tingkat satu, Sony memutuskan untuk menikah. Saat itu istrinya kuliah di jurusan Biologi ITB dan berumur sekitar tiga tahun lebih tua.

Setelah menikah, Sony merasa tanggungannya semakin banyak. Akhirnya, untuk menambah penghasilan, dia memutuskan untuk menjadi guru di SMU Angkasa Bandung. Ketika itu Sony mengajar pelajaran matematika, fisika, dan kimia untuk siswa kelas satu, dua, dan tiga.

"Setelah itu, saya bekerja sebagai pengajar di beberapa bimbingan belajar. Baru pada tahun 1990 saya memutuskan untuk membuka bimbingan belajar sendiri," kata Sony.

Cikal bakal Sony Sugema College (SSC) ini awalnya terletak di Jalan Dipatiukur. Modal awal pendirian bimbel ini hanya Rp 1,5 juta, yang diperoleh Sony dari pembayaran royalti buku-bukunya. Sony Sugema memang pernah menulis buku tentang pembahasan soal-soal UMPTN yang setiap tahun selalu diperbaharui.

Awalnya murid bimbingan belajar ini hanya 140 orang dan Sony satu-satunya pengajar. Uang sebesar Rp 1,5 juta itu, kata Sony, digunakannya untuk menyewa ruangan tempat belajar sebesar Rp 750.000 dan sisanya untuk membayar gaji karyawan. Bimbingan belajar ini awalnya hanya mengkhususkan diri sebagai bimbingan belajar intensif untuk menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Lama kelamaan, Sony merasa bahwa dirinya lambat laun tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya karena terlalu sibuk bekerja sebagai pengajar tunggal. Akhirnya, dia memutuskan untuk meminta teman-temannya dari ITB, UNPAD, dan IKIP (sekarang UPI) untuk membantunya mengajar di bimbingan belajar tersebut.

Tahun 1991, dia membuka cabang di Jakarta disusul cabang-cabang di seluruh Indonesia. Lembaga bimbingan belajar ini berhasil meluluskan 618 orang siswanya ke ITB. Jumlah ini, kata Sony, menunjukkan hampir separuh mahasiswa ITB merupakan lulusan SSC.

Ketika ditanya apa yang membedakan SSC dengan bimbingan belajar lain, Sony mengaku dia menerapkan dua sistem pengajaran. Sistem yang pertama, kata Sony, dia menciptakan sistem penyelesaian soal dengan cepat yang diklaim sebagai the fastest solution.

Fastest solution, kata Sony, adalah cara belajar agar pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Apabila siswa mudah memahami pelajaran, siswa akan lebih bersemangat untuk belajar.

Selain fastest solution, Sony juga memiliki metode lain, yaitu learning is fun. Dengan metode ini, kata Sony, siswa akan lebih bergairah dan bersemangat dalam mempelajari pelajaran-pelajaran yang selama ini dianggap menakutkan seperti matematika dan fisika.

"Sebelumnya banyak siswa yang geuleuh (tidak suka) sama matematika. Sekarang, dengan metode ini, kita membuat anak mencintai matematika," kata Sony.

Dengan kedua metode pengajaran tersebut, mau tidak mau pengajar yang berminat untuk menjadi guru SSC harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, selain menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, pengajar juga tidak boleh terlalu serius dan dapat diterima oleh siswa.

Sebelum menjadi pengajar pun, kata Sony, mereka harus melewati beberapa tes. Ujian yang pertama adalah tes tertulis untuk mengetahui seberapa jauh calon pengajar menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Setelah itu, mereka diharuskan melakukan simulasi mengajar di depan guru-guru SSC. Setelah magang selama tiga bulan, barulah calon pengajar tersebut diangkat menjadi pengajar tetap.

Gaji yang diterima para pengajar cukup memadai, berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 50.000 setiap jam mengajar. "Kita kan harus memperhatikan kesejahteraan guru-guru," kata Sony.

Selain berkat doa dan kasih sayang ibu, Sony mengaku salah satu kunci kesuksesannya yang lain adalah dia berani untuk gagal. Kelemahan yang terdapat pada sebagian besar anak muda, kata Sony, adalah karena sebagian besar dari mereka takut gagal. Padahal, kata Sony, dengan kegagalan kita bisa belajar banyak

"Perusahaan besar saja pernah gagal. Namun, umumnya orang tidak pernah melihat kegagalan sebelum kesuksesan yang mereka raih sekarang," kata Sony. Dia juga menilai anak muda sekarang umumnya tidak mau bersakit-sakit dalam memulai suatu usaha.

Sony memang berhasil mengembangkan bisnisnya-yang semuanya masih di bidang pendidikan-hingga menjadi empat perusahaan.

Tidak heran jika dia menerima penghargaan dari ITB sebagai Penghargaan Alumni ITB Berprestasi tahun 2002 dalam bidang industri. Sebelumnya, Sony memperoleh penghargaan Citra Top Executive Indonesia tahun 1997 dan 50 Enterprise Semangat Wirausaha Indonesia dari majalah SWA dan Accenture.

Serius dan berkemauan keras memang salah satu falsafah hidupnya. Hasilnya, dia sukses pada usia muda. Pepatah mengatakan, di mana ada kemauan di situ ada jalan