Menurut Anwar, sejarah Awing dimulai pada 1986. Saat itu, dia punya teman yang sedang bingung mencari pekerjaan. Karena Anwar sudah lebih dahulu merintis usaha di bidang jasa ekspedisi barang dan developer perumahan, dia pun menawari temannya tadi untuk ikut mengembangkan dua usaha tersebut. Tapi, teman saya tadi tidak mau. Dia merasa tidak punya keahlian di sektor properti dan tidak bisa nyopir truk-truk ekspedisi saya, tambahnya.
Akhirnya, karena di kampungnya banyak yang menjadi perajin songkok, Anwar menawari temannya tadi untuk ikut memulai Peluang bisnis Wirausaha songkok. Tapi, saya suruh dia untuk bikin produk yang lain daripada yang lain. Harus lebih bagus dari yang sudah ada, terang ayah empat anak tersebut.
Setelah dua bulan dibiarkan melakukan eksperimen, ternyata temannya tadi berhasil membuat satu bentuk songkok spesial. Yakni, songkok tanpa kertas. Waktu itu, tidak ada satu pun songkok yang dibuat tanpa disertai kertas. Tapi, Awing berhasil menjadi penemu songkok tanpa kertas, tambahnya.
Insting bisnis Anwar pun muncul. Karena terpikat dengan songkok buatan temannya tadi, Anwar mencoba untuk lebih serius menekuni bisnis tersebut. Saya masih ingat, modal awal yang saya kucurkan Rp 10 juta dan satu unit mobil Carry sebagai kendaraan operasional, ; ujarnya. Selanjutnya, Anwar mulai menata manajemen dan sumber daya manusia untuk unit usaha barunya tersebut.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mencari lokasi produksi. Anwar pun mengontrak sebuah rumah kecil di dekat rumahnya. ;Kecil Paling luasnya hanya 4 x 6, ; terangnya. Dengan empat orang pekerja awal, Anwar dan temannya tadi mampu memproduksi 120 unit songkok per hari.
Namun, persoalan muncul ketika songkok-songkok tersebut siap diedarkan. ;Teman saya tadi tanya, apa nama songkok ini? ; kata Anwar. Karena temannya tadi yang memulai pertama, Anwar terpikir untuk menjadikan nama temannya itu sebagai merek songkok tersebut. Menurut Anwar, nama asli temannya itu sebenarnya bukan Awing. Tapi, karena wajahnya mirip orang Tiongkok, dia sering dipanggil dengan sebutan Awing. ;Sudah, kasih nama Awing saja. Lambangnya pakai gambar wajahmu, ; kata Anwar kepada temannya waktu dulu. Karena itu, jangan heran jika di setiap kemasan songkok Awing sekarang, terpasang sketsa kepala manusia yang sedang memakai songkok. ;Ya, itulah wajah si Awing, ; ungkap Anwar.
Setelah semua siap, Anwar menginstruksikan untuk mulai memasarkan songkok Awing hingga ke ujung timur Jawa, Banyuwangi. Sementara itu, untuk ke barat, tim pemasaran Awing sampai di Sumatera. ;Mulanya kami konvensional saja. Kami titipkan ke toko-toko di pasar. Beberapa waktu kemudian, kami datangi lagi untuk melihat hasilnya, ; ujar Anwar.
Ternyata, respons masyarakat lumayan bagus. Meski harganya tergolong mahal, jumlah pesanan terus meningkat. Anwar membandingkan, saat itu harga songkok di pasaran pada umumnya Rp 3.000. Tapi, Awing berani mematok harga Rp 10 ribu. ;Mahal memang. Tapi, kami tidak main-main dengan kualitas. Seingat saya, waktu itu belum ada songkok tanpa kertas, ; ujarnya.
Karena menilai prospeknya cukup cerah, Anwar kian serius mengembangkan peluang wirausaha Awing. Dua tahun setelah membuka usaha, jumlah pekerja Anwar bertambah menjadi 10 orang. Dia juga akhirnya membeli dua rumah di samping kontrakan awal tadi untuk kemudian dijadikan gudang dan lokasi produksi yang baru. Total produksi pun meningkat 100 persen lebih. Pada masa itulah, Awing mulai menancapkan namanya di dunia bisnis songkok Indonesia.
Ketika ditanya apa rintangan ketika awal-awal merintis usaha, Anwar mengaku tidak mengalami hambatan yang berarti. ;Rintangan pasti ada. Terutama cibiran dari pengusaha songkok lainnya yang mengejek produk songkok tanpa kertas. Juga harga yang kami tawarkan dinilai terlalu mahal. Tapi, kami bisa melaluinya dan bahkan orang-orang tadi balik memuji keberhasilan kami, ; ujarnya.
Tidak hanya itu, Awing juga akhirnya menjadi trend setter produk songkok. Buntutnya, demi memenuhi pesanan yang makin melonjak, Awing mulai membuka kantor perwakilan di Jakarta dan Semarang. Selain itu, Awing mendirikan pusat distributor di Makassar dan Medan.
Kira-kira apa resep usahanya? ;Yang penting, ditata dulu manajemennya, ; jawab Anwar. Produksi songkok-songkok tadi juga dilakukan dengan kualitas dan bahan yang asal-asalan. ;Bahan baku beludru Awing ini kami impor dari Amerika dan Korea lho, ; kata Anwar.
Tak ayal, berkat ketekunan dan kerja kerasnya, kini Awing menjadi produsen songkok yang sangat besar. Dalam sebulan, Awing bisa menghasilkan kurang lebih 300 ribu unit songkok. Jumlah pekerjanya juga lumayan, yakni 300 orang. Belum lagi, Awing juga membina puluhan<em> home industry songkok di sekitarnya.
;Bedanya dengan songkok lain, Awing selalu memproduksi setiap bulan. Sementara itu, industri songkok yang lain mungkin hanya ramai kalau mendekati puasa, ; ujarnya. Karena itu, tak heran jika omzet yang diraih peluang wirausaha Awing rata-rata Rp 1 miliar per bulan. Bahkan, jumlah itu bisa meningkat hingga 400 persen selama empat bulan menjelang Ramadan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar