Minggu, 13 Mei 2012

Beromset minimal 1 M/bulan, Sukses Songkok AWING berawal dari Stan 4x6 meter


Menurut Anwar,  sejarah Awing dimulai pada 1986. Saat itu, dia punya teman yang sedang  bingung mencari pekerjaan. Karena Anwar sudah lebih dahulu merintis  usaha di bidang jasa ekspedisi barang dan developer perumahan, dia pun  menawari temannya tadi untuk ikut mengembangkan dua usaha tersebut.  Tapi, teman saya tadi tidak mau. Dia merasa tidak punya keahlian di  sektor properti dan tidak bisa nyopir truk-truk ekspedisi saya,  tambahnya. 

Akhirnya, karena di kampungnya banyak yang menjadi  perajin songkok, Anwar menawari temannya tadi untuk ikut memulai Peluang bisnis Wirausaha songkok.  Tapi, saya suruh dia untuk bikin produk yang lain daripada  yang lain. Harus lebih bagus dari yang sudah ada, terang ayah empat  anak tersebut. 

 Setelah dua bulan dibiarkan melakukan eksperimen,  ternyata temannya tadi berhasil membuat satu bentuk songkok spesial.  Yakni, songkok tanpa kertas.  Waktu itu, tidak ada satu pun songkok  yang dibuat tanpa disertai kertas. Tapi, Awing berhasil menjadi penemu  songkok tanpa kertas,  tambahnya.

 Insting bisnis Anwar pun  muncul. Karena terpikat dengan songkok buatan temannya tadi, Anwar  mencoba untuk lebih serius menekuni bisnis tersebut.  Saya masih ingat,  modal awal yang saya kucurkan Rp 10 juta dan satu unit mobil Carry  sebagai kendaraan operasional, ; ujarnya. Selanjutnya, Anwar mulai  menata manajemen dan sumber daya manusia untuk unit usaha barunya  tersebut. 

 Hal pertama yang dia lakukan adalah mencari lokasi produksi. Anwar pun mengontrak sebuah rumah kecil di dekat rumahnya.  ;Kecil   Paling luasnya hanya 4 x 6, ; terangnya. Dengan empat orang pekerja  awal, Anwar dan temannya tadi mampu memproduksi 120 unit songkok per  hari. 

 Namun, persoalan muncul ketika songkok-songkok tersebut  siap diedarkan.  ;Teman saya tadi tanya, apa nama songkok ini? ; kata  Anwar. Karena temannya tadi yang memulai pertama, Anwar terpikir untuk  menjadikan nama temannya itu sebagai merek songkok tersebut. Menurut  Anwar, nama asli temannya itu sebenarnya bukan Awing. Tapi, karena  wajahnya mirip orang Tiongkok, dia sering dipanggil dengan sebutan  Awing.  ;Sudah, kasih nama Awing saja. Lambangnya pakai gambar  wajahmu, ; kata Anwar kepada temannya waktu dulu. Karena itu, jangan  heran jika di setiap kemasan songkok Awing sekarang, terpasang sketsa  kepala manusia yang sedang memakai songkok.  ;Ya, itulah wajah si  Awing, ; ungkap Anwar. 

 Setelah semua siap, Anwar menginstruksikan  untuk mulai memasarkan songkok Awing hingga ke ujung timur Jawa,  Banyuwangi. Sementara itu, untuk ke barat, tim pemasaran Awing sampai di  Sumatera.  ;Mulanya kami konvensional saja. Kami titipkan ke toko-toko  di pasar. Beberapa waktu kemudian, kami datangi lagi untuk melihat  hasilnya, ; ujar Anwar. 

 Ternyata, respons masyarakat lumayan  bagus. Meski harganya tergolong mahal, jumlah pesanan terus meningkat.  Anwar membandingkan, saat itu harga songkok di pasaran pada umumnya Rp  3.000. Tapi, Awing berani mematok harga Rp 10 ribu.  ;Mahal memang.  Tapi, kami tidak main-main dengan kualitas. Seingat saya, waktu itu  belum ada songkok tanpa kertas, ; ujarnya. 

 Karena menilai  prospeknya cukup cerah, Anwar kian serius mengembangkan peluang wirausaha Awing. Dua tahun  setelah membuka usaha, jumlah pekerja Anwar bertambah menjadi 10 orang.  Dia juga akhirnya membeli dua rumah di samping kontrakan awal tadi  untuk kemudian dijadikan gudang dan lokasi produksi yang baru. Total  produksi pun meningkat 100 persen lebih. Pada masa itulah, Awing mulai  menancapkan namanya di dunia bisnis songkok Indonesia. 

 Ketika  ditanya apa rintangan ketika awal-awal merintis usaha, Anwar mengaku  tidak mengalami hambatan yang berarti.  ;Rintangan pasti ada. Terutama  cibiran dari pengusaha songkok lainnya yang mengejek produk songkok  tanpa kertas. Juga harga yang kami tawarkan dinilai terlalu mahal. Tapi,   kami bisa melaluinya dan bahkan orang-orang tadi balik memuji keberhasilan kami, ; ujarnya. 

 Tidak hanya itu, Awing juga akhirnya menjadi trend setter produk songkok. Buntutnya, demi memenuhi pesanan yang makin melonjak,  Awing mulai membuka kantor perwakilan di Jakarta dan Semarang. Selain  itu, Awing mendirikan pusat distributor di Makassar dan Medan. 

 Kira-kira  apa resep usahanya?  ;Yang penting, ditata dulu manajemennya, ; jawab  Anwar. Produksi songkok-songkok tadi juga dilakukan dengan kualitas dan  bahan yang asal-asalan.  ;Bahan baku beludru Awing ini kami impor dari  Amerika dan Korea lho, ; kata Anwar. 

 Tak ayal, berkat  ketekunan dan kerja kerasnya, kini Awing menjadi produsen songkok yang  sangat besar. Dalam sebulan, Awing bisa menghasilkan kurang lebih 300  ribu unit songkok. Jumlah pekerjanya juga lumayan, yakni 300 orang.  Belum lagi, Awing juga membina puluhan<em> home industry songkok di sekitarnya. 

  ;Bedanya  dengan songkok lain, Awing selalu memproduksi setiap bulan. Sementara  itu, industri songkok yang lain mungkin hanya ramai kalau mendekati  puasa, ; ujarnya. Karena itu, tak heran jika omzet yang diraih peluang wirausaha Awing  rata-rata Rp 1 miliar per bulan. Bahkan, jumlah itu bisa meningkat  hingga 400 persen selama empat bulan menjelang Ramadan. 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar