Kamis, 08 September 2011

Succes Story - Blue Bird


Pernah tahu taksi Blue Bird kan? harus dong, taksi ini adalah taksi terkenal di kota besar indonesia. kesuksesannya diraih dengan kerja keras dan perjalnan panjang 

Dari mana nama Blue Bird? Mutiara Djokosoetono - sang pendiri - memperoleh nama itu saat tinggal di Belanda. Ia mendengar sebuah dongeng klasik Eropa tentang gadis kecil yang mengharapkan kebahagiaan. Seekor burung berwarna biru memberi nasihat bahwa itu semua bisa digapai asal si gadis bersedia bekerja keras dan jujur. Dongeng klasik ini begitu membekas dan mengilhami Mutiara. Bahkan nasihat burung tersebut diadopsi menjadi nilai-nilai dari Blue Bird.

Bisnis transportasi Blue Bird berawal dari sebuah bemo dengan trayek Harmoni - Kota. Bemo ini disopiri oleh Chandra Soeharto, putra pertama pasangan Prof. Dr. Djokosoetono, S.H. yang merupakan guru besar bidang hukum di UI dan Mutiara Siti Fatimah. Purnomo adik Chandra yang tak punya SIM kebagian menjadi kenek alias tukang teriak-teriak menjual jasa.

Mutiara kemudian mendapat dua buah mobil dari polisi dan tentara sebagai balas jasa atas pengabdian suaminya yang meninggal tahun 1965. Inilah cikal bakal taksi Blue Bird. Waktu itu mobil mangkal dan pengguna tinggal menelepon ke rumah Mutiara di Jln. HOS Cokroaminoto No. 107. Karena yang sering menerima Chandra, maka label yang digunakan Chandra Taksi.

Ketika pemerintah daerah mengeluarkan izin penyelenggaraan taksi, Chandra Taksi justru tidak memperolehnya. Izin hanya diberikan untuk perusahaan transportasi yang sudah berpengalaman. Mutiara tidak putus harapan dan terus berusaha. Bahkan sampai melampirkan referensi tertulis dari para pelanggannya. Akhirnya kegigihan Mutiara membuat Gubernur Ali Sadikin memberi izin pada tahun 1971. Setahun kemudian sebanyak 25 unit armada Blue Bird sudah meluncur ke jalan.

Sejak awal berdirinya, Purnomo Prawiro - yang sempat menjadi sopir salah satu taksinya - memastikan bahwa Blue Bird sarat dengan inovasi. Pada awal beroperasi, Blue Bird sudah aktif menggaet pelanggan dari hotel-hotel di Jakarta dan menerima panggilan lewat telepon. Setelah armada bertambah banyak, Blue Bird melengkapi mobilnya dengan radio komunikasi untuk melayani penumpang pada tahun 1970-an. "Kami termasuk taksi pertama yang menggunakannya," kata Purnomo (Intisari edisi Maret 2011). Tahun 2000-an Blue Bird kembali memelopori penggunaan GPS dan GPRS untuk memantau taksi-taksinya.

Untuk mewadahi semua inovasi itu, Blue Bird membangun call centre yang modern. Setiap panggilan telepon dari pelanggan tercatat di pusat data dan posisi taksi terdekat dengan penelepon bisa diketahui dari kantor pusat.

Satu hal penting dari Blue Bird adalah perusahaan ini tetap konsisten mewajibkan penggunaan argometer kepada penumpangnya. Awalnya sulit sekali menerapkan hal ini. Selain itu kepeloporan Blue Bird yang mewajibkan sopirnya berpenampilan bersih, rapi, dan jujur patut diacungi jempol. 

"Jika ada pujian dari pelanggan menyangkut pelayanan kami, tentu saja itu lebih berharga daripada kami memasang iklan di koran," kata Purnomo yang mengakui keampuhan iklan gethok tular atau dari mulut ke mulut ini.

Selain taksi, untuk jasa angkutan penumpang Blue Bird juga menyediakan sarana angkutan masal berupa bis charter, yaitu Big Bird. Dengan area pelayanan transportasi meliputi Jawa, Bali, dan Sumatera. Big Bird juga melayani transportasi bagi anak sekolah, di antaranya adalah British International School, Jakarta Japanese School, Korean Internacional School dan German International School.

Mengembangkan sayap, merambah segmen non-penumpang

Perkembangan Blue Bird tidak cukup hanya di kota Jakarta dan sekitarnya saja, melainkan di kota-kota besar lain di Indonesia. Di Bali, sejak tahun 1989 Blue Bird Group telah menempatkan armada Golden Bird-nya, yang diikuti dengan armada taksi regular Bali Taksi pada tahun 1994. Kemudian berturut-turut pada tahun 1996 dan 1997, taksi regular memasuki Lombok dengan nama Lombok Taksi dan kota Surabaya dengan nama Surabaya taksi.

Sekitar bulan November 2005, Blue Bird mulai menjamah kota Bandung dengan 75 armada taksi regulernya. Meskipun dengan jumlah armada yang masih sedikit, Bandung Taksi ini mendapatkan pertentangan yang cukup keras dari operator-operator taksi lainnya di Bandung. Harus diakui jika reputasi dan brand image yang telah diposisikan oleh Blue Bird Group, cukup menjadi ancaman terhadap operator taksi lainnya.

Gebrakan bisnis Blue Bird sepertinya tak cukup di jalur angkutan penumpang saja. Jasa angkutan non-penumpang pun telah digeluti Blue Bird dengan menyediakan jasa Truk Container, yaitu Iron Bird dan Angkutan Kontenindo Antarmoda. Di luar usaha transportasi primer, Blue Bird juga telah mendirikan Holiday Resort Lombok, dan perusahaan manufacture otomotif seperti Everlite, Restu Ibu, Ziegler Indonesia, serta usaha service lain seperti Jasa Alam, Gas Biru, dan Ritra Konnas Freight Centre.

Mempertahankan mutu pelayanan kepada pelanggan

Sebagai market leader, mempertahankan reputasi sebagai Partner Transportasi yang Handal memang tidak mudah. Oleh sebab itu, untuk membentuk brand loyalty para konsumen, Blue Bird menerapkan quality control terhadap seluruh lini usahanya, dari technical support hingga customer service.

Basis usaha Blue Bird terletak pada jasa transportasi, khususnya adalah taksi dan alat angkutan / kendaraan. Secara langsung yang menjadi penggerak utama usaha ini adalah para pengemudi-nya. Selain berfungsi utama sebagai driver, pengemudi juga menjalankan fungsi sebagai customer service dan sales force, karena mau tidak mau, para pengemudi inilah yang akan berhadapan langsung dengan penumpang / customer. Para pengemudi di Blue Bird dilatih secara khusus dalam berbagai tahapan training. Dari para pengemudi inilah image Blue Bird dibangun. Sehingga tidak heran bila masyarakat mengenal Blue Bird karena para pengemudinya yang baik dan jujur.

Selain pengemudi, ada pula Call Center yang harus bekerja keras merespon setiap permintaan pelanggan. Beruntung dengan adanya teknologi radio, GPS, MDT, Internet, dan kini dengan SMS, order dari pelanggan dapat ditangani dengan cepat dan mudah.

Keistimewaan lainnya dari pelayanan transportasi Blue Bird ini adalah ketersediaan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sehingga jalanan tidak pernah sepi dari armada taksi. Dengan model kerja shift karyawan, taksi ? taksi yang beredar di jalanan ibukota ini diharapkan akan ada baik siang maupun malam hari, dari hari kerja biasa hingga hari libur sekalipun.

Dari segi pricing, Blue Bird bukanlah perusahaan yang bermain-main di strategi ini. Tarif yang dikenakan oleh Blue Bird mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Bahkan untuk menjaga image-nya, setiap kali ada perubahan tarif, Blue Bird langsung aktif merespon. Berbeda dengan operator taksi lainnya yang argometernya dikenakan tarif sesuai kehendak pengemudi-nya.

Mungkin kebijakan mengenai tarif ini akan mengurangi jumlah konsumen yang menggunakan Blue Bird. Namun justru dengan menerapkan tarif yang berlaku, Blue Bird menjadi teladan dalam urusan pricing, dan tentunya tidak akan kebingungan dengan biaya operasional. Bahkan, penerapan pricing ini bagi konsumen Blue Bird akan menjadikannya sebagai operator taksi yang konsisten sehingga positioning Blue Bird tetap terjaga. Apa jadinya bila Blue Bird menempelkan tulisan Tarif Lama di kaca depan mobilnya? Pasti yang terkesan adalah Blue Bird sebagai taksi murahan yang rela menurunkan tarifnya untuk menggaet para penumpangnya

dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar